Mengenal Para Ulama Besar Syiah (60)
Ulama Syiah lain yang terkenal di abad 14 Hijriyah dan juga dikenal sebagai ulama yang berpengaruh dalam proses politik dan budaya Iran di abad ini adalah Mulla Ali Kani.
Mulla Ali Kani dilahirkan tahun 1220 H di sebuah keluarga pedesaan yang mata pencaharian utamanya adalah bertani. Keluara petani biasanya melakukan hal dan pekerjaan secara bersama-sama dan melibatkan seluruh anggota keluarga, baik perempuan, pria dan anak-anak atau pemuda bekerja keras sehingga mampu memberikan pendapatan yang layak bagi keluarga.
Saat itu, pendidikan dasar sudah cukup untuk melakukan pekerjaan seperti ini, dan tidak dibutuhkan pendidikan tinggi. Keluarga Mulla Ali Kani juga memiliki pendapat seperti ini, bahwa Mulla Ali tidak perlu melanjutkan pendidikanny setelah pendidikan dasar, tapi beliau bersikeras untuk melanjutkan pendidikannya dan setelah 20 tahun akhirnya beliau berhasil membuat keluarganya menijinkan untuk melanjutkan pendidikannya.
Mulla Ali Kani yang lahir di desa Kani, salah satu daerah di wilayah Tehran, melanjutkan pendidikannya di sekolah yang terkenal yakni Madrasah Marvi. Hauzah Ilmiah Marvi saat itu dipimpin oleh Mirza Masih Mojtahid, seorang ulama yang menghabiskan seluruh usianya dalam melawan imperalis Inggris dan Tzar Rusia. Mulla Ali Kani dalam waktu singkat setelah belajar di Hauzah Marvi Tehran kemudian melanjutkan pendidikannya ke Hauzah Ilmiah Isfahan, Najaf Ashraf dan Karbala.
Mullai Ali Kani yang dilahirkan di pedesaan dan memiliki sifat sederhana, selama belajar melewati kehidupannya dalam kondisi miskin dan sulit. Selama belajar di Najaf Ashra, makanan sehari-harinya adalah roti kering yang ia kumpulkan dari Haram Imam Ali as dan Masjid Sahla. Namun demikian seluruh kesulitan ini tidak membuat santri muda ini mundur dari menuntut ilmu, seakan-akan yang jiwanya hanya haus akan ilmu dan ajaran agama.
Tapi tak boleh dilupakan bahwa kemiskinan ini sepertinya disengaja oleh Mulla Ali Kani, karena beliau sendiri yang menginginkan kehidupan seperti ini. Bahkan ketika teman-temannya memasak makanan dan mempersiapkannya, beliau tidak bersedia memakannya, dan mengatakan, ini adalah makanan para bangsawan dan kami tidak menyukainya. Mungkin sifat qanaah dan menerimah beliau dengan cukup makan roti kering dari Masjid Sahla dan Haram Imam Ali as yang membuat dirinya menerima pancaran cahaya ilmu di dalam hatinya, dan memberinya berkah dalam kehidupannya di masa depan yang membuat seluruh mata takjub menyaksikannya.
Mulla Ali Kani belajar di bawah bimbingan guru besar seperti Sheikh Hasan Kashif al-Ghita, Sayid Ibrahim Qazwaini Hairi, Sheikh Murtadha Ansari dan Mohammad Hasan Najafi atau yang dikenal dengan Sahib Jawahir. Setelah bertahun-tahun menimbal ilmu agama, akhirnya Mulla Ali Kani mencapai level mujtahid. Tahun 1262 H, Mulla Ali Kani kembali ke Tehran dan kemudia ia masuk ke jajaran empat ulama besar Iran yang juga dibenarkan oleh Sahif Jawahir dan menjelaskan level mujtahidnya.
Selama di Tehran, Mulla Ali Kani sibuk menulis buku dan sedikit demi sedikit, penghasilan dari penjualan bukunya digunakan untuk pembangunan desa dan tanah tandus dan pengairan lahan kering. Ia berubah dari seorang santri miskin menjadi ulama yang kaya. Tapi sama seperti kemiskinan masa lalunya yang disebabkan oleh dirinya sendiri, kekayaannya saat ini juga disebabkan oleh dirinya sendiri dan bijaksana. Dia tidak menciptakan kekayaan untuk melimpahkan kekayaan dan hidup mewah, tetapi niatnya adalah untuk mendukung yang tertindas dan melawan para penindas.
