Lintasan Sejarah 7 Agustus 2022
Hari Tasu’a, Karbala Tempat Beribadah Paling Indah
Tanggal 9 Muharam dikenal sebagai hari Tasu’a atau hari kesembilan bulan Muharam dan di tanggal ini Karbala menjadi tempat beribadah paling indah.
Pada tanggal 9 Muharam 61 HQ, Syimr bin Dzil Jausyan mendatangi perkemahan Imam Husein as. Selain memanggil Abbas dan putra-putra Ummul Banin lainnya, ia mengatakan, "Aku telah mengambil surat jaminan untuk kalian dari Ubaidillah bin Ziyad."
Secara bersamaan, mereka berkata kepada Syimr, "Allah melaknatmu dan melaknat surat jaminanmu! Kami berada dalam keamanan dan putra dari putri Rasulullah berada dalam ancaman?!"
Melalui saudara lelakinya, Abbas, Imam Husein as meminta kesempatan satu malam dari musuh untuk melakukan shalat, berdoa, berkhalwat dengan Tuhan dan membaca al-Quran.
Setelah memuji kebesaran Tuhan, Imam Husein mempersilahkan para sahabatnya agar menggunakan kegelapan malam itu untuk menyelamatkan diri dan pergi dari medan peperangan. Karena tidak ada seorangpun yang akan selamat dalam pertempuran melawan tentara Yazid keesokan harinya. Namun, keluarga dan sahabat Imam Husein as bertekad untuk memberi dukungan kepada agama Allah dan cucu Rasulullah selagi hayat dikandung badan. Pada malam Asyura itu, sahara Karbala menjadi tempat beribadah yang paling indah dan menunjukkan puncak keimanan kafilah Imam Husein as.
Para sahabat Imam Husein menggali parit di seputar perkemahan untuk menghadapi musuh dan memutus hubungan musuh dengan perkemahan dari tiga arah. Serangan musuh hanya bisa dilakukan dari satu arah dimana para sahabat Imam Husain as ditempatkan. Ini adalah strategi Imam Husain as yang sangat bermanfaat bagi para sahabat.
Di hari itu sekelompok dari pasukan Umar bin Saad bergabung dengan pasukan Imam Husein as.
Pidato Imam Husein as kepada musuh, "Celaka kalian! Kerugian apa yang akan kalian peroleh jika mendengarkan perkataanku? Aku mengajak kalian ke jalan yang benar. Akan tetapi kalian menolak seluruh perintahku dan tidak mendengarkan perkataanku, karena perut-perut kalian telah terpenuhi oleh kekayaan haram hingga mengeraskan hati-hati kalian."
Imam Khomeini Perintahkan Pembentukan Jihad Universitas
42 tahun yang lalu, tanggal 16 Mordad 1359 HS, Imam Khomeini ra perintahkan dibentuknya Jihad Universitas.
Setelah kemenangan Revolusi Islam Iran, kondisi masyarakat belum disterilkan dari budaya taghut dan simbol-simbolnya masih bertebaran di mana-mana. Selain itu, para anasir aktif taghut di universitas-universitas selain berusaha mencegah penyebaran budaya Islam. Akibatnya, para mahasiswa bangkit menghadapi masalah ini dan meliburkan universitas-universitas.
Imam Khomeini ra mendukung gerakan para mahasiswa ini dan mengeluarkan perintah pembentukan lembaga revolusioner bernama Jihad Daneshgahi atau Jihad Universitas. Setelah terbentuknya staf revolusi budaya, budaya Barat mulai dihapus perlahan-lahan dari pusat-pusat keilmuan dan budaya Iran. Pusat budaya yang menjadi staf pelaksana revolusi budaya ini pada 1363 HS berubah nama, sehingga pada 1364 HS setelah universitas-universitas berdiri sendiri dan terpisah dari Kementerian Budaya dan Pendidikan Tinggi, masalah Jihad Universitas dibicarakan kembali.
Berdasarkan anggaran dasar lembaga ini, Jihad Universitas bersifat umum dan non pemerintah, serta berada di bawah pengawasan Dewan Tinggi Revolusi Budaya. Sejak tahun 1369 HS, Jihad Universitas ditentukan sebagai lembaga di luar universitas dan menjadi jembatan antara universitas dan sektor industri serta jasa Iran.
Georgia menyerang Ossetia Selatan
14 tahun yang lalu, tanggal 7 Augustus 2008, pasukan tentara Georgia dengan dukungan dari Amerika menyerang ke kawasan Ossetia Selatan yang terletak di utara negara ini.
Dalam serangan ini ratusan warga sipil tewas atau luka-luka. Sehari kemudian, tentara Rusia yang memberi dukungan kepada milisi pendukung kemerdekaan Ossetia Selatan berhasil memukul mundur tentera Georgia. Menyusul kemudian Russia bersama para milisi berhasil menguasai pelabuhan penting Batumi dan mendekati Tiblisi, ibu kota negara ini.
Akhirnya Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy turun tangan sebagai mediator dan akhirnya Rusia pada 12 Agustus bersedia menarik tentaranya dari Georgia. Dalam hal ini Moskow mengakui secara resmi kemerdekaan dua kawasan Ossetia Selatan dan Abkhazia di Georgia.
Langkah Rusia terhadap Georgia dinilai sebagai peringatan Moskow kepada pemerintah-pemerintah barat khususnya Amerika terkait perluasan NATO ke Eropa Timur dan negara-negara bekas Uni Soviet.