Perang Kognitif; Pendekatan Segitiga Barat-Israel dan Arab anti Muqawama
(last modified Tue, 11 Aug 2020 05:50:01 GMT )
Aug 11, 2020 12:50 Asia/Jakarta
  • Hassan Diab dan Kerusuhan di Lebanon
    Hassan Diab dan Kerusuhan di Lebanon

Kawasan Asia Barat memasuki babak baru konfrontasi poros Barat-Ibrani dan Arab dengan muqawama yang didasari dengan perang kognitif. Perang kognitif selain dilancarkan terhadap Iran, juga diterapkan di Lebanon dan Irak untuk melawan muqawama.

Perang kognitif (Cognitive warfare) merupakan model perang paling modern di dunia saat ini. Metode perang ini lebih unggul, mendalam dan luas dari perang syaraf yang dilancarkan dengan mengelola pemahanan dan interpretasi.

Kognisi adalah keyakinan seseorang tentang cara berfikirnya dalam menganalisis atau mengidentifikasi seseorang ataupun sesuatu hal. Dalam hal ini, kognisi berarti memperoleh dan memanipulasi pengetahuan dengan berbagai hal seperti membaca, memahami, menganalisis, menilai, mengingat, menalar dan membayangkan.

Dengan proses yang terjadi tersebut, kita dapat mengetahui sesuatu tentang hal yang kita pelajari dan dapat memberikan pendapat tentang hal tersebut dengan berbagai bukti dari penilaian dan analisis yang dilakukan. Akan tetapi, apakah kognisi sama dengan kognitif?

Dalam segi maksud dan gambaran umum, kognisi dan kognitif tergolong dalam hal yang sama, akan tetapi dalam segi sifatnya, kedua hal tersebut berbeda. Itu karena dalam penggunaan dalam setiap kalimat digunakan berbeda. Kognisi lebih condong kepada konsep beritanya sedangkan kognitif lebih condong ke modelnya. Maksudnya disini adalah kognitif itu sendiri merupakan cabang lanjutan dari kognisi itu sendiri dengan membentuk teori yang dinamakan teori kognitif.

Secara umum, kognitif itu diartikan sebagai potensi intelektual yang dikembangkan melalui empat tahapan yang dijadikan proses peningkatan intelektual itu sendiri diantaranya adalah: knowledge, comprehensive, application, synthesis, Dan evaluation Yang ditujukan untuk meningkatakan dan mengembangkan kemampuan rasional atau akal. Kognitif itu sendiri merupakan proses perubahan persepsi dan pemahaman yang diukur.

Teori kognitif itu sendiri akan dikatakan berhasil ketika melalui kegiatan atau proses studi yang dilakukan di sekolah atau pun di perguruan tinggi. Kenapa bisa  begitu? Karena dalam kegiatan studi di sekolah maupun perguruan tinggi, pendidik akan menekankan perkembangan pola pikir peserta didiknya dan dapat menyesuaikan dengan materi yang diberikan oleh pendidik melalui proses belajar mengajar tersebut. Tujuan dari proses tersebut adalah untuk meningkatkan kinerja perkembangan berfikir peserta didik dan meningkatkan kualitas berfikir peserta didik itu sendiri.

Dari serangkaian pengertian kognitif tersebut. Ada dua ahli yang mengungkapkan dan menjelaskan pengertian dari teori kognitif ini, yakni Lev Vygotsky dan Jean Piaget.  Lev Vygotsky sendiri merupakan seorang ahli psikolog asal Rusia yang lahir pada 17 November 1896. Beliau merupakan ahli dalam bidang psikologi anak dan merumuskan konsep tentang "Zone of Proximal Development".

Sedangkan Jean Piaget adalah seorang psikolog asal Swiss yang terkenal dengan teori perkembangan dan kognitif nya. Beliau juga sebagai perintis tentang teori perkembangan konstruktivis tentang pengetahuan.

Akan tetapi, dengan keadaan mereka sebagai seorang ilmuwan psikolog yang meneliti tentang teori kognitif, mereka memiliki pendapat yang berbeda 180 derajat. Mereka memiliki keyakinan masing-masing tentang teori kognitif.

Menurut Jean Piaget, perkembangan kognitif memiliki empat aspek yang masuk di dalamnya, yakni kematangan, pengalaman, interaksi sosial dan ekulibrasi. Masuk dari Piaget tersebut adalah menentukan dan menjelaskan proses dari perkembangan kognitif manusia sejak dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia berdasarkan hasil analisisnya dan penelitian yang dia dalami.

