Upaya AS Kobarkan Perang di Asia Barat
Setelah aksi kejahatan Amerika meneror Komandan pasukan Quds IRGC, Letjen Qasem Soleimani dan Wakil komandan Hashd al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis beserta rombongan, Iran menekankan akan membalas keras aksi kejahatan ini.
Petinggi senior Amerika Serikat saat menyikapi janji Iran tersebut, berusaha menunjukkan sikap yang diluarnya tanpak kuat dan penuh ancaman sehingga dapat menakut-nakuti Tehran.
Sekaitan dengan ini, Presiden AS Donald Trump Selasa (07/01) mengatakan, jika Iran melakukan sesuatu yang tidak seharusnya, maka Tehran akan menghadapi dampak sangat keras. Trump mengklaim, Amerika akan menunjukkan respon dan balasan atas setiap langkah Iran, termasuk potensi serangan ke Iran.
Trump selama memimpin Amerika sejak tahun 2017 senantiasa mengambil pendekatan mengancam negara lain khususnya Republik Islam Iran dan kini menyikapi Iran dengan kebijakan represi maksimum sehingga menurut anggapannya mampu mencegah Tehran melakukan aksi balas dendam atas teror terhadal Syahid Soleimani berserta rombongan dengan menakut-nakuti petinggi Iran.
Washington yang memahami dengan benar atas langkah-langkah destruktifnya bagi perdamaian dan stabilitas di Asia Barat, juga selama beberapa pekan terkhir mulai menambah jumlah pasukannya di kawasan dan sedikitnya 14 ribu personil baru dikirim ke Asia Barat. Tak hanya itu, Amerika mulai merelokasi peralatan logistik dan pasukannya khususnya ke kawasan Teluk Persia. Sabtu (04/01) sekitar 2200 marinir Amerika bersama Kapal USS Bataan (LHD-5) dikirim ke Asia Barat.
Menurut seorang staf Dephan Amerika, rute kapal perang ini dialihkan dan partisipasi marinir AS di manuver Maroko dibatalkan serta pasukan ini akan bergabung dengan Divisi Lintas Udara Airborne ke-82 yang bergerak dari pangkalan Fort Bragg, Carolina Utara ke Irak.
Amerika hari Jumat lalu juga mengirim 3000 pasukan cadangan untuk memperkuat pasukannya di kawasan menyusul gugurnya Letjen Qasem Soleimani. Washington baru-baru ini, setelah serangan ke kedubes AS di Baghdad, menempatkan 700 pasukannya di Kuwait dan menempatkan enam pesawat pembom B-52 di kepulauan Diego Garcia di Samudra Hindia.
Serangkaian langkah Amerika ini menunjukkan bahwa pemerintah Trump berencana melakukan petualangan di kawasan dan untuk itu, Washington menempatkan pasukannya secara besar-besaran di kawasan Teluk Persia.
Meski ada langkah seperti ini, Iran masih tetap merealisasikan janjinya menuntut balas dan menembakkan rudal pada Rabu (08/01) dini hari ke pangkalan Ain al-Arab di al-Anbar, lokasi penempatan utama pasukan Amerika di Irak. Serangan di lancarkan pukul 1:20 dini hari, waktu yang sama saat penembakan drone Amerika terhadap Letjen Soleimani beserta rombongan. Pentagon juga mengklaim bahwa pangkalan militernya di Arbil juga diserang.
Trump pasca serangan balasan in di cuitannya di Twitter seraya putus asa menulis, "Segala sesuatunya baik-baik saja! Rudal ditembakkan dari Iran ke dua pangkalan militer di Irak. Sampai saat ini kondisi masih baik! Kami memiliki peralatan militer paling kuat dan terlengkap di seluruh dunia."
Trump ketika berusaha menunjukkan dirinya berdarah dingin, selama beberapa hari terakhir saat menjawab ancaman balas dendam dari Iran mengklaim bahwa jika Iran melakukannya, maka ia akan menunjukkan respon keras.
Mantan petinggi Amerika menyusul serangan rudal ini, mengkritik pedas Donald Trump. John Kerry, mantan menlu AS di cuitannya menulis, "Sangat disayangkan bahwa pemerintah Amerika mendahulukan konfrontasi dari diplomasi. Saya pikir ini sebuah tragedi bagi seluruh dunia."
Republik Islam Iran dengan serangan ini balasan tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak pernah takut atas ancaman Trump dan seluruh petinggi Amerika serta memiliki tekad serius untuk melawan pendekatan agresif dan koersif Washington serta memberi balasan kuat atas kejahatan AS khususnya teror terhadap Letjen Soleimani. (MF)