Krisis Ekonomi Turki Berlanjut
Nilai tukar euro yang memecahkan rekor terhadap lira Turki menunjukkan bahwa proses devaluasi mata uang nasional negara itu berlanjut dalam demam politik menjelang pemilu.
Standard Poor's, sebuah lembaga pemeringkat internasional memprediksi prospek ekonomi Turki yang negatif dalam sebuah laporan hari Sabtu (01/04/2023). Disintegrasi kebijakan keuangan dan ekonomi, pengurangan cadangan devisa yang parah, melemahnya stabilitas dan efektivitas badan keuangan pemerintah, peningkatan inflasi dan semakin dalam defisit anggaran dalam beberapa bulan terakhir, serta konsekuensi ekonomi dari gempa bumi baru-baru ini telah menyebabkan diadopsinya keputusan ini oleh Standard Poor's.
Menurut laporan Tasnim News, inflasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan masalah yang terkait dengan penyediaan kebutuhan dasar di sektor perumahan, transportasi, energi, dan pangan telah mempersulit hidup jutaan keluarga Turki. Seiring dengan kenaikan inflasi, pengangguran juga menimbulkan masalah ekonomi di Turki.
Salah satu kritik terpenting dari lawan Erdogan adalah bahwa independensi Bank Sentral Turki telah diabaikan dan semua keputusan keuangan dan moneter negara telah dipaksakan oleh presiden sendiri dan para ahli bank sentral.
Menurut laporan Standard Poor's, dari sudut pandang bank global dan lembaga keuangan internasional, Turki adalah negara yang tidak dapat dengan mudah membayar pokok pinjaman dan bunganya. Oleh karena itu, hanya bank yang bersedia memberikan pinjaman kepada negara ini, mereka menuntut lebih banyak bunga dengan syarat cicilan khusus.
Sementara itu, akumulasi utang luar negeri Turki pada akhir tahun 2022 telah diumumkan sebesar 459 miliar dolar, sebuah angka yang dianggap sebagai rekor dalam sejarah Turki dan telah melampaui 50% dari pendapatan nasional bruto negara tersebut. Pengumuman statistik ini telah meningkatkan biaya pinjaman pemerintah Turki di bank asing secara eksponensial.
Kelemahan pemerintah Turki dalam menghasilkan pendapatan serta menyediakan sumber daya keuangan dan devisa baru dalam beberapa tahun terakhir dan pinjaman luar negeri untuk proyek-proyek besar telah membuat pemerintah terlilit hutang.
Sementara itu, rakyat Turki akan pergi ke tempat pemungutan suara pada 14 Mei tahun ini untuk memilih presiden dan anggota parlemen negara ini, jajak pendapat menunjukkan bahwa rakyat negara ini tidak puas dengan kinerja Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki dan pemimpin partai yang berkuasa di negara ini.
Para pakar politik menganggap penyebab terpenting ketidakpuasan rakyat Turki terhadap pemerintah saat ini adalah inflasi dan krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.(sl)