Daftar Film Iran Peraih Crystal Simorgh
Festival Film Fajr ke-38 dilaksanakan di Tehran dan kota-kota lain di Iran pada tanggal 1-11 Februari 2020. Pada acara penutupan, piala Crystal Simorgh diberikan kepada karya-karya pilihan sinema Iran. Film Butterfly Stroke, Zero Day, dan The Sun membawa pulang piala terbanyak tahun ini.
Seremoni penutupan dan penyerahan piala digelar di Milad Tower Tehran. Film Butterfly Stroke membawa pulang Crystal Simorgh sebagai film pilihan pemirsa, kemudian film Walnut Tree dan Zero Day ditetapkan sebagai karya yang paling banyak diminati oleh pemirsa pada Festival Film Fajr ke-38.
Di sesi kompetisi Soda-ye-Simorgh, 10 film bersaing untuk kategori new vision, 10 film untuk kategori dokumenter, dan 10 film untuk kategori karya pendek.
Film Butterfly Stroke
Film Butterfly Stroke garapan Mohammad Kart, mencatat rekor perolehan piala Crystal Simorgh pada perhelatan Festival Film Fajr ke-38. Film ini membawa pulang piala untuk kategori best sound recording dan sound mixing, naskah terbaik, aktris pendukung terbaik, aktor pendukung terbaik, dan film terbaik pilihan penonton.
Film Butterfly Stroke menceritakan kisah beberapa orang yang dikucilkan dari lingkungan miskin di kota Tehran. Orang-orang ini harus berpura-pura kuat jika mereka ingin selamat dari kerasnya lingkungan tempat mereka tinggal.
Film ini mengangkat kisah yang sederhana, tapi bisa ditemukan di setiap masyarakat. Ia juga berbicara tentang problema sosial seperti kacanduan narkoba, kemiskinan, dan kriminalitas yang menciptakan ketakutan di masyarakat.
Butterfly Stroke mengajak pemirsa memahami bahwa persoalan dan masalah tidak datang dalam satu malam dan akar masalah ini dapat diketahui seiring perjalanan waktu. Film ini juga menaruh perhatian pada masalah pendidikan keluarga.
Mohammad Kart lahir di kota Shiraz pada tahun 1987. Dia adalah lulusan akting dari Universitas Azad pada tahun 2008. Dia memulai karirnya sebagai aktor profesional di teater pada tahun 2000 dan memenangkan beberapa penghargaan untuk aktingnya. Dia tampil di beberapa film fiksi yang disutradarai oleh para sineas terkenal, seperti "I'm Not Angry" yang diputar di Panorama of Berlin 2014.
Kart telah membintangi film pendek "Baby Eater" dan film dokumenter "Avantage" serta memenangkan Crystal Simorgh untuk "Baby Eater" pada Festival Film Fajr ke-70.
Film Zero Day
Film Zero Day yang disutradarai oleh Saeed Malekan, meraih penghargaan untuk kategori new vision, efek khusus, desain kostum terbaik, hadiah terbaik hasil pilihan dewan juri, dan penghargaan National Vision.
Film ini mengisahkan tentang proses penangkapan Abdolmalek Rigi, pendiri dan pemimpin kelompok teroris Jundallah oleh Kementerian Intelijen Iran di zona udara Iran. Zero Day menggambarkan aksi aparat keamanan dan operasi intelijen yang dilakukan Iran untuk menangkap Rigi.
"Film ini diangkat dari kisah nyata. Saya ingin membuat film tentang orang-orang yang berjuang untuk menciptakan keamanan bagi kita," kata Malekan.
Petualangan Abdolmalek Rigi sudah dua kali diangkat di layar lebar. Yang pertama dilakukan oleh Narges Abyar dengan film "When the Moon Was Full," yang menyabet penghargaan untuk beberapa kategori termasuk film terbaik dan sutradara terbaik pada Festival Film Fajr tahun lalu.
Gembong teroris Jundullah, Abdolmalek Rigi berhasil dibekuk oleh pasukan intelijen Iran pada Februari 2010 dan dieksekusi pada bulan Juni atas 79 tindak kriminal, termasuk pembunuhan, perampokan bersenjata, operasi pengeboman, serta serangan bersenjata terhadap warga sipil dan aparat Iran. Aksi kejahatan ini dilakukan dengan dukungan Arab Saudi, rezim Zionis, dan Amerika Serikat.
