Mencermati Tekanan Berkelanjutan terhadap Muslim Rohingya
(last modified Thu, 22 Dec 2022 05:11:52 GMT )
Des 22, 2022 12:11 Asia/Jakarta

Angkatan Laut Sri Lanka telah mengumumkan bahwa mereka telah menyelamatkan setidaknya 104 pengungsi Muslim Rohingya di lepas pantai utara Samudera Hindia.

Selama lebih dari satu dekade, Muslim Rohingya harus menerima nasib sebagai pengungsi di berbagai daerah, termasuk di Bangladesh, dan tinggal di kamp-kamp yang kekurangan fasilitas hidup, termasuk kesehatan dan obat-obatan.

Rumah-rumah Muslim Rohingya yang dibakar

Selain itu, pemerintah Bangladesh telah mengumumkan akan memindahkan sebagian pengungsi Rohingya ke pulau terpencil, yang membuat mereka semakin khawatir dengan kondisi kehidupan mereka.

Karena menurut laporan yang dipublikasikan, pulau terpencil ini adalah semacam pengasingan, yang konon tidak ada jalan kembali bagi Muslim Rohingya. Itulah sebabnya organisasi internasional telah memperingatkan pemerintah Bangladesh tentang hal ini.

Namun, pemerintah Bangladesh juga menunjukkan masalah sosial, keamanan, dan ekonomi yang disebabkan oleh kehadiran pengungsi Muslim Rohingya di negara ini dan menginginkan bantuan masyarakat internasional dalam hal ini.

Roy Sefat, seorang pakar masalah internasional, mengatakan:

“Lebih dari satu juta Muslim Rohingya hidup dalam kondisi mengungsi, termasuk di kamp Cox's Bazar di Bangladesh, di mana tidak ada fasilitas hidup normal, padahal penghuni kamp ini telah kehilangan rumah di Myanmar. Selain itu, mereka juga tidak memiliki harapan terkait kehadiran mereka di kamp-kamp. Ketidakmampuan pemerintah Bangladesh untuk membantu memperbaiki kehidupan mereka membuat Muslim Rohingya semakin khawatir tentang situasi mereka."

Pemerintah Bangladesh sebelumnya telah menandatangani perjanjian dengan pemerintah Myanmar bahwa Muslim Rohingya secara bertahap akan kembali ke rumah mereka setelah menciptakan kondisi yang diperlukan, termasuk di negara bagian Rakhine Myanmar.

Angkatan Laut Sri Lanka telah mengumumkan bahwa mereka telah menyelamatkan setidaknya 104 pengungsi Muslim Rohingya di lepas pantai utara Samudera Hindia.

Namun dalam praktiknya, pemerintah Myanmar bukan hanya tidak memenuhi komitmen ini dengan pemerintah Dhaka, sebaliknya, justru laporan yang diterbitkan menunjukkan berlanjutnya tekanan pada Muslim Rohingya untuk melarikan diri dari Myanmar.

Hal ini membuat Muslim Rohingya, yang menurut PBB adalah etnis minoritas paling tertindas di dunia, terus hidup di kamp-kamp dengan kondisi kehidupan yang paling buruk.

Dr. Iqbal, pakar urusan internasional, mengatakan:

"Muslim Rohingya yang menghadapi ketidakpastian dan banyak masalah kesehatan dan medis serta ditahan di kamp-kamp seperti penjara. Tidak ada keraguan bahwa mereka mencari kondisi hidup yang lebih baik di negara tetangga, tentu saja, meninggalkan kamp juga dapat membawa mereka ke perdagangan manusia."

Bagaimanapun, terlepas dari slogan yang diberikan oleh organisasi internasional Barat tentang membantu Muslim, tidak ada prospek yang jelas untuk meningkatkan kehidupan Muslim Rohingya dan mengakhiri pengusiran Muslim Rohingya, dan apa yang disebut pembela hak asasi manusia menutup mata terhadap situasi ini.

Kondisi ini membuat penguasa Myanmar semakin arogan untuk meningkatkan tekanan terhadap Muslim Rohingya untuk mengusir mereka dari rumahnya.

Sebab, tujuan utama para pelaku tekanan terhadap Muslim Rohingya yang merupakan militer ekstrim dan biksu Buddha ini adalah merampas harta benda, lahan pertanian, dan pusat-pusat perdagangan mereka.

Kamp pengungsi Muslim Myanmar

Untuk itu, di tengah kebungkaman forum internasional, khususnya PBB, genosida dan pengungsian Muslim Rohingya terus berlanjut di Myanmar, sedangkan Organisasi Kerja Sama Islam, sebagai organisasi internasional terbesar setelah PBB, sama sekali tidak peduli dengan situasi Muslim Rohingya.(sl)

Tags