Pengunduran Diri PM Lebanon
Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab mengundurkan diri pada Senin malam, 10 Agustus 2020 kurang dari sepekan setelah ledakan dahsyat di Pelabuhan Beirut yang menwaskan 158 orang dan melukai lebih dari 6000 lainnya.
Hassan Diab diangkat menjadi perdana menteri Lebanon pada Desember 2019. Pemerintahannya terdiri dari para teknokrat dan didukung oleh partai-partai politik besar, termasuk kelompok politik yang terkait dengan Hizbullah.
Sekarang Lebanon harus menemukan perdana menteri ketiganya dalam waktu kurang dari satu tahun, untuk menghadapi krisis yang terus meningkat di sejumlah bidang. Sebelumnya, tiga menteri kabinet sudah menyatakan mengundurkan diri, bersama dengan tujuh anggota parlemen.
Manal Abdel-Samad mundur dari jabatan Menteri Informasi pada Minggu, 9 Agustus 2020). Dia menulis surat kepada pemerintahan yang dipimpin PM Diab.
Diab adalah PM ke-54 Lebanon sejak negara itu merdeka pada 1943. Lima perdana menteri telah mengundurkan diri sejak 1992. Omar Karami mengundurkan diri sebagai PM Lebanon pada tahun 1992 dan digantikan oleh Rafik Hariri.
Omar Karami mengundurkan diri sebagai perdana menteri untuk kedua kalinya pada tahun 2005. Najib Mikati mengundurkan diri sebagai PM Lebanon pada 2013 dan Saad al-Hariri pada 2019, dan Diab adalah PM Lebanon kelima yang mengundurkan diri dalam 28 tahun terakhir. Oleh karena itu, pengunduran diri pemerintahan di Lebanon bukan hal yang baru.
Di sini ada pertanyaan, mengapa usia pemerintahan di Lebanon singkat dan kurang dari empat tahun? Faktor terpenting dalam hal ini tampaknya adalah peran aktor asing.
Sejarah politik Lebanon kontemporer dapat dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama dari kemerdekaan pada 1943 hingga awal 1980-an, periode kedua sejak berdirinya Hizbullah pada 1982 hingga pembunuhan Rafik Hariri pada Februari 2005, dan periode ketiga sejak 2005 dan seterusnya. Dalam ketiga periode tersebut, peran aktor asing dalam pembangunan di Lebanon terlihat jelas.
Sebelum pembentukan Hizbullah, perbatasan bersama dengan wilayah pendudukan merupakan faktor utama dalam campur tangan asing dalam urusan dalam negeri Lebanon, tetapi setelah pembentukan Hizbullah, konfrontasi dengan perlawanan Lebanon menjadi alasan lain bagi aktor asing untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri negara ini.
Intervensi asing meningkat sejak tahun 2005, yaitu ketika pembunuhan Rafik Hariri dan meningkatnya tekanan untuk mengusir Suriah dari Lebanon, serta tuduhan bahwa Hizbullah terlibat dalam pembunuhan Rafik Hariri. Pada tahun 2008 terbentuk dua faksi,14 Maret (kubu pro-Barat) dan 8 Maret (kubu Muqawama).
Sejak saat itu, mendukung gerakan 14 Maret dan menghadapi gerakan 8 Maret menjadi agenda permanen bagi Arab Saudi, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa. Pendekatan ini juga tetap ditindaklanjuti dalam kasus kabinet Hassan Diab.
Tatanan politik dan sosial Lebanon merupakan faktor penting lain dalam pendeknya masa pemerintahan.
"Lebanon telah terbagi menjadi tiga kelompok dalam hal komposisi warga: Syiah, Sunni dan Kristen, dan kekuasaan terbagi di antara tiga kelompok ini," kata Mohammad Ali Mohtadi, seorang ahli urusan Asia Barat.
Konteks sosial sektarian di Lebanon mencegah pembentukan persatuan politik di antara kelompok-kelompok Lebanon. Aktor asing juga menggunakan konteks sosial dan kurangnya kohesi politik untuk mengejar tujuan mereka.
Pertanyaan penting lain adalah mengapa nasib kabinet Hassan Diab kurang dari tujuh bulan dan terpaksa bubar? Faktor pertama, kabinet Diab mewarisi beberapa masalah ekonomi.
Menurut data Bank Dunia pada April 2020, penduduk miskin Lebanon telah berlipat ganda dalam dekade terakhir, dan sekarang 45 persen penduduk negara itu hidup dalam kemiskinan. Namun, dari Oktober 2019 hingga Mei 2020, harga pangan di Lebanon naik 72 persen yang menambah ketidakpuasan masyarakat Lebanon.
