Amerika Tinjauan dari Dalam 1 Juni 2019
Perkembangan yang terjadi di AS selama sepekan terakhir menyoroti sejumlah isu penting di antaranya; Kunjungan Trump ke Tokyo dan Friksi Dagang AS-Jepang, Hakim Diberhentikan Sementara karena Kritik Trump, Petinggi AS Klaim tak Ingin Provokasi Iran, Peringatan Bernie Sanders akan Dampak Haus Perang Trump dan Bisnis Senjata Trump dengan Negara-negara Arab.
Kunjungan Trump ke Tokyo dan Friksi Dagang AS-Jepang
Televisi NHK Jepang mengkonfirmasikan berlanjutnya friksi dagang antara Jepang dan Amerika Serikat meski Presiden Donald Trump berkunjung ke Tokyo.
Menurut laporan televisi NHK hari Ahad (26/05), meski Trump berkunjung selama empat hari ke Tokyo untuk melakukan perundingan petinggi negara ini di berbagai bidang, laporan terbaru menunjukkan bahwa friksi kedua negara terkait isu-isu perdagangan masih ada dan belum terselesaikan.
Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, Yoshimitsu Motegi dan Utusan dagang AS Robert Lighthizer hari Sabtu (25/05) bertemu di Tokyo membicarakan isu perdagangan.
Motegi usai pertemuan ini kepada wartawan mengatakan, pertemuan resmi Trump dan PM Shinzo Abe tidak akan membantu menyelesaikan friksi dagang kedua negara serta friksi terkait teknologi maju.
Bertepatan dengan kunjungan Trump ke Jepang, Tokyo hari Sabtu dilanda protes anti Amerika Serikat.
Hakim Diberhentikan Sementara karena Kritik Trump
Seorang hakim Amerika Serikat dilaporkan diberhentikan sementara tanpa gaji selama enam bulan karena mengkritik Presiden Donald Trump.
Kantor berita AFP melaporkan Dewan Tinggi negara bagian Utah, di barat AS mengumumkan, Michael Kwan dengan pengalaman kerja 20 tahun dibebastugaskan selama enam bulan tanpa gaji karena mengkriti presiden Trump di tempat kerjanya dan media sosial.
Hakim ini di akun facebooknya menulis ujaran anti Trump di tahun 2016, padahal saat itu Trump belum menjadi kandidat pilpres.
Pasca kemenangan Trump, Kwan masih tetap bersikeras dengan ujarannya tersebut dan 20 Januari 2017 saat pelantikan Trump ia menyatakan bahwa Trump tidak memiliki kemampuan memimpin dan kelayakan politik.
Beberapa hari kemudian, Kwan mengisyaratkan berkuasanya seorang fasis dan menyeru kewaspadaan terhadap anggota kubu Republik di Kongres karena takut mereka mengubah parlemen AS menjadi Reichstag.
Keputusan pengadilan ini dirilis ketika Donald Trump memanfaatkan akun pribadinya di twitter untuk menyerang elit politik anti Gedung Putih.
Petinggi AS Klaim tak Ingin Provokasi Iran
Kepala Staf Gabungan Militer Amerika Serikat, Joseph Dunford saat menjustifikasi pengiriman pasukan negara ini ke Asia Barat mengklaim, Washington ingin membentuk pertahanan terhadap Iran dan tidak ingin memprovokasi Tehran.
Joseph Dunford Rabu (30/05) terkait pengiriman ratusan pasukan Amerika ke wilayah Asia Barat dan penempatan kapal induk dan pembom di dekat Teluk Persia mengklaim, tujuannya bukan untuk memprovokasi dan memperkuat serangan ofensif di kawasan, tapi untuk membela pasukan kami serta memperkokoh pertahanan sama seperti pengiriman pasukan sebelumnya.
Dunford meminta Republik Islam Iran untuk tidak menilai tindakan Amerika ini sebagai langkah provokatif.
Presiden AS Donald Trump Jumat (24/05) mengkonfirmasikan pengiriman 1500 tentara baru negara ini ke Asia Barat dan mengatakan, langkah ini untuk menghadapi ancaman Iran di kawasan.
