Friksi di Sidang G20
Sidang G20 digelar dengan fokus pada agenda perang Ukraina, di mana berbagai negara anggota dilaporkan memiliki perbedaan serius di berbagai bidang politik dan ekonomi. Akhirnya pertemuan ini berakhir tanpa kesepakatan yang jelas.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov di pertemuan ini seraya mengisyaratkan bahwa Kelompok G20 tidak pernah membahas konflik global, tapi fokus pada kebijakan finansial dan ekonomi makro, mengatakan, kini setelah bertahun-tahun peringatan Rusia mulai mempertahankan diri, Kelompok G20 tiba-tiba mulai menunjukkan minatnya pada krisis Ukraina.
Pertemuan ini digelar ketika perang Ukraina menjadi agenda perbincangan anggota. Anggota juga memiliki pandangan berbeda dan terkadang kontradiktif terkait perang ini. Adapun Amerika Serikat dan sekutunya dalam statemennya menuntut Rusia dikecam karena menyerang Ukraina. Tapi delegasi Rusia dan Cina menentang tuntutan seperti ini.
Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen sebelumnya mengatakan bahwa perilisan statemen di sidang G20 untuk mengencam Rusia sepenuhnya penting. Meski demikian, dalam hal ini bukan saja tidak tercapai konsensus, bahkan terjadi friksi antara anggota yang mendorong kritik terhadap sikap Kelompok G20.
Berdasarkan laporan yang ada, perang Ukraina dari sisi ekonomi dan politik menimbulkan dampak ekonomi besar terhadap berbagai negara dunia, khususnya anggota G20. Namun negara-negara ini di pertemuannya malah menjadikan kesempatan ini untuk memajukan tujuan politiknya alih-alih membahas dampak domino perang tersebut terhadap perekonomian global.
Faktanya perang Ukraina ketika berubah menjadi agenda utama sidang G20, kelompok ini sebelumnya ternyata bungkam terhadap kejahatan Amerika Serikat di Irak, Libya dan Afghanistan. Lavrov terkait hal ini mengatakan, kelompok G20 hanya fokus pada krisis Ukraina, dan mengabaikan aksi Amerika sebelumnya di Irak, Libya, Afghanistan dan Yugoslavia, Saya bertanya kepada mereka yang menjadi ketua kelompok ini sebelumnya, selama bertahun-tahun, apakah pernyataan Kelompok G20 pernah mencerminkan situasi Irak, Libya, Afghanistan atau Yugoslavia atau tidak?
Padahal, tujuan pertemuan G20 adalah untuk menyelesaikan krisis ekonomi dunia dan mengurangi tekanan terhadap negara-negara berpenghasilan rendah. Tetapi Amerika dan sekutunya mengubahnya sesuai dengan tujuan mereka dan mencoba membuat konsensus lain melawan Rusia. Padahal, Amerika Serikat, sejalan dengan kebijakan unilateralisnya dalam dua dekade terakhir, dengan dalih perang melawan terorisme, dengan melancarkan perang regional, termasuk pendudukan Afghanistan dan Irak, serta intervensi di Suriah, telah menyebabkan ketidakstabilan dan ketidakamanan di Asia Barat. Sementara itu, Amerika Serikat bersikeras untuk melanjutkan kebijakan ini, contohnya adalah penekanan Washington pada kepemimpinan blok Barat dalam tindakan melawan Rusia dengan dalih perang Ukraina.
Wakil Tetap Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia seraya memprotes tidak diterapkannya keadilan di kasus ini mengatakan, kejahatan Barat di Irak diabaikan dan tetap tanpa dihukum.
Sejatinya sikap kontradiktif negara-negara Barat berbagai isu, kini semakin membayangi pertemuan Kelompok G20. Padahal inflasi di banyak negara dunia, perubahan iklim dan dampaknya, kelangkaan gandum serta eskalasi instabilitas akibat perang Ukraina mendorong warga banyak negara berharap pengambilan keputusan kolektif untuk menyelesaikan masalah, sementara pertemuan G20 malah berubah menjadi ajang perdebatan kedua pihak dan upaya Amerika untuk menciptakan konsensus lebih besar terkait perang Ukraina. (MF)