Okt 08, 2023 11:13 Asia/Jakarta

Perbedaan pendapat mengenai masalah imigran di antara negara-negara Uni Eropa, meskipun baru-baru ini ada kesepakatan mengenai masalah ini, ternyata masih tetap ada. Isu ini menjadi sorotan pada pertemuan para pemimpin Uni Eropa di Granada, Spanyol, di mana krisis imigran menjadi agenda utama. Topik kebijakan migrasi Uni Eropa dan cara menangani imigran ilegal atau pencari suaka menjadi fokus utama pembicaraan para pemimpin Uni Eropa di Granada.

Saat ini, Uni Eropa terpecah antara negara-negara yang mendukung inisiatif Brussel dalam distribusi imigran di antara anggotanya, dan negara-negara seperti Hongaria atau Polandia, yang dikuasi pemerintahan sayap kanan, menganggap masuknya imigran ilegal atau pencari suaka sebagai ancaman.

Meskipun kedua negara tersebut menentang kesepakatan yang ditengahi UE untuk melakukan perubahan guna menangani migrasi ilegal pada saat blok tersebut menghadapi gelombang besar imigran, tetapi UE berharap dapat mencapai kesepakatan sebelum putaran pemilihan parlemen berikutnya untuk mengubah perjanjian ini menjadi undang-undang.

Bendera Uni Eropa

Organisasi-organisasi Non-Pemerintah (Ornop) percaya bahwa perubahan baru ini dapat meningkatkan risiko pengembalian pencari suaka ke negara asal mereka.

Para duta besar negara-negara UE mencapai kesepakatan pada hari Rabu di Brussel mengenai rencana reformasi kebijakan migrasi di serikat ini.

Negosiasi mengenai kesepakatan yang dicapai dengan perwakilan Parlemen Eropa diperkirakan akan terus berlanjut.

Di antara ketentuan rencana reformasi kebijakan migrasi Uni Eropa, kita dapat menyebutkan perpanjangan masa penahanan pencari suaka di luar perbatasan Uni Eropa jika menghadapi krisis serupa dengan krisis tahun 2015-2016.

Kabar tercapainya kesepakatan mengenai rencana ini diumumkan oleh Spanyol sebagai presiden bergilir Dewan Uni Eropa.

Selama beberapa bulan terakhir, Jerman menentang rencana reformasi kebijakan migrasi Uni Eropa karena alasan kemanusiaan.

Akhirnya, para menteri dalam negeri Uni Eropa berhasil mendapatkan kerelaan dari Berlin dalam pertemuan mereka di bulan September.

Namun, dalam beberapa pekan terakhir Italia menentang peran yang diharapkan dari Organisasi Non-Pemerintah yang menyelamatkan pencari suaka di Mediterania.

Roma sempat mengkritik kebijakan migrasi Jerman yang memberikan bantuan keuangan kepada beberapa Ornop untuk membantu pencari suaka.

Akhirnya, Jerman dan Italia berhasil mencapai kesepakatan mengenai rencana bersama pada hari Rabu.

Namun, kesepakatan ini dicapai antara dua negara yang tidak memiliki penolakan mendasar terhadap penerimaan imigran ilegal atau pencari suaka.

Perbedaan pendapat mengenai masalah imigran di antara negara-negara Uni Eropa, meskipun baru-baru ini ada kesepakatan mengenai masalah ini, ternyata masih tetap ada. Isu ini menjadi sorotan pada pertemuan para pemimpin Uni Eropa di Granada, Spanyol, di mana krisis imigran menjadi agenda utama. Topik kebijakan migrasi Uni Eropa dan cara menangani imigran ilegal atau pencari suaka menjadi fokus utama pembicaraan para pemimpin Uni Eropa di Granada.

Sementara negara-negara Eropa Timur, khususnya Polandia dan Hongaria, pada dasarnya menentang penerimaan pencari suaka.

Kedua negara ini adalah penentang utama reformasi migrasi dan telah memberikan suara menentangnya.

Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell memperingatkan beberapa hari yang lalu bahwa UE sedang berjuang dengan perpecahan yang mendalam mengenai kebijakan migrasi dan bahwa masalah migrasi dapat menyebabkan pembubaran UE.

Menekankan perlunya mengadopsi kebijakan migrasi bersama oleh semua anggota UE, Borrell mencatat bahwa anggota serikat ini belum mencapai konsensus mengenai masalah migrasi.

Menurutnya, Meskipun terdapat penetapan perbatasan eksternal bersama, para anggota UE masih belum sepakat mengenai cara mengelola arus migrasi ke UE secara efektif.

Mengingat negara-negara anggota Uni Eropa dituntut untuk selalu melaksanakan keputusan-keputusan Brussel, maka persoalan migrasi praktis menjadi tantangan besar bagi sebagian negara anggota Uni Eropa tersebut.

Negara-negara ini menghadapi masalah konflik antara kedaulatan dan kepentingan nasional serta implementasi keputusan dan hukum Uni Eropa.

Borrell menganggap perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan budaya dan politik yang mendalam antara negara-negara anggota UE.

Meluasnya krisis migrasi, serta krisis ekonomi dan politik lainnya, membuat UE telah menghadapi tantangan serius dalam beberapa tahun terakhir dan memicu perbedaan pendapat di antara para pemimpin negara-negara Eropa.

Para imigran diselamatkan di laut

Kelalaian dan kepicikan Barat telah meningkatkan dimensi kemanusiaan dan sosial dari krisis pengungsi dan imigran ilegal dari Afrika dan Asia Barat dari hari ke hari, dan para pengungsi yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan telah mengembara dalam kondisi terburuk di negara-negara Eropa.

Eksploitasi politik terhadap krisis migrasi dan munculnya slogan-slogan populis, terutama oleh gerakan dan partai sayap kanan untuk mendapatkan kekuasaan, telah menimbulkan ketakutan publik dan meluasnya sentimen anti-imigran di masyarakat Eropa.(sl)

Tags