Setiap dolar AS juga mencapai 8.000 lira, dan mata uang nasional Lebanon mengalami penurunan drastis. Sementara itu, menurut Dana Moneter Internasional (IMF), utang nasional Lebanon akan menjadi sekitar 162 persen dari PDB negara itu pada 2020 dan sekitar 167 persen pada 2021.
Ketidakpuasan ekonomi rakyat Lebanon menyebabkan beberapa putaran protes anti-pemerintah di Diab, sementara pemerintah ini tidak berperan dalam situasi ini dan hanya mewarisi masalah-masalah ini.
Faktor kedua dalam pengunduran diri pemerintah Diab adalah perang kognitif melawan pemerintah ini. Sementara pemerintah Diab mewarisi masalah Lebanon selama tiga dekade terakhir, dan pihak oposisi menyalahkan pemerintahan Diab yang baru dibentuk dan Poros Muqawama atas masalah tersebut.
Mereka menggunakan media tradisional dan modern untuk memutarbalikkan fakta, berbohong, dan memberikan gambaran yang salah. Dengan demikian, serangan politik dan media anti-pemerintah dibentuk dengan tujuan menuduhnya meruntuhkan ekonomi dan tidak berinteraksi dengan komunitas internasional.
Dalam pernyataan pengunduran dirinya, Nassif Hitti, Menteri Luar Negeri pemerintahan Diab, menyatakan bahwa salah satu alasan pengunduran dirinya adalah kurangnya interaksi pemerintah dengan masyarakat internasional. Padahal pemerintah Diab berada di bawah tekanan global yang intens, terutama dari Amerika Serikat.
Faktor ketiga pengunduran diri pemerintahan Diab adalah seriusnya pemerintah menangani dan memberantas kasus korupsi. Salah satu realitas pahit Lebanon adalah adanya korupsi struktural di negeri ini. Para ahli mengatakan bahwa dalam tiga dekade terakhir, hanya dua pemerintahan yang jujur yang berkuasa di Lebanon, pemerintahan Selim Hoss antara tahun 1998 dan 2000 dan pemerintahan Hassan Diab.
Salah satu tanda korupsi struktural di Lebanon adalah di bidang industri kelistrikan negara itu. Selama 10 tahun terakhir, hampir 47 miliar dolar telah dihabiskan untuk jaringan listrik di negara Lebanon yang kecil dan berpenduduk jarang, tetapi belum ada masalah yang diselesaikan dan rakyat Lebanon tidak memiliki listrik selama berjam-jam dalam sehari. Sistem perbankan Lebanon juga sedang berjuang melawan korupsi yang meluas. Kontrol bank Lebanon dimonopoli oleh sejumlah politisi dan bankir yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga Hariri.
Selama tujuh bulan terakhir, pemerintahan Hassan Diab telah menunjukkan tekad yang serius untuk memberantas korupsi dan memperkenalkan orang-orang yang korup, dan ini menjadi faktor dalam determinasi oposisi domestik yang kuat untuk menggulingkan pemerintahan ini. Penting untuk dicatat bahwa setelah pemboman Beirut, pengunjuk rasa memasuki gedung-gedung kementerian dan menghancurkan dokumen-dokumen terkait korupsi. Hal ini mengindikasikan bahwa demonstrasi menentang pemerintahan Diab adalah gerakan yang terorganisir.
Faktor keempat yang memaksa pemerintah Diab untuk mengundurkan diri adalah ledakan di Pelabuhan Beirut. Ledakan dahsyat pada 4 Agustus ini merupakan pukulan terakhir bagi pemerintah Hassan Diab yang mendapat tekanan hebat ini.
Pelabuhan ini memainkan peran penting dalam perekonomian Lebanon. Pelabuhan tersebut memasok 70 persen kebutuhan warga Lebanon dan merupakan jembatan antara tiga benua Eropa, Asia dan Afrika, serta melayani 3.100 kapal setahun.
Beberapa reservoir sensitif dan material strategis seperti gandum, barley, bahan bakar dan turbin listrik telah ditempatkan di pelabuhan ini. Ledakan di pelabuhan segera disertai dengan perang gesekan melawan pemerintah Lebanon dan Poros Muqawama, serta membuka jalan bagi demonstrasi dan kekerasan yang meluas terhadap pemerintah Lebanon. Kekerasan, yang dipicu oleh bentrokan antara tentara dan pengunjuk rasa, telah menewaskan sedikitnya satu orang dan melukai lebih dari 700 orang.
Pada saat yang sama, sejumlah menteri bergabung dengan oposisi dan pengunjuk rasa dan mengundurkan diri. Hassan Diab mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri Lebanon untuk mencegah berlanjutnya pengunduran diri dan jatuhnya mayoritas dari pemerintah, sehingga Lebanon akan melihat pemerintah bergerak maju untuk kedua kalinya dalam sembilan bulan terakhir dan tawar-menawar politik akan dibuat untuk mencalonkan perdana menteri baru. (RA)