Ziarah St. Thaddeus Iran, Warisan Budaya Tak Benda UNESCO
(last modified Tue, 22 Dec 2020 11:40:11 GMT )
Des 22, 2020 18:40 Asia/Jakarta
  • Katedral Saint Thaddeus
    Katedral Saint Thaddeus

Ritual ziarah ke Katedral Saint Thaddeus, Iran, gereja yang dalam bahasa Persia disebut Qare Kelisa atau Gereja Hitam, masuk daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO pada tahun 2020 setelah diusulkan bersama oleh Iran dan Armenia. UNESCO memasukkan ritual ziarah di Gereja Saint Thaddeus ke daftar Warisan Tak Benda pada sidang Komite Warisan Tak Benda ke-15 di Jamaika.

Komite Warisan Budaya Tak Benda UNESCO menggelar sidang ke-15 pada 14-19 Desember 2020 di Jamaika, secara virtual karena wabah Virus Corona.
 
Dalam pertemuan itu ritual ziarah tiga hari di Gereja Saint Thaddeus, Iran, yang rutin digelar setiap tahun, diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO setelah disetujui seluruh juri, dan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Iran ke-16 yang tercatat di UNESCO. Sebelumnya pada tahun 2008, seluruh gereja Armenia di Iran, masuk Daftar Warisan Dunia UNESCO.
 
Keputusan ini dikelurkan pada sidang Komite Warisan Dunia UNESCO ke-32 di Kanada. Gereja-gereja Armenia di Iran terdiri dari tiga gereja utama, Gereja Saint Thaddeus, Gereja St Stepanos, dan Gereja Dzordzor, ditambah beberapa bangunan di sekitarnya beserta desa, dan pekuburan.
 
Kabar baik tentang Gereja Saint Thaddeus, diterima Iran di penghujung tahun 2020, menjelang perayaan hari kelahiran Nabi Isa as, sehingga membangkitkan kegembiraan para pegiat budaya dan warga Kristen di negara ini.
 
Iran dikenal sebagai persimpangan beragam etnis dan agama. Beberapa agama meninggalkan jejaknya di wilayah Iran. Selain Zoroaster yang nabinya berasal dari Iran sendiri, dan merupakan agama monoteis, semua agama Abrahamik termasuk Yahudi, Kristen, dan Islam sejak awal kemunculannya memiliki banyak pengikut di Iran.
 
Maka dari itu merupakan hal yang lumrah kehadiran agama-agama besar dunia sejak lama di Iran, meninggalkan peninggalan-peninggalan di berbagai pelosok negara ini, selain sebagai tanda adanya kehidupan yang rukun di antara para penganut agama berbeda, juga merupakan bagian dari warisan budaya umat manusia.
 
Katedral Saint Thaddeus

 

Dua gereja kuno yaitu Gereja Saint Stepanos dan Gereja Saint Thaddeus dalam sejarah Kristen, dan dari sudut pandang seni serta arsitektur, memiliki urgensitas yang lebih tinggi dibanding gereja-gereja Iran lainnya. Kedua gereja kuno tersebut memiliki daya tarik yang cukup besar bagi wisawatan di sekitar kota Tabriz.
 
Gereja Saint Thaddeus yang terletak di distrik Chaldoran, barat laut Iran merupakan salah satu peninggalan umat Kristen pertama di negara ini. Gereja ini menandai kehadiran umat Kristen pertama di Iran. Thaddeus adalah nama seorang penganut agama Kristen yang pada tahun ke 40 Masihi memainkan peran signifikan dalam penyebaran agama Kristen di berbagai belahan dunia termasuk Iran.
 
Berkat upayanya Raja Armenia Abgar V, Sanatruk dan Putrinya Sandokht bersama sejumlah banyak warga Armenia, masuk agama Kristen. Namun putra Raja Abgar V yang mendaulat diri di wilayah Eddesa, bernama Aanun, mengeksekusi mati Thaddeus, Sandokht dan sekitar 3.500 pengikut Kristen di Eddesa. Di kemudian hari di masa pemerintahan Raja Tiridates, agama Kristen kembali mendapat sambutan kalangan kerajaan, dan berubah menjadi agama resmi Armenia.
 
