Iran Adukan AS ke Mahkamah Internasional ICJ
-
Mahkamah Internasional ICJ
Republik Islam Iran hari Senin (19/9/2022) mengadukan Amerika ke Mahkamah Internasional ICJ dan menuntut pembebasan asetnya yang dibekukan negara ini.
Pengadukan ini digulirkan bersamaan dengan lawatan Presiden Iran, Sayid Ebrahim Raisi ke New York dengan tujuan mencairkan aset sebesar dua miliar dolar yang berada di Amerika Serikat.
ICJ pekan ini menggelar sidang pertamanya untuk membahas berkas aset Iran yang diblokir. Iran di pengaduannya kepada ICJ meyakini bahwa Amerika melanggar Perjanjian Persahabatan (Treaty of Amity) antara kedua negara yang ditandatangani tahun 1955. Perjanjian ini mencakup hubungan ekonomi dan hak-hak konsuler. Mahkamah Internasional ICJ pada 3 Februari 2020 menolak protes Amerika terkait bahwa lembaga ini tidak memiliki kelayakan untuk mengkaji berkas pengaduan Iran terhadap Washington di kasus pelanggaran Perjanjian Persahabatan. Para hakim ICJ dengan 15 suara setuju dan satu suara menolak, menepis keberatan awal Amerika.

Amerika Serikat mengklaim bahwa mereka berencana untuk menggunakan aset beku Iran untuk membayar kompensasi kepada para korban tindakan yang diduga dan tanpa dokumen valid yang dikaitkan dengan Tehran. Sejalan dengan tindakan anti-Iran, sistem peradilan Amerika telah mengklaim bahwa keluarga dari 241 tentara Amerika yang tewas dalam serangan di markas besar pasukan Amerika di Beirut pada 23 Oktober 1983, menuntut kompensasi dari Iran.
Pada 20 April 2016, Mahkamah Agung AS mengizinkan penyitaan aset Iran senilai 1,75 miliar dolar yang diblokir di New York. Keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat mengenai aset Iran yang diblokir ini dibuat dalam rangka pendekatan ganda Amerika Serikat. Mahkamah Agung Amerika memerintahkan penyitaan aset-aset Bank Sentral Iran di Amerika Serikat, padahal pada dasarnya belum ada pengadilan internasional yang memberikan vonis mengenai penghukuman Iran karena tuduhan terlibat dalam ledakan markas besar Korps Marinir Amerika di Beirut pada tahun 1983.
Lembaga pengadilan Amerika telah berulang kali mencoba untuk membekukan aset Iran di bank-bank Amerika tanpa memiliki bukti yang kredibel tentang keterlibatan Iran dalam insiden teroris yang dikutip oleh pengadilan Amerika, sekedar untuk menekan Iran dan membuat negara ini tidak dapat mengakses sumber daya keuangannya. Di sisi lain, pemerintah Amerika jelas tidak hanya bekerja sama erat dengan pemerintah yang telah membunuh warga negara Amerika dalam insiden teroris seperti 11 September 2001, tetapi selalu berusaha untuk melindungi pemerintah tersebut, seperti Arab Saudi, dari tindakan hukum apa pun oleh lembaga peradilan Amerika.
Karena tindakan permusuhan dan ilegal Amerika Serikat, Iran mengajukan pengaduan ke Mahkamah Internasional pada Juni 2016 dan menuntut pembebasan aset-aset ini. Pada 13 Februari 2019, kasus pengaduan Iran terhadap Amerika Serikat memasuki tahap dengar pendapat substantif dan Mahkamah Internasional menolak klaim Amerika tentang tindakan teroris Iran. Tentu saja, ini bukan pertama kalinya Mahkamah Internasional menolak klaim Amerika tentang Iran. Setelah Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian nuklir JCPOA pada tahun 2018, Iran mengumumkan bahwa mereka akan mengadukan Amerika Serikat karena melanggar kewajiban internasionalnya, khususnya Perjanjian Persahabatan, Hubungan Ekonomi dan Hak Konsuler 1955.
Pengaduan Iran dicatat pada 16 Juli 2018. Setelah mengajukan pengaduan Iran dan sidang pendahuluannya, para hakim Mahkamah Internasional dengan suara bulat pada 3 Oktober 2018 seraya menyatakan bahwa mereka memiliki kelayakan yurisdiksi untuk mengkaji pengaduan Iran terhadap Amerika Serikat karena pelanggaran terhadap Perjanjian Persahabatan, Hubungan Ekonomi dan Hak Konsuler 1955 antara kedua negara, mereka menyuarakan untuk membatalkan sanksi farmasi, pertanian, makanan, kemanusiaan dan udara Amerika terhadap Iran.

Beberapa saat kemudian, Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka akan mengakhiri perjanjian damai 1955 antara negara itu dan Iran. John Bolton, Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat pada saat itu, mengatakan: Mahkamah Internasional tidak memahami bahwa ia tidak memiliki hak untuk merilis pendapat apa pun mengenai sanksi AS (terhadap Iran), yang didasarkan pada Perjanjian Persahabatan untuk melindungi keamanan kita.
Poin penting di sini adalah Amerika Serikat dengan merilis tudingan bahwa Iran memanfaatkan Mahkamah Internasional atau merilis klaim kelayakan pengadilan AS untuk memblokir aset Iran, berusaha untuk menyimpangkan alur pengkajian pengadulan Iran di Mahkamah Internasional. Meski demikian, Iran sampai saat ini memenangkan dua kasus di ICJ terkait tudingan teroris dan penjatuhan sanksi sepihak yang diterapkan setelah AS keluar dari JCPOA. Dan kali ini, mengingat justifikasi irasional Washington untuk membekukan aset Iran, Amerika Serikat tidak memiliki peluang untuk menang di ICJ. (MF)