Mencermati Klaim Borrell soal Perundingan Pencabutan Sanksi Iran
(last modified Thu, 15 Sep 2022 12:32:34 GMT )
Sep 15, 2022 19:32 Asia/Jakarta
  • Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell
    Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengklaim perundingan untuk kembali ke JCPOA menemui jalan buntu.

Borrell menggulirkan klaim ini saat diwawancarai AFP. Borrell mengatakan, mengingat kondisi politik di Amerika dan mengingat bahwa banyak isu masih belum pasti, sangat disayangkan kami tetap berada dalam kebuntuan.

Sebelum jumpa pers, Borrell mengatakan bahwa alih-alih menyatukan pendapat, negosiasi mengenai kesepakatan nuklir Iran menjadi lebih jauh. Ia mengatakan, berbagai pendapat tidak semakin dekat, tapi kian menjauh. Borrell menyebutkan bahwa hal ini sangat mengkhawatirkan, karena bisa jadi membahayakan seluruh kesepakatan.

Amerika Serikat dan Iran selama beberapa pekan terakhir saling mengkaji jawaban dan tanggapan masing-masing terhadap teks usulan Uni Eropa untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir yang menurut Borrell merupakan teks draf terakhir dan usulan terakhir untuk mencapai kesepakatan soal menghidupkan kembali perjanjian nuklir JCPOA.

Perundingan Wina (dok)

Klaim terbaru Borrell terkait kebuntuan perundingan pencabutan sanksi dirilis ketika Iran secara transparan mengumumkan sikapnya terkait urgensi menerima tuntutan logis dan legal Tehran oleh Amerika untuk menjalankan kembali komitmen JCPOAnya, dan justru Barat khususnya Amerika yang senantiasa melakukan sabotase ketimbang mengambil sikap konstruktif untuk mensukseskan perundingan ini dan kembali ke komitmen JCPOA.

Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian seraya menjelaskan bahwa Iran berulang kali menunjukkan tekad yang cukup dan niat baik untuk mencapai langkah final bagi sebuah kesepakatan baik, kuat dan langgeng, mengatakan, "Kendala tunggal yang mencegah kesepakatan di kondisi saat ini adalah tidak adanya realisme dan tekad yang diperlukan oleh Amerika Serikat."

Bagaimana pun juga Barat, baik Troika Eropa maupun Amerika mengagendakan langkah-langkah yang tidak konstruktif dan merusak dengan tujuan meningkatkan tekanan terhadap Iran. Langkah terbaru tersebut adalah perilisan statemen Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Di sidang hari Rabu IAEA yang dihadiri 56 anggota, di mana 23 di antaranya adalah anggota Dewan Gubernur IAEA, dirilis resolusi anti-Iran dan Tehran dituding tidak melakukan kerja asma dengan lembaga pengawasan nuklir PBB.

Statemen ini diusulkan oleh AS dan Troika Eropa, serta Iran dituduh tidak bekerja sama di isu safeguard dengan IAEA. Meski ada pembacaan statemen anti-Iran di sidang hari Rabu IAEA terkait program nuklir Iran, tapi sidang ini berakhir tanpa perilisan resolusi. Wakil tetap Rusia di organisasi-organisasi internasional di Wina, Mikhail Ulyanov di sidang Dewan Gubernur IAEA mengatakan, diplomasi megafon (diplomasi dengan terompet) anti-Iran tidak efektif.

Langkah destruktif Barat ini menuai respon dari Iran. Menlu Iran, Hossein Amir-Abdollahian di kontak telepon dengan sejawatnya dari Oman menyebut perilisan statemen tidak konstruktif di sidang Dewan Gubernur IAEA tidak membuahkan hasil dan menandaskan, kunci mencapai titik kesepakatan yang diperlukan adalah fokus AS terhadap realisme dan menunjukkan tekad yang diperlukan.

Pemerintah Biden meski di klaim pertamanya terkait kembalinya dengan cepat AS ke JCPOA, tapi dalam prakteknya negara ini bertindak sangat lambat dan pada saat yang sama, dengan menghindari menerima tuntutan Iran, meskipun klaim berulang kali tentang perlunya kembali ke JCPOA, tampaknya bermaksud untuk mengambil langkah efektif dalam hal ini.

Sepertinya sejumlah faktor seperti tekanan rezim Zionis Israel, friksi dengan DPR dan masalah dalam negeri di AS menjadi penyebab berkurangnya minat pemerintah Biden untuk kembali ke JCPOA di bulan-bulan lalu. Tehran berulang kali menegaskan bahwa Amerika di kondisi sensitif ini harus mengambil keputusan penting dan mendasar, dan faktanya kini bola berada di wilayah Amerika untuk memulihkan kembali kesepakatan nuklir JCPOA.

Iran menegaskan bahwa keharusan untuk mencapai kesepakatan adalah pencabutan sanksi secara permanen dan ada jaminan, dan bahwa isu ini tidak boleh dijadikan alat untuk menekan Iran di masa mendatang, serta Tehran menghendapi sebuah kesepakatan yang menjamin ekonomi rakyat, perdagangan luar negeri Iran serta pencabutan sanksi dan pembatasan ilegal penjualan minyak harus dihapus.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani Chafi terkait hal ini menekankan, pencabutan sanksi dan pemanfaatan ekonomi oleh bangsa Iran merupakan tujuan mendasar kami, dan Iran berusaha keras terkait hal ini, serta hal ini merupakan prioritas utama tim juru runding Iran. (MF)