Ia yang tertarik dengan hidup sederhana, meski memiliki banyak harta, tetap memilih hidup sederhana jauh dari kemewahan. Dia menghabiskan kekayaannya untuk orang miskin, memecahkan masalah orang dan menyebarkan Islam. Semua orang mengenalnya karena kemurahan hati dan martabatnya, dan mereka datang ke rumahnya dari mana-mana untuk memanfaatkan kemurahan hatinya. Tidak ada yang kembali dari pintunya dengan kecewa, dia bahkan memberikan hadiah yang dibawa kepadanya dan tidak meninggalkan apa pun.
Lambat laun, Mulla Ali Kani dikenal sebagai ulama berpengaruh di Tehran, dan sebagian besar masyarakat Iran mengikutinya. Pengaruh Haji Mulla Ali Kani sedemikian rupa sehingga terkadang pejabat pemerintah mendatanginya untuk menyelesaikan perselisihan agama mereka. Atas desakan rakyat, ia menerbitkan risalah praktisnya pada tahun 1270 H dan dua belas tahun kemudian pada tahun 1282, ia mengambil alih pengelolaan sekolah Marvi, sekolah yang sama tempat ia memulai pendidikannya.
Untuk mengenal lebih baik peran sosial dan politik ulama besar ini, kita sebaiknya mencermati kondisi politik dan budaya Iran saat itu, dan kini mari kita telaah sejarah Iran.
Dua tahun sebelum Mulla Ali Kani kembali ke Teheran, pada akhir pemerintahan raja Qajar ketiga dan awal pemerintahan Naser al-Din Shah, sebuah sekte agama baru bernama "Babiyeh" telah muncul di Iran. Sekte ini adalah pengikut seseorang bernama Ali Muhammad Shirazi, yang pada awalnya menyebut dirinya Bab (pintu) dari Imam yang tengah ghaib (Imam Mahdi as) dan kemudian mengklaim bahwa dia adalah Mahdi yang dijanjikan. Sedikit demi sedikit, Ali Mohammad Shirazi membangun Syari'at baru dan mengatakan serta menulis hal-hal yang tidak lain adalah mengaku sebagai Tuhan.
Para ulama Shiraz mengadakan pertemuan untuk menguji klaimnya. Ali Mohammad Shirazi mengklaim dalam majelis itu bahwa meskipun agama barunya, agama Islam dan aturannya sudah usang, tetapi dia tidak dapat memberikan jawaban yang benar atas pertanyaan para ulama dan membuktikan klaimnya, sehingga pemerintah menangkap dan mengasingkannya atas permintaan dari para ulama. Tetapi para pengikutnya, yang dikenal sebagai Babiyah, memulai pemberontakan berdarah di berbagai kota di Iran dan membunuh tokoh agama dan politik yang hebat.
Pada tahun 1264, pengikut sekte Babiyyah membunuh Mullah Mohammad Taqi Qazvini Baraghani, seorang mujtahid dan ulama Qazvini terkemuka, saat dia sedang sholat di masjid. Ahli hukum dan mujtahid besar ini, yang kemudian dikenal sebagai syahid ketiga, yakni syahid mihrab ketiga, telah melawan mazhab Syaikhiyah dan Babiyyah selama bertahun-tahun, dan dalam pidatonya, dia memberitahu masyarakat tentang penyimpangan mereka. Sudah lama sejak syahid ini mengeluarkan fatwa murtadnya para tokoh Babiyyah dari agama, tetapi raja-raja Qajar tidak hanya tidak memperhatikan masalah ini, bahkan terkadang mereka mendukung sekte ini melalui beberapa perantara.
Dalam situasi ini, Mullah Ali Kani, sebagai salah satu ulama terkemuka Iran dan Tehran, yang sangat dihormati oleh rakyat dan para pejabat juga peduli padanya karena posisi sosialnya, berdiskusi berkali-kali dengan para sesepuh sekte Babiyyah, dia mencoba membawa mereka kembali ke Islam, tetapi ketika dia melihat desakan mereka atas kekafiran mereka sendiri, dia mengeluarkan fatwa mengenai kemurtadan mereka, sebuah fatwa yang pernah dikeluarkan oleh Syahid Tsalis (Syahid ketiga) sebelumnya.
Namun kali ini, dengan adanya seorang seorang kanselir yang kompeten seperti Amir Kabir, keputusan ini menyebabkan persatuan pemerintah dan kekuatan agama melawan Babiyyah, dan akhirnya, dengan tangan Amir Kabir, Nasir al-Din Shah, pada 1266, Ali Mohammad Shirazi dieksekusi dan Babiyyah ditahan. Setelah kejadian tersebut, banyak konspirasi terhadap Amir Kabir terjadi hingga akhirnya, dua tahun setelah eksekusi Ali Muhammad Shirazi, Shah memecat kaselir dari semua posisinya dan mengasingkannya ke Kashan. Campur tangan Inggris dan ketamakan kanselir kedua, Nasir al-Din Shah, akhirnya berujung pada pembunuhan Amir Kabir.