Kritik atas Dugaan Kekhawatiran Rezim Zionis terhadap Turki
-
Recep Tayyip Erdogan dan Benjamin Netanyahu
Pars Today - Galia Lindenstrauss, peneliti senior di Institute for National Security Studies (INSS), dalam sebuah artikel menyoroti empat isu yang menurutnya merupakan kekhawatiran utama rezim Zionis Israel terhadap kebijakan regional Turki.
Menurut laporan Pars Today, Lindenstrauss menjelaskan alasan kekhawatiran pejabat Israel terkait kebijakan luar negeri Turki dalam empat poin:
1. Kehadiran Turki di Suriah
- Sejak 2016, Turki melakukan operasi militer di utara Suriah.
- Setelah jatuhnya pemerintahan Bashar Al-Assad pada Desember 2024, Turki memperluas kehadirannya.
- Israel khawatir kehadiran Turki di pusat dan selatan Suriah membatasi kebebasan operasi angkatan udara Israel.
- Investasi ekonomi Turki di Suriah berpotensi mengubah jalur perdagangan dan energi, serta mengancam proyek seperti koridor India–Timur Tengah–Eropa.
- Meski demikian, Turki dan Israel menghindari konfrontasi langsung, dengan Amerika berperan sebagai mediator.
Hubungan Turki dengan Hamas dan Gaza
- Pemerintahan Erdoğan menganggap Hamas sebagai gerakan perlawanan, bukan organisasi teroris.
- Turki bergabung dengan Afrika Selatan di Mahkamah Internasional dalam menuduh Israel melakukan genosida di Gaza.
- Kejaksaan Istanbul bahkan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap 37 pejabat Israel.
- Israel menilai Turki sebagai pendukung Hamas dan menolak keterlibatan Ankara dalam negosiasi gencatan senjata.
- Namun, Turki kadang berperan positif, misalnya dalam pembebasan sandera Israel.
- Kekhawatiran lain adalah kemungkinan pengiriman 2.000 tentara Turki ke Gaza sebagai bagian dari pasukan internasional, yang ditentang keras oleh Israel.
Isu di Mediterania Timur
- Perselisihan lama terkait Siprus dan armada bantuan Gaza masih berlanjut.
- Penempatan sistem pertahanan udara Barak MX di Siprus memicu reaksi negatif Turki.
- Armada bantuan ke Gaza sejak insiden kapal Mavi Marmara (2010) menjadi titik konflik permanen.
- Tahun lalu, anggota parlemen Turki ikut serta dalam armada global Sumud, dengan Erdoğan mengawasi langsung operasi drone pengawal.
- Meski ada ketegangan, hubungan dagang tetap berjalan dan sanksi ekonomi Turki terhadap Israel tidak sepenuhnya menghentikan perdagangan.
Peningkatan kekuatan militer Turki
- Ankara mengidentifikasi tiga kelemahan utama militernya dan berupaya mengatasinya:
- Modernisasi armada udara dengan membeli jet tempur Eurofighter dari Oman, Qatar, dan Inggris.
- Pembangunan sistem pertahanan rudal yang disebut “Kubah Besi”.
- Pendirian pusat uji coba rudal di Somalia.
- Langkah ini menunjukkan ambisi Turki meningkatkan kemampuan militer dan pengaruh regionalnya.
Kesimpulan Lindenstrauss:
- Meski ada perbedaan, terdapat peluang kerja sama, misalnya menghadapi kehadiran Iran di Suriah dan Kaukasus.
- Amerika Serikat dan Presiden Trump berperan dalam meredakan ketegangan.
- NATO dianggap perlu bertindak untuk mengelola perbedaan.
- Israel, karena ketidakpercayaan mendalam, tidak akan menerima kehadiran pasukan Turki di Gaza.
- Namun, hubungan dagang dan kepentingan bersama bisa mencegah konfrontasi langsung.
Analisis umum:
Artikel ini menunjukkan Israel melihat Turki sebagai ancaman multidimensi: kehadiran militer di Suriah, dukungan terhadap Hamas, aktivitas di Mediterania Timur, dan peningkatan kekuatan militer. Namun, hubungan diplomatik dan ekonomi tetap berlangsung, dengan peran Amerika dan NATO dianggap vital. Pada akhirnya, Turki bagi Israel adalah sekaligus mitra potensial dan ancaman serius, menjadikan kebijakan Israel terhadap Ankara penuh kompleksitas.
Kritik terhadap artikel Lindenstrauss:
- Perbandingan Turki dengan “Iran baru” dianggap berlebihan. Turki adalah anggota NATO, memiliki hubungan luas dengan Barat, dan beroperasi dalam kerangka sistem normatif Barat.
- Kekhawatiran Israel atas kehadiran Turki di Suriah lebih mencerminkan rivalitas geopolitik daripada ancaman langsung. Tujuan Turki di Suriah lebih pada keamanan internal (mencegah penguatan Kurdi) dan ekonomi (membuka jalur perdagangan).
- Hubungan Turki dengan Hamas lebih merupakan tantangan politik dan diplomatik, bukan ancaman militer langsung. Dukungan Turki terhadap Hamas dan gugatan internasional menekan legitimasi Israel di dunia.
- Peningkatan kekuatan militer Turki adalah bagian dari modernisasi normal sebuah negara besar. Israel melihatnya sebagai ancaman karena mengurangi keunggulan militer relatifnya, meski tujuan Turki lebih pada memperkuat posisinya di NATO dan kawasan, bukan konfrontasi langsung dengan Israel.
Kesimpulan kritik:
Artikel Lindenstrauss lebih mencerminkan kekhawatiran politis dan persepsi subjektif Israel daripada analisis objektif atas kebijakan Turki. Israel melihat Turki dalam kerangka ancaman, padahal banyak langkah Ankara lebih terkait dengan kepentingan nasional dan regionalnya sendiri.(sl)