Amerika Tinjauan dari Dalam, 2 Mei 2020
Dinamika Amerika Serikat selama beberapa hari terakhir diwarnai berbagai isu di antaranya blunder Trump mengusulkan penyuntikan disinfektan untuk melawan Corona.
Selain itu, Trump sudah mengantongi informasi sebelum wabah Corona, virus Corona dan prospek suram ekonomi AS dan trik baru Amerika Serikat untuk mempertahankan embargo senjata Iran.
Blunder Trump Soal Suntikan Disinfektan untuk Melawan Corona
Sejumlah warga kota New York mengalami keracunan, dan dilarikan ke rumah sakit setelah mengikuti anjuran Presiden Amerika Serikat mengkonsumsi disinfektan dan cairan pemutih pakaian untuk membunuh Virus Corona.
Situs MSN melaporkan, Pusat Kontrol Racun kota New York melaporkan 30 kasus keracunan akibat mengkonsumsi disinfektan dan pemutih, pada hari Kamis (23/4) mulai pukul 9 pagi hingga 15 petang, atau sekitar 7 jam setelah Presiden Donald Trump menyarankan konsumsi disinfektan untuk membunuh Covid-19.
Pusat Kontrol Racun New York menambahkan, dari 30 kasus tersebut, 9 orang keracunan karena mengkonsumsi Lysol, sejenis pembersih lantai kuat, 10 orang karena mengkonsumsi pemutih, dan 11 lainnya karena mengkonsumsi produk pembersih lainnya.
Pada hari Kamis (23/4) Presiden Amerika mengatakan, disinfektan dapat membunuh Virus Corona dalam waktu 1 menit, apakah ada jalan untuk menyuntikkannya ke tubuh atau mencuci paru-paru dengan bahan itu ?
Tidak lama setelah itu sejumlah pejabat kesehatan Amerika mengumumkan bahwa saran Trump itu berbahaya, dan meminta masyarakat tidak mencoba menjalankannya
Selain itu Trump juga mengusulkan iradiasi tubuh pasien virus corona dengan sinar UV (ultraviolet).
"Jadi seandainya tubuh kita terpapar - oleh sinar ultraviolet atau cahaya yang sangat kuat, saya pikir Anda mengatakan belum memeriksa tetapi Anda akan mengujinya," kata Trump kepada Dr Deborah Birx koordinator respons virus corona Gedung Putih.
Dia menambahkan, "Dan kemudian saya berkata, seandainya Anda memasukkan cahaya ke dalam tubuh, yang bisa Anda lakukan melalui kulit atau dengan cara lain. Dan saya pikir Anda mengatakan akan mengujinya juga. Kedengarannya menarik.
Terkait ide-ide Trump itu, sejumlah dokter AS mengungkapkan pandangannya. Dr Deborah Birx mengatakan, usulan Trump tentang sinar UV hilangkan virus corona belum bisa dilakukan.
"Bukan sebagai pengobatan," kata Dr Birx.
Maksud saya, lanjutnya, tentu saja demam adalah hal yang baik, ketika Anda demam itu membantu tubuh merespons. Tetapi saya belum melihat panas atau cahaya sebagai pengobatan.
Pernyataan Trump tersebut juga menuai banyak kritik dari berbagai kalangan.
Setelah terjadi banyak yang melakukan sarannya, Presiden AS Donal Trump mengatakan tidak mau bertanggung jawab atas peningkatan jumlah warga yang meminum disinfektan.
Stasiun televisi CNN melaporkan, Donald Trump mengumumkan, saya tidak bertanggung jawab atas adanya peningkatan jumlah warga Amerika yang meminum disinfektan karena mengikuti saran untuk membunuh Virus Corona di tubuh.
Presiden Amerika mengaku tidak mengetahui ada lonjakan jumlah warga yang meminum disinfektan setelah ia menyampaikan kiat untuk melawan Covid-19.
Trump Sudah Tahu Sebelum Wabah Corona
Presiden Amerika Serikat tidak membantah laporan-laporan yang menyebutkan bahwa dirinya sudah diperingatkan berulangkali tentang wabah Covid-19 sebelum virus itu menyebar luas dan memakan banyak korban.
Donald Trump mengakui bahwa sebelumnya sejumlah dinas intelijen Amerika sudah berulangkali memperingatkan dirinya soal penyebaran Virus Corona.
Seperti ditulis surat kabar The Independent, dalam sebuah jumpa pers, Trump ditanya apakah benar ada beberapa laporan yang menyebutkan pada Januari dan Februari 2020, ia sudah diperingatkan tentang penyebaran Virus Corona.
Trump menjawab, harus saya periksa, saya ingin memeriksa lebih teliti tanggal disampaikannya peringatan-peringatan itu.
Surat kabar Washington Post, Senin pekan lalu menulis, Donald Trump sudah diperingatkan berulangkali tentang bahaya Virus Corona dalam laporan-laporan intelijen bulan Januari dan Februari lalu.
Beberapa pejabat dan mantan pejabat Amerika yang tidak ingin diungkap identitasnya mengatakan, peringatan-peringatan yang lebih dari 12 kali, dan disampaikan saat Trump masih menganggap remeh bahaya Covid-19 itu, dicatat dalam ringkasan laporan terkategorisasi harian tentang isu-isu global dan ancaman keamanan.