Saint Thaddeus dibunuh pada tahun 66 Masihi, dan dimakamkan di barat laut Iran. Oleh karena itu wilayah ini dianggap sebagai wilayah yang sangat penting bagi umat Kristen terutama warga Armenia.
 
Sejak lebih dari 19 abad lalu orang-orang Armenia sudah mendatangi Gereja Saint Thaddeus untuk melaksanakan ritual keagamaannya, dan berziarah. Sebelum menggelar ritual ziarah di Gereja Saint Thaddeus, di awal bulan Juli orang-orang Armenia pertama mendatangi kota Tabriz, Iran sebelum berjalan kaki ke Gereja Saint Thaddeus.
 
Beberapa orang dan keluarga yang datang dari tempat jauh, terkadang menetap di Tabriz sampai lima hari. Mereka kemudian melakukan ritual keagamaannya yang terdiri dari liturgi khusus, prosesi doa, puasa, dan ziarah di tempat ini. Puncak ritual ditandai dengan Misa Kudus, Komuni Kudus dan pembabtisan anak serta remaja.
 

 

Selama ritual berlangsung, sejumlah kegiatan lain juga dilakukan warga Armenia. Salah satunya pertunjukan rakyat dan menyajikan makanan tradisional Armenia. Pertemuan akbar warga Armenia ini menjadi momen budaya dan sosial terbesar di wilayah tersebut.
 
Selama berziarah, warga Kristen Armenia mendirikan tenda-tenda di sekitar gereja sehingga menambah rasa kebersamaan mereka. Ritual ziarah Gereja Saint Thaddeus yang diselenggarakan tanggal 14-16 Juli setiap tahun, di hari ketiga acara puncak digelar seiring dengan berbunyinya lonceng gereja, dipimpin oleh Administrator Apostolik Keuskupan Barat Laut Iran.
 
Para rohaniwan gereja-gereja Armenia, Yerevan, Isfahan, dan Tehran membantu Administrator Apostolik Keuskupan Barat Laut Iran dalam menggelar ritual puncak itu. Setelah liturgi Perjamuan Kudus, Administrator Apostolik Keuskupan Tabriz mengelilingkan simbol tangan Thaddeus kepada hadirin, dan beberapa peziarah menciumnya agar doanya terkabul, kemudian Administrator Apostolik Keuskupan Tabriz membawa simbol tangan Thaddeus bersama para peziarah ke makam Thaddeus, dan membacakan doa untuknya.
 
Dalam ritual ini, warga Armenia dari sejumlah negara dunia lain termasuk dari negara Armenia, Suriah, Lebanon, Belanda, Prancis, Austria, Jerman, dan Kanada juga ikut serta. Para peziarah juga mengisi acara ini dengan membaptis bayi mereka, dan bermunajat kepada Tuhan. Selama ritual berlangsung, para peziarah Gereja Saint Thaddeus melakukan acara khusus seperti menyalakan lilin, bermunajat kepada Tuhan, dan menyembelih kambing sebagai sedekah, serta memohon pengampunan dari Tuhan.
 
Gereja Saint Thaddeus memiliki dua gedung yang saling terhubung, salah satunya berwarna hitam, dan satu lagi putih. Satunya berusia 700 tahun, dan yang lainnya 200 tahun. Bagian lama gereja yang ada sekarang kembali ke masa Ilkhanat, Mongol yaitu abad ke-14. Di awal abad ini terjadi gempa bumi besar yang meruntuhkan Gereja Saint Thaddeus, dan gereja itu kemudian direnovasi oleh Uskup Zakaria. Bagian yang dibangun Uskup Zakaria adalah bagian asli gereja yang di tengahnya terdapat altar.
 
Bagian Barat gereja yang dilapisi batu-batu berwarna putih, 500 tahun kemudian dibangun atas motif politik. Pada awal abad 19, Tsar Rusia menyerang Iran dengan dalih membantu warga Kristen Kaukasus, dan Raja Iran saat itu dari dinasti Qajar merasa cemas dengan solidaritas warga Armenia dan Rusia karena sama-sama Kristen, dan untuk menarik simpati warga Kristen Armenia, ia membangun Gereja Saint Thaddeus.
 
