Lintasan Sejarah 10 Februari 2023
Hari ini Jumat, 10 Februari 2023 bertepatan dengan 19 Rajab 1444 Hijriah Qamariah atau menurut kalender nasional Iran tanggal 21 Bahman 1401 Hijriah Syamsiah. Berikut kami hadirkan beberapa peristiwa bersejarah yang terjadi hari ini.
Perang Tabuk Antara Muslimin dan Romawi
1435 tahun yang lalu, tanggal 19 Rajab 9 HQ, terjadi perang Tabuk antara Muslimin dengan Romawi.
Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang terjadi di masa Rasulullah Saw. Penyebab terjadinya perang Tabuk bermula dari para pedagang Syam yang mengabarkan kepada Rasulullah Saw bahwa Romawi mempersiapkan pasukan untuk menyerang Madinah. Rasulullah langsung memerintahkan umat Islam baik yang tinggal jauh dari Madinah atau di dalam kota untuk bersiap-siap berperang.
Sekalipun jarak yang harus ditempuh jauh, udara yang begitu panas dan tepat di masa panen, kebanyakan umat Islam tetap mempersiapkan dirinya untuk berperang. Tapi ada sekelompok orang munafik di Madinah menyampaikan kepada Rasulullah Saw pelbagai alasan agar tidak ikut dalam perang ini. Tidak itu saja, mereka juga berusaha mencegah orang lain untuk ikut perang. Nabi Muhammad Saw tahu hakikat yang sebenarnya. Oleh karenanya, beliau memerintahkan Imam Ali as untuk tetap berada di Madinah dan beliau ikut dalam perang ini.
Akhirnya pasukan Muslimin yang berjumlah 30 ribu pada 19 Rajab 9 Hijriah tiba di medan perang, tapi mereka tidak menemukan tanda-tanda keberadaan pasukan Romawi. Dalam peristiwa ini, sekalipun tidak terjadi perang, yang terjadi adalah kehormatan Islam tetap terjaga dan umat Islam terbukti siap berkorban untuk menghadapi pasukan kufur. Perang Tabuk ini juga disebut perang Fadhihah yang berarti terungkap. Karena sebagian orang yang menunjukkan dirinya muslim ternyata mereka adalah orang munafik.
Sultan Baabullah, Sultan Ternate Lahir
495 tahun yang lalu, tanggal 10 Februari 1528, Sultan Baabullah lahir di Ternate, Maluku Utara.
Sultan Baabullah adalah sultan dan penguasa Kesultanan Ternate ke-24 yang berkuasa antara tahun 1570 – 1583. Ia merupakan sultan Ternate dan Maluku terbesar sepanjang sejarah yang berhasil mengalahkan Portugis dan mengantarkan Ternate ke puncak keemasan di akhir abad ke-16. Sultan Baabullah juga dijuluki sebagai penguasa 72 pulau berpenghuni yang meliputi pulau–pulau di nusantara bagian timur, Mindanao selatan dan kepulauan Marshall.
Sultan Baabullah tidak menunda waktu setelah penobatan dan pidato pelantikan diucapkan. Perang Jihad diumumkan di seluruh negeri. Tak kalah dengan ayahnya ia tampil sebagai koordinator yang handal dari berbagai suku yang berbeda akar genealogis di nusantara bagian timur. Untuk memperkuat kedudukannya Sultan Baabullah menikahi adik Sultan Iskandar Sani dari Tidore. Raja–raja Maluku yang lainpun melupakan persaingan mereka dan bersatu dalam satu komando di bawah Sultan Baabullah dan panji Ternate, begitu pula raja–raja dan kepala suku di Sulawesi serta Papua.
Sultan Baabullah memiliki panglima–panglima yang handal, diantaranya ; Raja Jailolo Katarabumi, salahakan (gubernur) Sulasalahakan Ambon Kapita Kalakinka, dan Kapita Rubuhongi. Menurut sumber Spanyol, dibawah panjinya Sultan Baabullah mampu mengerahkan 2000 kora–kora dan 120.000 prajurit.
Pemerintahan Militer Gagal Berkat Perintah Imam Khomeini ra
44 tahun yang lalu, tanggal 21 Bahman 1357 HS, pemerintah militer Iran gagal terbentuk berkat perintah Imam Khomeini ra.
Pada detik-detik terakhir dari umur rezim Shah Pahlevi, para jenderal rezim Shah memutuskan untuk memperpanjang masa darurat militer di Tehra guna mengontrol kondisi. Keputusan ini diambil dengan tujuan mencegah warga berkumpul dan bila memungkinkan mereka berusaha menangkap Imam Khomeini ra dan tokoh-tokoh pejuang berpengaruh di sekeliling beliau dan setelah itu membunuh mereka.
Tapi dengan kewaspadaannya, Imam Khomeini ra pada 21 Bahman 1357 HS, untuk tidak mempedulikan aturan yang diterapkan pemerintahan militer. Setelah mendapatkan informasi mengenai pesan Imam Khomeini ra, warga revolusioner Iran keluar dan turun ke jalan-jalan dan konflikpun terelakkan, bahkan semakin meluas hingga ke pusat-pusat konsentrasi militer rezim Pahlevi di Tehran di kota-kota lainnya. Di sisi lain, mayoritas militer yang diperintahkan menindak warga tidak bersedia melakukannya, bahkan banyak dari mereka yang bergabung dengan warga.