Sementara itu, Gubernur Negara Bagian New York, Amerika Serikat mengatakan, hasil penelitian menunjukkan bahwa Virus Corona masuk ke New York dari Eropa, bukan Cina.
Reuters melaporkan, Andrew Cuomo menuturkan, kebijakan larangan bepergian yang diterapkan Presiden Donald Trump terlambat mencegah penyebaran wabah Covid-19 di Amerika.
Mengutip hasil penelitian di Universitas Northeastern, Cuomo memperkirakan lebih dari 10.000 orang tertular Covid-19 di New York setelah pemerintah mengumumkan kasus pertama Corona pada 1 Maret 2020.
Ia menambahkan, kemungkinan Virus Corona masuk ke negara bagian New York dari Italia.
Menurut Andrew Cuomo, pada bulan Januari dan Februari 2020, lebih dari 2 juta orang dari Eropa mendarat di bandara New York dan New Jersey, dan sebagian besar mereka diduga terinfeksi Virus Corona.
Imbas Corona, Prospek Suram Ekonomi AS
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett memperingatkan bahwa pengangguran dapat mencapai tingkat yang belum pernah terlihat sejak Depresi Besar, karena pandemi Corona.
Hassett, seperti dilansir The Washington Post pekan lalu, mengatakan tingkat pengangguran bisa mencapai 16 persen dan AS akan memiliki prospek ekonomi yang mengerikan.
"Kami melihat tingkat pengangguran yang mendekati angka yang kita saksikan selama Depresi Besar," tambahnya.
Menurut Hassett, kondisi saat ini merupakan guncangan negatif terbesar yang pernah diderita oleh perekonomian AS.
Sementara itu, Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin mengatakan ia memperkirakan ekonomi akan bangkit kembali pada musim panas tahun ini.
"Saya pikir ketika kita mulai membuka kembali perekonomian pada bulan Mei dan Juni, Anda akan melihat perekonomian benar-benar bangkit kembali pada bulan Juli, Agustus, dan September," katanya.
Namun, para ekonom memperkirakan bahwa AS membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membangkitkan perekonomiannya.
Kantor Anggaran Kongres AS pada Jumat lalu, memprediksikan bahwa defisit anggaran pemerintah federal tahun ini akan mencapai hampir empat kali lipat dan mendekati angka 3,7 triliun dolar.
Departemen Tenaga Kerja AS dalam sebuah laporan menyatakan 26 juta warga telah kehilangan pekerjaannya akibat imbas Corona.
Trik Baru AS untuk Mempertahankan Embargo Senjata Iran
Embargo senjata Iran akan berakhir pada 20 Oktober 2020 berdasarkan perjanjian nuklir JCPOA dan resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB. Namun, Amerika Serikat meninggalkan perjanjian itu pada Mei 2018 dan menentang keras rencana mengakhiri embargo senjata Iran.
Surat kabar The Washington Post baru-baru ini melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sedang mencari cara untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran.
Dia sedang menyusun sebuah proposal atas dasar argumentasi hukum bahwa Washington tetap masih berstatus sebagai anggota Kelompok 5+1 meskipun telah keluar dari JCPOA.
AS mencoba menegaskan bahwa dari segi hukum, pihaknya masih berstatus sebagai sebuah pemerintah yang terlibat dalam perjanjian nuklir JCPOA. Jika nanti Dewan Keamanan menolak memperpanjang embargo senjata Iran, AS dengan alasan sebagai salah satu anggota JCPOA, akan mengancam penerapan sanksi yang lebih keras terhadap Iran dan mengembalikan semua sanksi yang berlaku sebelum perjanjian nuklir 2015 dicapai.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi rumit Washington untuk menekan Dewan Keamanan agar memperpanjang embargo senjata Iran atau AS akan menerapkan sanksi yang lebih keras.
Resolusi 2231 Dewan Keamanan yang mulai berlaku sejak 2016, melarang impor dan ekspor senjata dari dan oleh Iran selama lima tahun. Larangan ini akan berakhir pada Oktober 2020. Setelah periode ini, Iran dapat membeli senjata dari negara-negara lain atau mengekspor senjatanya ke luar negeri.
Saat ini, tidak satupun dari anggota Kelompok 4+1 yang memprotes pembatalan embargo senjata Iran dan mereka menganggap kekhawatiran AS tidak berdasar, seperti yang disampaikan oleh Rusia.
Moskow percaya bahwa permintaan Washington adalah tidak berdasar, tidak sah, dan tidak ada alasan untuk membahasnya. Kementerian Luar Negeri Rusia menekankan embargo senjata terhadap Iran bersifat temporal dan berakhir pada Oktober 2020.
Dirjen Badan Pengendalian Senjata dan Proliferasi di Kemenlu Rusia, Vladimir Yermakov mengatakan sama sekali tidak ada konsultasi dan pembahasan resmi tentang peninjauan ulang resolusi 2231, tidak di Dewan Keamanan PBB dan tidak pula di tempat lain.
Dengan demikian, setiap upaya untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran, secara pasti akan ditentang oleh Rusia dan Cina di Dewan Keamanan.