Cina, Tantangan Geostrategi terbesar AS
(last modified Thu, 28 Oct 2021 12:45:11 GMT )
Okt 28, 2021 19:45 Asia/Jakarta
  • Mark Milley, kepala Staf Gabungan Militer AS
    Mark Milley, kepala Staf Gabungan Militer AS

Kepala Staf Gabungan Militer Amerika Serikat, Mark Milley menilai sangat mengkhawatirkan uji coba terbaru sebuah rudal ultrasonik Cina.

Ia menyebut kemampuan persenjataan Beijing lebih dari sekedar uji coba rudal tersebut dan mengatakan, Cina akan menjadi tantangan geostrategi terbesar bagi Amerika Serikat, dan Kami tidak ragu dalam hal ini.

Petinggi militer Amerika Serikat ini menjelaskan, perkembangan Cina sangat unik dan kami belum pernah melihat yang seperti itu. Mereka telah membangun pasukan yang sangat luar biasa dan menonjol.

Pandangan Kepala Staf Gabungan Militer Amerika terkait Cina sebagai tantangan terbesar geostrategi bagi Amerika di abad 21 sejatinya refleksi dan cerminan dari pandangan keseluruhan Washington terkait peran dan pengaruh serta kinerja Cina di kawasan Indo-Pasifik serta di tingkat internasional.

Laut Cina Selatan

Pemerintah Joe Biden mengejar kebijakan ofensif terhadap rival utama Amerika di tingkat internasional, yakni Cina dan Rusia. Di dokumen "Tuntutan sementara Strategi Keamanan Nasional" pemerintah baru Amerika yang dirilis akhir Januari 2021 disebutkan, ancaman terpenting terhadap Amerika dari dua kekuatan internasional Timur dan Eurosia, yakni Cina dan Rusia.

Meski demikian berbagai statemen petinggi Amerika menunjukkan bahwa menurut perspektif pemerintah Biden ancaman utama dan serius adalah Cina. Faktanya dengan berkuasanya Biden di Gedung Putih, tensi antara Amerika Serikat dan Cina bukan menurun, bahkan perang dingin antara dua negara ini meningkatkan kekhawatiran akan meletusnya konfrontasi antara dua kekuatan global ini.

Kekhawatiran sejati Washington, terlepas dari dakwaan berulang terhadap Beijing, kemunculan Cina sebagai kekuatan pertama ekonomi dunia dalam beberapa tahun kedepan serta kian meningkatnya kekuatan militer mereka di mana konstelasi keamanan saat ini dan posisi Amerika di Asia Timur sebagai kekuatan militer berpengaruh semakin ditantang. Oleh karena itu, Amerika ingin melemahkan Cina dengan harga apa pun.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antonio Blinken terkait hal ini mengatakan, "Kami akan memanajemen terbesar terbesar geopolitik abad 21 yakni hubungan kami dengan Cina. Hubungan kami dengan raksasa Asia ini akan kompetitif saat dibutuhkan, kooperatif saat dibutuhkan, dan bermusuhan saat dibutuhkan. Kami berbicara dengan China dari posisi kekuasaan."

Di dokumen keamanan Biden, "Panduan Sementara untuk Strategi Keamanan Nasional," menyatakan bahwa China adalah satu-satunya pesaing yang dapat menggunakan kekuatan ekonomi, diplomatik, militer, dan teknologinya untuk memaksakan tantangan abadi pada sistem internasional yang stabil.

Kritik tajam Washington terhadap langkah Cina fokus pada berbagai dimensi ekonomi, perdagangan, militer, keamanan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Dan kini Washington berencana mengendalikan Beijing termasuk melalui langkah bersama dengan sekutunya di Indo-Pasifik. Amerika mengklaim bahwa langkah beberapa tahun terakhir Cina khususnya di Laut Cina Selatan telah menimbulkan ancaman bagi pelayaran bebas dan mengancam keamanan negara-negara di sekitar perairan ini.

Selain itu, Beijing dengan serius menindaklanjuti pembangunan pulau reklamasi dengan tujuan memperluas wilayah perairannya demi tujuan ekonomi dan strategisnya di Laut Cina Selatan. Oleh karena itu, Amerika bersama sekutunya mulai memperkuat kehadiran angkatan laut dan udaranya di wilayah ini. Meski demikian, sejumlah pengamat meyakini bahwa Amerika Serikat meski telah mengeluarkan anggaran besar militernya, akan menjadi pecunding di perang total dengan Cina.

Laksamana Philip S. Davidson

Laksamana Philip S. Davidson, mantan komandan armada laut Indo-Pasifik Amerika mengatakan, militer Cina selama enam tahun kedepan akan unggul dari militer Amerika, dan kondisi yang ada di Asia Timur akan berubah.

Namun demikian Washington di periode Presiden Joe Biden menjadikan klaim soal ancaman Cina sebagai poin utama kebijakannya di kawasan Indo-Pasifik, dan mengejar pendekatan pembentukan koalisi anti Cina di kawasan geostrategi ini. Pembentukan pakta Quad yang terdiri dari AS, Australia, Jepang dan India serta Parta AUKUS antara AS, Inggris dan Australia dibentuk dalam koridor ini. (MF)