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei selama pertemuan dengan ribuan dosen universitas Iran mengisyaratkan reprei AS terhadap Iran dan mengatakan, Republik Islam Iran memiliki sarana represif yang diperlukan untuk melawan tekanan Amerika Serikat.
Peringatan Bernie Sanders akan Dampak Haus Perang Trump
Seorang senator senior Amerika saat merespon eskalasi tensi antara AS dan Iran mengatakan, Trump tidak mengambil pelajaran dari peristiwa sebelumnya dalam kasus ini.
Seperti dilaporkan FOX News, Bernie Sanders, calon kandidat presiden dari kubu Demokrat menambahkan, Trump dan anggota kabinetnya tidak belajar dari perang mengerikan di Irak dan ada individu seperti John Bolton yang berbicara mengenai pentingnya perang dengan Republik Islam Iran.
Bernie Sanders mengingatkan, "Jika kalian berpikir bahwa perang Irak sebuah tragedi, maka saya meyakini bahwa perang dengan Iran akan sangat buruk. Perang dengan Iran bukan saja sebuah tragedi, bahkan ilegal."
Beberapa waktu ini kita menyaksikan statemen kontradiktif Presiden AS Donald Trump dan sejumlah anggota kabinetnya terkait terjadinya tensi lebih besat antara AS dan Iran serta muncul banyak protes atas pendekatan kabinet Amerika saat ini dan peringatan akan dampaknya.
Beberapa waktu lalu 76 elit politik dan veteran militer Amerika dalam surat terbukanya memperingatkan kepada Trump atas eskalasi tensi antara Tehran dan Washington.
Bisnis Senjata Trump dengan Negara-negara Arab
Pemerintahan Donald Trump akan mengabaikan Kongres terkait penjualan senjata ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Yordania senilai miliaran dolar.
Pemerintah AS terus meningkatkan ketegangan dengan Iran setiap hari. AS bahkan telah beralih ke ancaman militer dalam konteks kebijakan tekanan maksimum terhadap Republik Islam.
AS telah mengerahkan kapal induk USS Abraham Lincoln dan empat pembom strategis B-52 ke wilayah Asia Barat. Setelah keputusan itu, media-media dunia kemudian berbicara tentang kemungkinan perang AS dengan Iran.
Trump dalam cuitan bernada ancaman di akun Twitter-nya menulis, "Jika Iran ingin berperang, maka itu akan menjadi akhir resmi dari Iran." Namun, Trump beberapa jam kemudian mengatakan, "Saya bukan orang yang akan berperang dengan Iran."
Pendekatan AS dalam konteks tekanan maksimum terhadap Iran, lebih mengarah pada perang psikologis. Dalam sebuah keputusan baru, Trump mengumumkan bahwa 1.500 pasukan baru akan dikerahkan ke wilayah Asia Barat. Padahal, sebelumnya dia mengatakan AS tidak perlu mengirim lebih banyak pasukan ke kawasan.
Keputusan AS menjual senjata ke negara-negara Arab menunjukkan bahwa Trump selain sedang melakukan perang psikologis terhadap Iran, juga berusaha untuk terus memeras negara-negara kaya Arab, termasuk Arab Saudi dan UEA.
Pada dasarnya, Trump – sebagai seorang pebisnis – memandang negara-negara seperti Saudi dan UEA sebagai "sapi perah."
Oleh sebab itu, Trump mengeluarkan perintah ekspor senjata ke Arab Saudi, UEA, dan Yordania senilai lebih dari 8 miliar dolar dengan alasan bahaya ancaman Iran bagi sekutu AS di kawasan.
Menurut data kontrak senjata Kongres AS yang dirilis pada November 2017, Trump telah menjual sekitar 49 miliar dolar senjata ke berbagai negara dunia sejak 20 Januari sampai November 2017.
Bahrain, Arab Saudi, dan UEA tercatat sebagai importir terbesar senjata dari AS.
Namun, kontrak penjualan senjata ke Saudi senilai 110 miliar dolar yang ditandatangani Trump pada 2017 lalu di Riyadh, tidak dimasukkan dalam laporan Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan AS.