Piaget juga membagi proses penilitiannya menjadi 4 periode yakni: periode sensor motorik yakni pada usia 0 sampai 2 tahun, pra operasional dari usia 2-7 tahun, periode konkret dari usia 7-11 tahun dan periode operasi formal pada usia 12 sampai dewasa. Dengan pembagian tersebut, Piaget dapat mengambil kesimpulan dengan bentuk-bentuk interaksi yang terjadi berdasarkan periode yang dia teliti.

Akan tetapi Lev Vygotsky menolak akan teori yang dipaparkan oleh Piaget itu sendiri. Menurut Vygotsky, perkembangan kognitif tidak berkembang pada suatu ruang sosial yang hampa. Vygotsky menekankan bahwa proses perkembangan mental yang terjadi seperti ingatan, perhatian, penalaran dan pembelajaran, harus menggunakan temuan-temuan yang didapatkan dari masyarakat seperti bahasa, sistematika, dan alat-alat ingatan.

Menurut Vygotsky, peranan masyarakat seperti orang-orang dewasa dan anak-anak lain disekitarnya mempengaruhi perkembangan kognitif dari anak tersebut sehingga memudahkan anak untuk berkembang. Vygotsky juga mengatakan bahwa anak-anak terlahir dengan memiliki kemampuan mental dasar dan dalam proses interaksi nya, anak anak tersebut dipicu untuk meningkatan mentalnya. Dalam masalah fungsi mental, piaget berbeda dengan Vygotsky.

Fungsi mental yang dimaksud oleh Vygotsky adalah memiliki koneksi-koneksi sosial yang terjadi di dalamnya dan anak-anak lebih mengedepankan kegiatan yang sistematis, logis dan rasional. Menurut Vygotsky, teori kognitif tersebut sejalan dengan teori yang berlaku seperti teori sciogenesis yakni dimensi kesadaran sosial bersifat primer dan kegiatan individual nya merupakan derative atau turunan dari sekunder. Vygotsky juga menekankan terhadap pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka dari itu, teori yang dikembangkan oleh Vygotsky lebih condong disebut teori konstruktivism. Maksudnya yakni ditentukan oleh setiap individu secara mandiri dan lebih menekankan kepada metode Sosio kultural.

Dari penjelasan kedua teori diatas bagaimana menurut anda? Bagaimanakah yang paling berpengaruh menurut anda? Jangan lupa tulis di kolom komentar ya pendapat anda masing-masing.

Dalam perang kognitif, tidak hanya pikiran dianggap sebagai pusat komando dari setiap tindakan manusia, tetapi juga ranah perasaan, minat, dan emosi sebagai bagian perhatian yang efektif dan tidak terlihat. Buku "Pertempuran untuk Penaklukan Pikiran dan Hati", yang diterbitkan beberapa tahun lalu oleh Pentagon, berfokus pada penaklukan alam pikiran dan hati. Dua komponen tembus pandang dan tidak ada batasan dalam desain skenario adalah keuntungan khusus dari perang.

Farzad Saeedpour, seorang ahli politik percaya bahwa "ilmu perang berakar pada kerentanan nyata masyarakat dan tanpanya pada dasarnya tidak mungkin untuk beroperasi. Pada saat yang sama, mencoba untuk mengidentifikasi kerentanan atau irasionalitas di suatu sektor sebagai masalah atau "Gambar atau gambarkan bencana publik." Jenis perang ini sekarang sedang dilakukan di tingkat regional melawan Republik Islam Iran, di Irak melawan Hashd al-Shaabi dan kelompok perlawanan, di Yaman melawan Ansarullah, dan di Lebanon melawan Hizbullah dan pemerintahan Hassan Diab.

Perang kognitif terjadi dalam berbagai tahap. Menghancurkan rasa percaya diri adalah langkah pertama. Poros Barat-Ibrani dan Arab, dengan menonjolkan isu korupsi di negara sasaran, memperkenalkan kelompok perlawanan sebagai penyebab korupsi dan juga sebagai penghambat penanganan kasus korupsi. Misalnya, saat Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon Sayid Hassan Nasrullah selalu menekankan perlunya memerangi korupsi di negara itu, pihak oposisi telah memperkenalkan Hizbullah sebagai faktor dalam pembentukan dan pencegahan korupsi melalui media baru. Kekuasaan di Lebanon telah berada di tangan orang Barat selama tiga dekade terakhir. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghilangkan kepercayaan antara kelompok perlawanan dan masyarakat.

