Silaturrahim Dan Berbuat Baik Kepada Keluarga
Misar menukil dari Imam Baqir as atau Imam Shadiq as bahwa beliau berkata kepadaku, “Hai Misar, aku berpikir bahwa engkau melakukan silaturrahim kepada keluargamu.”
Aku katakan, “Iya. Saya menjadi tebusan Anda. Ketika saya masih kecil, saya bekerja di pasar dan upah saya dua dirham. Yang satu dirham saya berikan kepada bibi saya dari pihak ibu dan yang satu dirhamnya lagi saya berikan kepada bibi saya dari pihak ayah.”
Beliau berkata, “Demi Allah selama ini ajalmu sudah dua kali datang, tapi ia diundur karena silaturrahim dan kebaikan yang engkau lakukan kepada keluargamu.”
Para Pengikut Imam Maksum as
Salah seorang lelaki pengikut Imam Shadiq as datang dan mengadukan kemiskinannya. Imam Shadiq as berkata, “Engkau termasuk salah satu pecinta kami dan mengeluhkan kemiskinan. Padahal semua para pengikut kami tidak membutuhkan dan kaya.”
Kemudian beliau melanjutkan, “Engkau memiliki kekayaan yang sangat bermanfaat yang membuatmu tidak membutuhkan.”
Dia mengatakan, “Kekayaan apa itu?”
Imam berkata, “Bila seseorang berkata kepada orang kaya, aku akan memenuhi bumi untukmu dengan perak dan aku meminta engkau agar mengeluarkan kecintaanmu kepada keluarga Rasulullah Saw dari hatimu dan mencintai para musuh mereka. Apakah engkau mau?”
Lelaki tersebut berkata, “Tidak wahai putra Rasulullah! Meski bumi akan dipenuhinya dengan emas.”
Imam berkata, “Kalau begitu engkau tidak miskin. Orang miskin adalah orang yang tidak memiliki apa yang engkau miliki.”
Imam memberikan sedikit uang kepadanya, kemudian beliau pergi.
Umur Pendek
Dalam buku Kafi disebutkan bahwa seorang lelaki sahabat Imam Shadiq as berkata kepada beliau, “Anak paman saya telah membuat saya tertekan sehingga saya terpaksa hidup dalam sebuah ruangan. Bila saya mau mengadukan, maka saya bisa mengambil apa yang ada pada mereka.”
Imam Shadiq as berkata, “Bersabarlah! Allah akan memberikan jalan keluar untukmu.”
Lelaki tersebut berkata, “Saya mengurungkan niat saya sampai akhirnya terjadi penyakit kolera pada tahun 131 Hq. Demi Allah! Mereka semua mati dan tidak tersisa seorangpun.”
Ketika saya datang menemui Imam Shadiq as, beliau berkata, “Bagaimana dengan keluargamu?”
Saya katakan, “Mereka semua mati.”
Beliau berkata, “Kamatian mereka karena gangguan yang dilakukan untukmu dan memutuskan hubungan silaturrahim. Apakah engkau tidak suka mereka membuatmu kesulitan tapi mereka sebaiknya tetap hidup?”
Saya katakan, “Tentu saja. Demi Allah! Demikianlah.”
Bila Kalian Menaati Kami
Salah seorang sahabat Imam Shadiq as berkata, “Suatu hari saya berada bersama Imam Shadiq as dan Sahl bin Hasan Khorasani datang dan mengucapkan salam, kemudian duduk. Kemudian dia berkata, “Wahai putra Rasulullah! Anda adalah keluarga yang penuh kasih sayang. Kepemimpinan adalah milik Anda. Apa yang membuat Anda tidak bangkit mengambil hak Anda. Padahal ada seratus ribu dari pengikut Anda yang akan membela dengan pedang yang tajam.”
Sekarang duduklah sehingga tampak jelas bagimu. Kemudian beliau memerintahkan budak perempuannya untuk menyalahkan tungku api. Api di dalam tungku menyala sedemikian rupa sehingga bagian atas tungku tampak putih.
Kepada Sahl beliau berkata, “Sekarang bila engkau menaati kami, maka duduklah di atas tungku perapian itu . Sahl begitu panik dan sedih. Dia memulai minta maaf dan berkata, “Wahai putra Rasulullah! Jangan bakar saya dengan api. Biarkanlah saya dari hal yang kecil ini dan maafkanlah saya.”
Imam berkata, “Jangan khawatir! Aku telah memaafkanmu. Pada saat itu juga Harun Makki datang dengan kaki telanjang dan memegang kedua sandalnya. Dia mengucapkan salam. Imam Shadiq as langsung berkata kepadanya, “Lemparkan kedua sandalmu dan duduklah di atas tungku.”
Harun masuk ke dalam tungku dan duduk. Imam berbincang-bincang dengan Khorasani dan menjelaskan tentang kondisi pasar dan ciri khas Khorasan, seakan-akan beliau tinggal di sana bertahun-tahun. Beberapa saat Sahl Khorasani disibukkan dengan pembicaraan ini. Kemudian beliau berkata, “Sahl bergeraklah, lihatlah bagaimana kondisi tungku.”
Sahl berkata, “Saya bergerak di atas tanur dan melihat lelaki tersebut duduk tenang di atas api. Harun bangkit dan keluar dari dalam tungku.”
Imam berkata kepada Khorasani, “Ada berapa orang di Khorasan yang bisa ditemukan seperti ini?”
Dia berkata, “Demi Allah! Tidak seorangpun bisa ditemukan.”
Imam berkata, “Ketika kami tidak menemukan lima orang yang sekufu, maka kami tidak akan bangkit. Kami lebih tahu kondisi kami sendiri.” (Emi Nur Hayati)
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ja’far Shadiq as