Kesenjangan Pendapatan di Arab Saudi
(last modified Thu, 04 May 2017 09:19:21 GMT )
May 04, 2017 16:19 Asia/Jakarta

Muhammad bin Salman, wakil putera mahkota Arab Saudi dalam sebuah acara televisi menyatakan Arab Saudi menghadapi masalah penting di bidang pokok ekonomi, terutama pengangguran dan kemiskinan.

Menteri pertahanan rezim Al Saud ini dalam statemennya mengakui adanya 10 juta orang miskin yang membutuhkan subsidi. Dengan kata lain, sekitar sepertiga penduduk Arab Saudi membutuhkan kucuran subsidi dari pemerintah Riyadh. Sementara itu, tingkat pengangguran di Arab Saudi melampaui 11 persen. Menurut Muhammad bin Salman, angka tersebut harus ditekan hingga 7 persen dalam satu dekade mendatang.

Ironisnya, kondisi tersebut berlangsung di saat Arab Saudi berada dalam deretan papan atas negara Arab terkaya dengan cadangan devisa negara sebesar 600 miliar dolar. Tapi kekayaan tersebut tidak bisa mengatasi masalah mendasar perekonomian, terutama pengangguran dan kemiskinan. Para analis ekonomi menilai masalah utama dipicu oleh buruknya manajemen pemerintahan rezim Al Saud.

Arab Saudi termasuk negara di dunia yang menggunakan sistem tribal dalam pengelolaan negaranya. Sebagaimana namanya, Arab Saudi, semua aspek vital dikendalikan oleh dinasti Al Saud dengan 5.000 pangeran. Ribuan pangeran tersebut bukan hanya menguasai struktur kekuasaan semata, tapi juga memonopoli kekayaan negara Arab itu. Di luar dinasti Al Saud sangat sedikit sekali yang memiliki akses terhadap kekayaan.

Selain dinasti Al Saud, kalangan ulama Wahabi ikut mengendalikan pusaran kuasa dan kekayaan kerajaan Arab Saudi. Oleh karena itu, salah satu masalah utama sistem manajemen pemerintahan Arab Saudi adalah ketergantungan negara kepada para pangeran dan ulama Wahabi. Dari aspek ekonomi, kedua kubu inilah yang menjadi pemicu munculnya kesenjangan pendapatan di tengah rakyat Arab Saudi.

Dengan mempertimbangkan sekitar 10 hingga 15 persen populasi penduduk Arab Saudi adalah penganut Syiah, maka jumlahnya berkisar antara tiga hingga 4,5 juta orang. Dengan kalkukasi tidak semua orang Syiah miskin, maka angka 10 juta orang miskin yang disebutkan oleh pangeran Muhammad bin Salman, setidaknya 70 persen dari jumlah tersebut adalah penganut Sunni. Dengan demikian, rezim Al Saud sendiri tidak memperlakukan setara warga Sunni di negaranya. Bagian penting dari warga Sunni Arab Saudi adalah minoritas seperti penganut mazhab Syafei, Maliki, Hanafi, bahkan Hanbali sendiri serta Jafari, diperlakukan secara diskriminatif dari sisi pendapatan kekayaan di negara kaya minyak itu.

Ketidakadilan pendapatan melahirkan masalah kesenjangan sosial. Ketika para pangeran Al Saud berfoya-foya menghambur-hamburkan kekayaannya di tempat-tempat hiburan domestik dan luar negeri, pada saat yang sama 10 juta orang hidup miskin di negara Arab itu. Angka yang disebutkan oleh wakil putera mahkota yang merangkap sebagai menteri pertahanan Saudi menunjukkan sebuah pengakuan yang selama ini cenderung ditutup-tutupi tentang borok ekonomi rezim Al Saud.

Masalah utama perekonomian Arab Saudi adalah infrastruktur, distribusi yang tidak setara dan ketimpangan sosial yang semakin menganga. Ekonomi rente yang selama ini diterapkan dengan pola pengelolaan negara tribal telah memaksa negara kaya minyak itu untuk mengubah arah ekonominya. Jika tidak, krisis ekonomi yang sudah dibunyikan loncengnya itu akan semakin memburuk, dan tingkat ketidakpuasan rakyat terhadap rezim al Saudi semakin meningkat.