Tahap kedua adalah menghapus kredibilitas. Faktanya, setelah de-confidence, de-validasi kemudian dilancarkan. Banyak upaya sekarang sedang dilakukan untuk mengaitkan masalah ekonomi rakyat di Irak dan Lebanon dengan kelompok perlawanan melalui pengenaan sanksi yang berat. Tujuannya untuk mempertanyakan narasi kelompok perlawanan dan pemimpinnya tentang akar permasalahan ekonomi dan untuk mendiskreditkan kelompok tersebut dan tokoh utamanya. Dalam hal ini, bahkan upaya pemerintah untuk melawan tekanan ekonomi maksimum telah dipertanyakan, dan mereka menggambarkannya dengan tuduhan seperti menjual negara dan kontrak paksa dan tidak adil, seperti apa yang mereka klaim tentang program kerja sama strategis Iran-Cina.

Setelah tahap pertama dan kedua, inefisiensi pemerintah adalah perang tahap ketiga. Dalam inefisiensi pemerintahan, kelompok perlawanan dan pada dasarnya pendekatan berorientasi perlawanan diperkenalkan sebagai faktor utama. Meskipun hanya 6 bulan telah berlalu sejak kehidupan pemerintahan Hassan Diab, dan dalam 6 bulan ini, pemerintahan ini dihadapkan pada beberapa demonstrasi yang terorganisir dan terarah, sekarang pemerintahan ini diperkenalkan sebagai penyebab utama masalah ekonomi dan demonstrasi anti-pemerintah ditujukan untuk menggulingkan pemerintah mulai terbentuk. Selama setengah dekade terakhir, kekuasaan dipegang oleh Saad al-Hariri, pemimpin Gerakan al-Mustaqbal, dan selama satu dekade terakhir, kekuasaan sebenarnya dipegang oleh kubu pro Barat.

Tahap keempat, tujuannya adalah untuk melemahkan semangat perlawanan para tokoh dan individu. Jika beberapa slogan diucapkan menentang pemerintah yang sedang berkuasa, segala cara dikerahkan untuk menanamkan dalam sistem politik bahwa ini adalah kemauan dan mentalitas masyarakat secara keseluruhan, dan bahwa kepercayaan publik terhadap pemerintah atau kelompok perlawanan telah berkurang. Dengan cara ini, mereka mencoba mengecewakan beberapa orang dan memisahkan mereka dari pemerintah atau kelompok perlawanan. Pengunduran diri sejumlah menteri di kabinet Hassan Diab sepekan terakhir dan rumor pengunduran diri sejumlah menteri lain juga terjadi sesuai dengan tujuan ini.

Perang kognitif memiliki banyak tujuan. Yadollah Javani, pengamat politik meyakini, tujuan terpenting perang kognitif adalah menciptakan rasa putus asa di tengah masyarakat atas masa depan, membuat rakyat berprasangka buruk terhadap pejabat pemerintah serta memisahkan generasi muda dari jalan muqawama.

Setelah kondisi ini tercipta maka giliran gerakan untuk merusak stabilitas dan ketenangan dalam negeri dengan mengubah ketidakpuasan warga menjadi aksi kerusuhan jalanan. Ini adalah fase kelima dari perang kognitif. Faktanya tujuan dari perang kognitif adalah menciptakan kondisi darurat keamanan baik di dalam maupun di luar negeri.

Aksi demo yang terjadi di Lebanon selama beberapa bulan terakhir pada akhirnya berujung pada kerusuhan di dalam negeri. Kerusuhan ini sampai kini sedikitnya telah menewaskan satu otang dan melukai ratusan lainnya serta dibentuk untuk memusuhi Hizbullah dan pemerintah Hassan Diab.

Kubu oposisi dengan propaganda palsu dan menebar agitasi media menisbatkan ledakan Beirut kepada pemerintah Diab atau penyimpanan senjata Hizbullah Lebanon di pelabuhan Beirut. Melalui bantuan anasir dalam negeri anti pemerintah dan muqawama, terbukalah aksi demo besar-besaran dan berubahnya aksi ini menjadi kekerasan.

Poin terakhir, perang kognitif ini pada akhirnya demi kepentingan dan keamanan rezim Zionis Israel. Kondisi ini khususnya diterapkan di Lebanon, karena Hizbullah merupakan musuh utama Israel yang saat ini berani melawan aksi-aksi kejahatan Israel serta memainkan peran besar dalam memperkuat posisi poros muqawama di kawasan Asia Barat.

Baru-baru ini laman American Herald Tribune saat menggambarkan kondisi kawasan Asia Barat menulis, “Faktanya adalah dengan mengesampingkan korban, Hizbullah Lebanon di seluruh medan pertempuran berhasil mengalahkan Israel.” Tujuan dari kekerasan saat ini di Lebanon di mana demonstran di aksinya juga meneriakkan yel-yel penggulingan pemerintah, adalah menentang pembentukan pemerintahan segitiga militer, rakyat dan muqawama serta digelar untuk menentang muqawama khususnya pelucutan senjata Hizbullah.

 

Tags