Kubu Republik AS dan Sanksi terhadap Iran
(last modified Fri, 12 Jun 2020 06:08:35 GMT )
Jun 12, 2020 13:08 Asia/Jakarta
  • Sanksi anti Iran
    Sanksi anti Iran

Amerika Serikat selama empat tahun lalu senantiasa menjadikan sanksi sebagai ujung tombak kebijakannya terhadap Republik Islam Iran. Meski demikian di era Presiden Donald Trump, pendekatan ini semakin mencuat dan dimensinya kian luas dalam koridor kebijakan represi maksimum. Kini kubu Republik di DPR AS senada dengan pemerintah Trump ingin meningkatkan sanksi terhadap Tehran.

Kubu Republik di DPR hari Rabu (10/6/2020) meresmikan paket sanksi yang mereka usulkan untuk Iran dan diklaim sebagai sanksi paling keras. Draf yang mencapai 13 wakil Partai Republik di Komite Studi Republik, meminta pemerintah AS untuk mengejar kebijakan luar negeri yang lebih keras terhadap Iran.

Wakil kubu Republik AS dengan mengajukan draf setebal 111 halaman meminta peningkatan sanksi terhadap Iran dan sekutunya di kawasan serta mengusulkan sejumlah sekutu Iran seperti Gerakan Ansarullah Yaman dicantumkan di list kelompok teroris.

Di draf usulan kubu Republik di DPR Amerika yang disusun berdasarkan laporan Komite Studi House Republican Study (RSC) ini berisi 25 rekomendasi politik mencakup usulan mensanksi individu dan berbagai kelompok di Iran serta kawasan yang ditujukan kepada pemerintah Donald Trump.

Di antara sanksi  yang diusulkan kubu Republik di DPR yang menarget langsung Iran adalah pengaktifan mekanisme otomatis sanksi internasional terhadap Iran, perpanjangan boikot senjata Dewan Keamanan kepada Iran, sanksi terhadap Jenderal Amir Ali Hajizadeh, komandan pasukan Aerospace IRGC dan sanksi sektor petrokimia, finansial, otomotif dan konstruksi Iran.

Kongres Amerika

Di rencana ini juga pemerintah Amerika diminta mensanksi mekanisme finansial INSTEX dan Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri (OFAC) dari Departemen Keuangan AS diminta untuk memikirkan perluasan domain sanksi terhadap Republik Islam Iran. Anggota legislator AS ini menulis, “Ketika Uni Eropa mampu secara langsung terlibat di transaksi finansial dengan lembaga yang disanksi, maka sanksi AS terhadap Iran sia-sia.” Tim yang menyusun usulan ini merekomendasikan pemerintah Amerika secara resmi mengumumkan Rusia sebagai pemerintah pendukung terorisme karena mendukung IRGC Iran, Hizbullah dan Taliban.

Rencana ini memiliki banyak dimensi termasuk bahwa ini untuk pertama kalinya ada permintaan untuk menjatuhkan sanksi kepada Rusia karena Moskow memiliki hubungan dan mendukung Tehran serta sejumlah kelompok anti Amerika di kawasan. Sepertinya di dalam struktur kekuasaan Amerika, kubu Republik yang satu partai dengan Donald Trump menghendaki hingga akhir tahun kekuasaan Trump, mereka mampu memaksa Iran dan sekutu regional serta internasionalnya menyerah terhadap 12 tuntutan ilegal Washington yang diajukan Menlu Mike Pompeo.

Meski demikian Trump yang sejak awal berhalusinasi mampu membuat bangsa Iran menyerah dengan menerapkan represi maksimum, kini menghadapi fakta bahwa penerapan sanksi keras terhadap Iran tidak berujung pada jawaban positif Iran atau bangsa ini menyerah dihadapan Washington. Faktanya Iran mengambil kebijakan resistensi maksimum untuk melawan represi maksimum. Pengamat Amerika seperti Jarrett Blanc dan Philip Gordon meyakini kampanye represi maksimum Washington tidak mampu meraih satupun tujuan yang dicanangkan.

Pertanyannya di sini adalah mengingat kegagalan pemerintah Trump terhadap Iran, kini seberapa besar harapan para Republikan untuk mengartikulasikan rencana sanksi terperinci mereka terhadap Iran dan meminta persetujuannya di Kongres AS?

Poin yang patut diperhatikan adalah di rencana diklaim Iran berbeda dengan Cina dan Rusia, bukan kekuatan besar atau rival strategis bagi Amerika dan anggota Republik di DPR menyebut Iran sebagai kendala yang patut diperhatikan. Pengakuan ini mengindikasikan bahwa meski ada represi total dari AS, Iran mampu meraih kekuatan di kawasan dan memainkan peran menentukan di Asia Barat.

Mungkin hal inilah yang menjadi alasan bagi rencana sanksi tersebut yang menarget negara dan berbagai kelompok yang memiliki hubungan baik dengan Iran. Selain itu, wakil Republik berbeda dengan Demokrat yang menghendaki pembatasan wewenang perang presiden AS terhadap Iran, meyakini bahwa DPR harus meratifikasi undang-undang wewenang perang baru sehingga presiden memiliki wewenang nyata untuk menjaga keamanan negara dihadapan kelompok teroris.

Sepertinya rencana sanksi kontroversial kubu Republik terhadap Iran, bahkan jika berhasil diratifikasi di DPR dan Trump juga menyetujuinya serta mengubahnya menjadi undang-undang, tetap tidak memiliki dampak signifikan bagi Iran atau sekutu regional dan internasionalnya. Faktanya Amerika sampai kini telah mengerahkan seluruh kemampuannya terhadap Iran dan tidak ada lagi hal khusus untuk sanksi atau represi lebih besar terhadap Iran. (MF)

 

Tags