Selama proses interogasi, Rigi mengungkapkan rincian dialognya dengan perwakilan AS yang menawarkan dukungan keuangan dan senjata sebagai imbalan atas aksinya menebar kekacauan di Iran.
Film The Sun
Karya lain yang ikut memborong penghargaan di ajang Festival Film Fajr ke-38 adalah film The Sun garapan Majid Majidi. Film ini meraih penghargaan untuk kategori scene design terbaik, naskah terbaik, film terbaik, dan aktor anak dan remaja terbaik.
Film ini mengangkat kisah tentang pekerja anak di kota Tehran yang berjuang mengais rezeki untuk membantu keluarga mereka. Mereka melakukan pekerjaan berat demi memperoleh sepotong roti dan menghidupi keluarganya, padahal mereka semestinya duduk di bangku sekolah, menghabiskan masa kanak-kanak, dan bermain dengan teman-temannya.
Film ini dipenuhi dengan adegan yang indah dan penuh emosional tentang kehidupan. Majid Majidi tak lupa menekankan kemampuan luar biasa anak-anak dan rasa percaya diri yang dimilikinya. Adegan ini menjadi ciri khas karya-karya sentuhan Majidi seperti film Children of Heaven dan The Song of Sparrows.
Meskipun Majidi mengangkat isu sensitif mengenai anak-anak pekerja, namun dalam menggambarkan problema kehidupan anak-anak, ia tidak menyebarkan pesimisme dan tidak menyudutkan mereka. Majidi selalu menebarkan optimisme dan harapan kepada anak-anak dan para pemirsanya.
Isu penting lain yang mendapat sorotan Majidi adalah masalah imigran Afghanistan dan tantangan yang mereka hadapi. Karena sejumlah besar anak-anak pekerja adalah imigran Afghanistan. Majidi tidak mengabaikan komunitas ini dan melibatkan dua anak Afghanistan sebagai pemain film The Sun.
The Sun dapat dianggap sebagai kembalinya Majid Majidi ke film cerita yang fokus pada dunia anak.
Film Abadan Eleven 60
Festival Film Fajr ke-38 juga menyediakan kategori penghargaan baru dengan nama Jenderal Qasem Soleimani. Karena perjuangan dan jihad komandan besar ini, penghargaan tersebut diberikan kepada film-film yang mengangkat tema perlawanan, pengorbanan, dan jihad para pejuang Muslim di Iran dan bahkan di negara-negara lain. Penghargaan pertama Jenderal Soleimani dianugerahi untuk film "Abadan Eleven 60."
Disutradarai oleh Mehrdad Khoshbakht, film Abadan Eleven 60 diterima dengan baik oleh pemirsa dan ia bercerita tentang kavaleri Abadani selama agresi rezim Saddam Irak terhadap Iran. Film ini menggambarkan bagaimana ketika perang berkecamuk, para kru stasiun radio kota tetap bertahan di tempat kerjanya untuk memberikan harapan kepada orang-orang bahwa kemenangan sudah dekat. Mereka melakukannya di bawah bara api perang yang dipaksakan.
Film ini menekankan pentingnya peran media seperti radio dan para krunya selama perlawanan bangsa Iran terhadap agresi rezim Saddam. Ia mengangkat kisah heroik dan perlawanan tangguh warga kota Abadan terhadap musuh. Sebagian dari mereka bekerja di stasiun radio Abadan dan mereka bertahan sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan stasiun radio tidak jatuh ke tangan tentara Saddam.
1160 (Eleven 60) adalah frekuensi radio Abadan selama tahun-tahun perang pertahanan suci. Frekuensi ini telah membakar harapan warga kota untuk melanjutkan perlawanan dalam perang kebenaran melawan kebatilan.
Salah satu nilai plus film ini adalah menekankan partisipasi seluruh lapisan masyarakat dari berbagai etnis, mazhab, budaya, dan latar belakang sosial untuk membela tanah airnya dari rongrongan musuh. (RM)