Mar 31, 2021 10:37 Asia/Jakarta

Selama enam tahun berkuasa di Arab Saudi, Raja Salman bin Abdulaziz selain menorehkan catatan buruk seperti kegagalan di kebijakan luar negeri, kinerja raja negara kaya minyak ini juga dinilai negatif mengingat cadangan valuta asing Saudi mencapai titik terendah selama satu dekade terakhir.

Salman bin Abdulaziz berkuasa di Arab Saudi Januari 2015 setelah kematian saudaranya, Abdullah. Selama enam tahun lalu, Arab Saudi mengalami penurunan khususnya di dua sektor, ekonomi dan posisi regional. Sebelum Raja Salman berkuasa, Saudi belum pernah mengalami devisit anggaran, tapi selama beberapa tahun terakhir, devisit anggaran menjadi kendala serius bagi negara kaya minyak ini.

Pemerintah Riyadh tahun lalu mengalami devisit anggaran sebesar 79 miliar dolar. Cadangan valuta asing Arab Saudi pada Februari lalu dilaporkan mencapai titik terendah selama satu dekade terakhir. Berdasarkan laporan Bank Sentral Arab Saudi, cadangan valuta asing negara ini di bulan Februari turun 8,77 miliar dolar dan mencapai angka 441,3 miliar dolar. Ini merupakan angka terendah selama 10 tahun lalu. Di bulan Januari, cadangan valuta asing Arab Saudi tercatat sebesar 450,1 miliar dolar. Penurunan cadangan tersebut belum pernah terjadi selama 10 tahun terakhir, bahkan di bulan November 2010 saja, cadangan valuta asing Arab Saudi pernah lebih rendah dari saat ini, yakni sebesar 438,4 miliar dolar.

Dolar AS

Kinerja negatif pemerintah Raja Salman bukan hanya di sektor ekonomi, tapi di kebijakan luar negeri juga mengalami kegagalan beruntun. Berkuasanya Raja Salman dan anaknya Mohammad bin Salman, dibarengi dengan meletusnya perang Yaman, negara Arab termiskin di Asia Barat. Enam tahun berlalu dari pernag ini, namun bukan saja tidak terlihat tanda-tanda kemenangan, bahkan Al Saud menjadi pecundang terbesar dari perang ini. Seiring berlalunya waktu, kekalahan ini juga semakin besar, di mana sekutu Barat Riyadh bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mulai memikirkan untuk mengurangi tingkat kekalahan Riyadh.

Salah satu faktor terpenting dari penurunan ekonomi Arab Saudi, khususnya berkurangnya cadangan valuta asing negara ini adalah berlarut-larutnya perang di Yaman. Di awal perang Yaman, cadangan valuta asing Arab Saudi sekitar 700 miliar dolar, dan saat ini angka tersebut hanya sebesar 441 miliar dolar.

Isu lain adalah Al Saud di persaingan regional dengan Republik Islam Iran, bersama AS yang bersaing dengan Rusia, memilih menurunkan harga minyak dengan tujuan merusak perekonomian Tehran dan Moskow. Meski minyak dan pendapatan dari minyak merupakan isu internal bagi Arab Saudi, namun memanfaatkannya untuk memajukan persaingan regional dengan Iran di bidang kebijakan luar negeri menjadi catatan buruk lain Raja Salman di bidang ini. Iran dan Rusia berhasil melewati dampak dari anjloknya harga minyak, dan ekonomi mereka juga tidak runtuh, namun pendapatan minyak Arab Saudi justru menurun yang praktisnya menjadi faktor dari penurunan cadangan valuta asing negara ini.

Selain itu, militeralisme Arab Saudi juga isu internal, namun dimanfaatkan di bidang kebijakan luar negeri. Dengan kata lain, Raja Salman dan anaknya, Mohammad bin Salman yang melemahkan posisinya di keluarga Al Saud, mulai meminta bantuan kepada AS dan sejumlah negara Eropa untuk melanggengkan kekuasaannya dan menolak menyerah di persaingan regional.

Di sisi lain, AS dan Eropa tamak akan dolar Arab Saudi, dan mereka memberi syarat dukungan tersebut dengan pembelian senjata besar-besaran oleh Riyadh. Contoh paling jelas di kasus ini adalah Mantan Presiden AS, Donald Trump yang menyebut Arab Saudi sebagai "Sapi Perah". Meski ada kontrak minyak antara Arab Saudi dengan AS dan sejumlah negara Eropa, namun dengan perubahan pemerintah di AS serta berkuasanya Joe Biden, hubungan Riyadh dan Washington mulai mengalami perubahan dan tidak ada pembicaraan mengenai dukungan membabi buta terhadap Al Saud. Masalah ini juga menjadi faktor penurunan cadangan valuta asing, peningkatan kendala ekonomi Saudi dan kegagalan lain di kebijakan luar negeri Raja Salman. (MF)

 

 

Tags