Aku Lebih Cerdas Dari Muawiyah
(last modified Wed, 09 Nov 2016 12:57:30 GMT )
Nov 09, 2016 19:57 Asia/Jakarta
  • Imam Ali as
    Imam Ali as

Sekelompok orang menyindir Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan berkata, “Hai Ali! Engkau menilai dirimu cerdik, padahal Muawiyah lebih cerdik darimu dan lebih sukses dalam menarik hati masyarakat. Saat ini orang-orang kuat dan dan politikus seperti Amr bin Ash ada di sisi Muawiyah. Dia yang memberikan pengarahan kepada Muawiyah dan membantunya saat menemui kesulitan...”

Imam Ali berkata, “Hai orang-orang jahil! Demi Allah! Kalian tidak mengenalku juga tidak mengenal Muawiyah. Dia itu bermuka dua, pelanggar janji, dan pendosa dan untuk mengokohkan pilar-pilar kekuasaannya melakukan segala kezaliman. Demi Allah! Bila melanggar janji bukan hal yang buruk, bila tidak ada rasa takut pada Allah, maka aku lebih cerdik dan lebih berpolitik darinya...”

Jangan memaki musuh

Salah satu konspirasi yang dilakukan musuh di masa kekhilafahan Imam Ali adalah mereka menuduh beliau sebagai penyulut peperangan. Mereka mengatakan, “Untuk menjaga kekuasaannya, Ali siap menyulut peperangan dan mengalirkan darah saudara seagamanya. Namun Imam Ali dengan amalnya menunjukkan sebaliknya dari klaim ini kepada para musuh bahkan keada para sahabatnya sendiri.

Sebagai contoh, dalam perang Shiffin telah sampai ke telinga beliau bahwa sebagian sahabatnya yang ikut dalam perang memaki warga Syam yang berperang lawan mereka. Imam Ali pergi ke tengah-tengah para sahabatnya dan berkata, “Saya tidak suka kalian memaki para musuh kalian. Sebagai ganti memaki, doakanlah mereka dan sampaikan kepada Allah: Ya Allah! Selamatkanlah kami dan mereka dari kematian dan damaikanlah di antara kami dan mereka dan selamatkanlah mereka dari kesesatan...” supaya mereka yang tahu akan kebenaran, jadi mengenal kebenaran dan mereka yang pergi untuk memusuhi, tidak jadi.”

Jangan Susahkan Diri Kalian Karena Aku

Imam Ali as tidak suka menganggap dirinya lebih hebat dari orang lain. Dari sisi lain, beliau juga tidak suka orang lain menganggap beliau lebih hebat dari mereka.

Suatu hari Imam Ali melewati kota Anbar dekat Bagdad. Ketika para petani mendengar kabar masuknya beliau ke kota ini, mereka meninggalkan sawahnya dan menyambut Imam Ali. Kepada mereka Imam Ali berkata, “Mengapa kalian melakukan hal ini?!”

Para petani berkata, “Kami terbiasa menghormati para pemimpin dan pembesar kami. Begitu kami mendengar Anda bermaksud pergi ke Syam dan melewati kota kami, kami datang untuk menyambut Anda dan membuktikan kesetiaan kami.”

Imam Ali berkata, “Demi Allah! Para pemimpin kalian tidak memerlukan semua ini. Dengan sikap ini di dunia kalian telah merepotkan diri kalian dan dan merusak akhirat kalian. Tidak ada yang lebih buruk dari kesulitan yang akibatnya adalah siksaan dan tidak ada sesuatu yang lebih menguntungkan dari kenyamanan, yang menyelamatkan kalian dari api neraka.”

Membela Hak-Hak Umat Islam

Meskipun Imam Ali seorang lelaki yang sangat penuh kasih sayang dan pemaaf, namun ketika berkaitan dengan hak masyarakat, atau sebuah hak diinjak-injak dan seorang mukmin dizalimi, maka beliau tidak akan memaafkan dan akan menindaknya dengan keras.

Suatu hari “Saudah” putri Ammar Yasir sahabat Rasulullah Saw dan sahabat Imam Ali as pergi ke Istana Muawiyah. Sebelum Muawiyah bertanya kepada Saudah, untuk apa dia datang kepadanya, Muawiyah menyalahkan Saudah karena kesetiaannya kepada Amirul Mukminin dan dan usahanya dalam perang Shiffin. Kemudian baru bertanya, “Untuk apa engkau datang ke sini?”

Saudah berkata, “Hai Muawiyah! Allah akan meminta pertanggungjawabanmu karena engkau menginjak-injak hak-hak kami. Engkau selalu mengirim para gubernur kepada kami untuk menzalimi kami dan menekan jiwa kami. Sekarang engkau menjadikan seseorang sebagai penguasa dan dia membunuh para lelaki kami dan menjarah harta kekayaan kami. Bila engkau sendiri mau memecatnya, akan lebih baik. Tapi bila tidak, maka kami akan bangkit melawannya!

Melihat keberanian wanita itu, Muawiyah keheranan dan berkata, “Engkau menakut-nakuti aku dari kabilahmu sendiri? Aku akan mengirim engkau kepada Busr, penguasa yang ada supaya engkau disiksa sesuka hatinya.”

Saudah diam sejenak. Kemudian dengan suara lantang berkata, “Salam Allah untuk orang yang tidur di dalam kuburan dan dengan kematiannya, keadilan juga telah terkubur. Dia adalah simbol kebenaran dan kejujuran dan tidak menukar kebenaran dengan apapun.”

Muawiyah tahu siapa yang dimaksud oleh Saudah. Hanya saya dia pura-pura tidak tahu dan berkata, “Siapakah yang engkau maksudkan?”

Saudah menjawab, “Ali bin Abi Thalib!”

Kemudian dia melanjutkan, “Aku masih ingat, suatu hari aku datang kepadanya dan mengeluhkan para petugas yang mengumpulkan zakat. Ketika aku sampai kepadanya, beliau sedang mau mengerjakan salat. Namun begitu beliau melihatku, tidak memulai salatnya dan dengan ramah dan penuh kasih sayang berkata, “Apakah engkau ada urusan? Aku berkata, “Iya.” Dan aku menyampaikan keluhanku. Beliau langsung menangis dan menghadap ke langit seraya berkata, “Ya Allah! Engkau tahu dan menjadi saksi bahwa aku tidak pernah memerintahkan lelaki ini untuk menzalimi hamba-hamba-Mu!”

Kemudian beliau segera mengambil selembar kulit dan menulis kepada petugas tersebut: “Setelah engkau membaca suratku, maka bersiap-siaplah, sehingga aku utus seseorang untuk mengambil harta-harta yang ada darimu.” Kemudian beliau memberikan surat itu kepadaku. Demi Allah! Surat itu tidak ditutup juga tidak distempel. Aku memberikan surat itu kepada petugas tersebut dan ketika ia sudah dipecat, dia pergi dari sana...”

Muawiyah merasa malu setelah mendengar kisah ini dan terpaksa memerintahkan untuk menulis apa saja yang diinginkan Saudah. (Emi Nur Hayati)

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ali as.

Tags