Image Caption

 

Putra Mahkota Raja Fathali Shah, Abbas Mirza yang juga panglima perang Kerajaan Iran, memperluas area Gereja Thaddeus dari arah Barat, menambahkan sebuah gedung dengan batu berwarna putih, dan ukiran indah, dan membangun menara untuk lonceng gereja.
 
Di atas gedung tersebut terukir bait-bait syair yang mengabadikan kerja Abbas Mirza untuk warga Kristen Armenia. Dua bait syair itu adalah sebagai berikut, 
 
Tidak ada yang tidak bisa diperbaiki kecuali hatiku yang hancur ini,
 
Setiap kerusakan yang kau lihat di dunia ini sudah utuh kembali,
 
Dikatakan bait-bait syair ini telah memperbaikinya sepanjang sejarah,
 
Gereja Thaddeus kembali utuh berkat bantuan Shah,
 
Bagian Gereja Thaddeus berwarna hitam memiliki hiasan yang tidak banyak, kenyataannya dalam renovasi yang dilakukan Uskup Zakaria, sejumla batu berwarna putih berukir dipasang di sekeliling kubah gereja lama atau hitam.
 
Taman bunga yang banyak, wajah para malaikat, bahkan wajah Nabi Isa dan Bunda Maria termasuk di antara ukiran yang tampak di gereja ini. Hal yang menarik adalah, di bagian ukiran gereja, kita juga bisa menemukan penggalan kisah Shahnameh.
 
Selama Uni Soviet berkuasa di Armenia, warga negara itu dilarang berziarah ke Gereja Saint Thaddeus, namun setelah tumbangnya Uni Soviet dan berdirinya negara Armenia, warga Kristen negara itu setiap tahun menziarahi Gereja Saint Thaddeus di Iran.
 
Gereja Saint Thaddeus

 

Sepanjang sejarahnya, Gereja Saint Thaddeus berulangkali diserang sejumlah pemerintahan, dan bencana alam juga merusak sebagian besar bagian gereja, namun kemudian direnovasi oleh para dermawan, atau pemerintahan.
 
Di antara indikator yang digunakan UNESCO untuk memasukkan Gereja Saint Thaddeus ke Daftar Warisan Dunia UNESCO adalah karena bangunan ini menjadi saksi pertukaran nilai kemanusiaan di masa tertentu, di sebuah wilayah budaya, dan dari sisi kemajuan arsitektur, serta desain, ia sangat luar biasa.
 
Teknik dan ukuran volume di bangunan Gereja Saint Thaddeus merupakan salah satu teknik seni rupa paling langka, dan mengingat karakteristik arsitektur bangunan bersejarah ini, benteng pertahanan di sekeliling gereja, dan gerbang utama, memperlihatkan gereja ini mirip sebuah kastil. Di empat penjuru mata angin didirikan lima menara pengawas dalam bentuk menara lonceng.
 
Tidak seperti gereja-gereja Armenia yang berbentuk segi empat, Gereja Saint Thaddeus berbentuk persegi panjang. Bagian Timur gereja dibangun dengan batu hitam. Kuburan Sandokht, putri Raja Armenia yang menjadi martir karena keyakinan Kristennya, berada di atas sebuah bukit di dekat gereja.
 
Di halaman dalam gereja terdapat beberapa kuburan, dan sebuah kolam batu, di sekeliling gereja banyak ditemui lukisan mencolok di dinding-dinding bagian luar. Atap altar gereja dihias dengan batu marmer hitam, dan putih dalam bentuk yang indah. Di bagian dalam gereja di dindingnya, terdapat tempat untuk menyalakan lilin.
 
Keberadaan Gereja Saint Thaddeus di distrik Chaldaron, dan makam menteri Shah Esmail Safavi, Sayed Sadroddin, dan syuhada perang Chaldoran serta peninggalan sejarah lainnya di tempat ini menyebabkan Chaldoran menjadi kawasan wisata yang selalu dikunjungi wisatawan setiap tahun baik wisatawan domestik maupun luar negeri.(HS)

Tags