Seruan Presiden Kazakhstan Tumpas Terorisme
Presiden Kazakhstan, Nursultan Nazarbayev menegaskan komitmen negaranya untuk melanjutkan pemberantasan terorisme.
Nazarbayev dalam pertemuan yang dihadiri kelompok minoritas di Astana, ibu kota Kazakhstan, mengatakan, pasukan keamanan Kazakhstan bertekad melanjutkan upayanya menumpas terorisme. Sebelumnya, Presiden Nazarbayev dalam sebuah pernyataan menegaskan akan mencabut kewarganegaraan orang-orang yang terlibat dengan kelompok teroris Daesh. Pada 12 April 2017, Nazarbayev mengatakan, Warga negara Kazakhstan yang bergabung dengan kelompok teroris semacam Daesh akan kehilangan kewarganegaraannya.
Sebelumnya, pemerintah Astana melakukan tindakan preventif mengenai orang-orang yang memisahkan diri dari Daesh dan kembali ke negaranya. Tapi keputusan tersebut tidak membuahkan hasil. Presiden Republik Kazakhstan dalam statemen terbarunya mengungkapkan sekitar 500 hingga 600 orang warga Kazakhstan bergabung dengan kelompok teroris Daesh. Pada Desember tahun lalu, kementerian urusan agama dan masyarakat sipil Kazakhstan menyebutkan sebanyak 17.000 orang menjadi pengikut kelompok Salafi.
Di Kazakhstan, pengikut Wahabi menyebut diri mereka sebagai salafi dan mengaku sebagai bagian dari Sunni. Padahal jika ditelisik lebih dalam keduanya berbeda. Wahabisme baru berdiri sekitar 200 tahunan lalu di Hijaz untuk mendukung berdirinya rezim Al Saud, yang kini menjadi negera bernama Arab Saudi. Ideologi Wahabisme meyakini mazhab Islam seperti Syiah, bahkan Sunni sendiri sebagai kafir. Dengan pandangan takfiri inilah mereka dengan mudah mengkafir-kafirkan pihak lain, dan meyakini hanya merekalah yang benar sebagai representasi Islam.
Lebih dari itu, para penganut Wahabi memandang orang-orang di luar dirinya, terutama Syiah sebagai kelompok yang halal darahnya. Oleh karena itu, para pendukungnya tidak segan-segan untuk melancarkan berbagai aksi kekerasan terhadap sesama Muslim, dan penganut agama lain di berbagai penjuru dunia. Tidak heran jika kelompok teroris semacam Daesh lahir dari rahim Arab Saudi.
Kemiskinan dan kebodohan juga dimanfaatkan oleh kelompok teroris Daesh untuk merekrut anggota, termasuk dari Kazakhstan. Penelitian menunjukkan bahwa Kazakhstan menjadi negara terbesar di kawasan Asia Tengah sebagai pemasok kelompok radikal dan teroris, yang berafiliasi dengan Wahabisme.
Terkait hal ini, Dulat Avbrayev, salah seorang pejabat kementerian dalam negeri Kazakhstan mengatakan, "Kemiskinan dan rendahnya pendidikan di kalangan rakyat, terutama para pemuda sebagai faktor utama kecenderungan mereka bergabung dengan ekstremis. Kebanyakan anggota kelompok ekstremis adalah para pemuda desa berusia 25 hingga 35 tahun yang hidup dari keluarga miskin besar, dan tidak mengenyam pendidikan tinggi,".
Pertumbuhan kelompok-kelompok radikal juga dipicu oleh kurangnya perhatian para penguasa di negara-negara kawasan Asia Tengah, termasuk Kazakhstan terhadap masalah ekonomi dan sosial rakyatnya, termasuk masalah lapangan kerja. Oleh karena itu, penumpasan terorisme juga perlu dibarengi dengan upaya mengatasi masalah yang menimpa rakyat negara kawasan itu.