Jul 26, 2018 04:43 Asia/Jakarta

Maulana Jalaluddin Mohammad Maulavi adalah ulama terkenal, sekaligus penyair dan arif terkemuka. Kebanyakan para peneliti mengungkapkan bahwa Maulavi dilahirkan tanggal enam Rabiul Awal 604 Hijriah, atau bertepatan dengan 30 Desember 1207 Masehi di Balkh. Pada musim gugur tahun 672 Hq atau 1273 M, Maulavi jatuh sakit hingga dokter tidak berdaya untuk mengobatinya. Ulama, penyair, sekaligus sufi besar Iran ini wafat pada 5 Zumadil Akhir 672 H atau 17 Desember 1273 M di usia 68 tahun.

Dari berbagai karya Maulavi, Matsnavi-e Maknavi memiliki kedudukan khusus, sebab setelah berlalu lebih dari 800 tahun lalu hingga kini masih menjadi buku yang memancarkan cahayanya di bidang budaya dan sastra Farsi di dunia. Matsnavi-e Maknavi adalah sebuah kitab yang berisi berbagai pelajaran berharga dan penting mengenai petuah sufistik yang disajikan dalam bentuk syair yang menawan.

 

Buku kumpulan syair ini merupakan manifestasi pemikiran Maulavi. Dalam Matsnavi-nya, Maulavi berupaya mengenalkan manusia dengan perjalanan hidup di masa lalunya dari alam mineral menjadi tumbuhan dan akhirnya menjadi manusia. Para peneliti mengkategorikan kisah Matsnavi terdiri dari empat jenis: kisah sufistik, kisah hikmah, kisah qurani dan kisah metaforis. Tapi kebanyakan isi dalam Matsnavi berbentuk kisah sufistik. Maulavi secara khusus memfokuskan kepada lapisan tersembunyi dari kisah dan konsepsi irfani di dalamnya.

 

Maulavi menuturkan berbagai kisah dalam Matsnavi menggunakan metode hasil terobosannya. Sebagian kisah dalam Matsnavi-e Maknavi lebih panjang dari yang lain. Meskipun panjang, tapi kemampuan bertutur Maulavi menyebabkan cerita yang ditulisnya tetap menarik untuk disimak hingga akhir. Sebab penyair Persia ini menggunakan tamsil atau metafora yang memukau dengan format episode. Salah satu dari kisah tersebut di antaranya: Raja dan Budak, Beo dan Saudagar.

 

Kebanyakan kisah dijelaskan dan ditafsirkan dalam uraian panjang yang dilakukan Maulavi. Oleh karena itu, kisah utama seperti bingkai terhadap kisah-kisah kecil yang terdapat dalam Matsnavi-e Maknavi. Ketika kerangka kisah berupa pesan maupun tamsil yang ingin disampaikan kepada audiens, maka kisah-kisah kecil menjadi buktinya. 

Maulavi

 

Doktor Taghi Pour menjelaskan mengenai kualitas metode yang dipergunakan Maulavi dalam menuturkan kisahnya.Peneliti Maulavi terkemuka ini mengatakan, “Kisah dalam cerita yang disajikan Maulavi merupakan metode personal Maulavi sendiri. Meskipun metode tersebut terdapat di sejumlah buku nazm dan nasr seperti Sinbad Nameh, Kalilah va Dimnah, Matsnavi Attar, tapi semua itu tidak pernah sama dengan Matsnavi Maulavi.”

 

Menurut Taghi Pour, dalam berbagai karya sebelum Maulavi, penulis kisah dan hikayat dengan kesadaran penuh menjelaskan cerita sebagai contoh bukti atas pemikiran moral, maupun pandangan sufistiknya. Hikayat dan kisah yang disajikan berupa tamsil untuk memperkenalkan pemikirannya sekaligus memuaskan audiens. Dalam cerita lain, kendali cerita secara total berada di tangan narator, dan cerita sudah diseting sedemikian rupa oleh penelisnya. Oleh karena itu, biasanya cerita-cerita tersebut bisa ditebak alurnya.

 

Tapi dalam Matsnavi tidak demikian.Taghi Pour mengungkapkan bahwa kontrol cerita bukan berada di tangan Maulavi sebagai penulis. Dengan potensi struktur dan maknanya baik yang terlihat maupun yang tidak, kisah dalam Matsnavi menunjukkan kesadaran dan alam bawah sadar Maulavi yang keluar dalam berbagai peristiwa yang dialaminya. Maulavi membawa ke mana pun potensi dan tindakan aktualnya dalam cerita Matsnavi yang memberikan pengaruh secara tidak langsung kepada audiens.

 

Di sisi lain, tamsil “dari dalam ke dalam” di kisah panjang membawa alam pikiran audiens dalam kisah panjang. Misalnya dalam kisah “Pir Changgi”(Pemetik Kecapi) yang termasuk kisah paling terkenal dari Matsnavi. Maulavi menjelaskan cerita dalam deretan bait panjang, lebih dari 170 bait.

 

Saking panjangnya cerita ini, audiens mengira cerita utamanya hingga akhir  mengenai pemetik kecapi itu. Oleh karena itu, Maulavi melanjutkan cerita dengan menambah judul baru, “Lanjutan Kisah Pemetik Kecapi dan Cerita Keikhlasannya”. Pola serupa juga dilakukan Maulavi dalam cerita “Kisah Rasulullah Saw dan Zaid”, dan “Kisah Masjid Pencinta”.

 

Struktur “Cerita dalam Cerita” sebelum Maulavi juga pernah berkembang sebelumnya, terutama dalam kisah-kisah klasik sastra Farsi seperti Kalilah va Dimnah, Marzban Nameh, Sindbad Nameh, bahkan Shah Nameh Ferdowsi. Dengan mencermati berbagai karyanya, terlihat dengan jelas perbedaan antara karya Maulavi dengan penyair sebelumnya dari sisi metode, isi, lagu, irama, ritme dan pemilihan diksinya. Maulavi juga dikenal menerobos tradisi syair yang selama ini dipergunakan oleh para penyair sezamannya, bahkan sebelumnya.

 

Kebanyakan kisah dalam Matsnavi-e Maknavi merupakan kisah metaforis. Pola kisah mengikuti pola klasik sebelum abad ketujuh Hijriah. Dari penggunaan pola klasiknya, model bahasa yang dipergunakan Maulavi dalam Matsnavi tidak dipakai dalam karya lainnya. Komposisi syair khusus dalam kisah, pilihan diksi klasik, jenis sastra dalam cerita, dan manifestasi konsep irfani, termasuk sejumlah pola khas yang terdapat dalam Matsnavi-e Maknavi.

Ilmuwan Iran

 

Kebanyakan kisah dalam kitab Matsnavi-e Maknavi menekankan masalah akhlak dan pendidikan melebihi masalah lain. Cerita yang disajikan Maulavi dalam Mastnavi-Maknavi berpijak pada pendidikan manusia dan penyucian diri. Melampaui bentuk ceritanya, berbagai cerita dalam Matsnavi mengungkapkan tentang pemikiran yang tinggi.

 

Maulavi menggunakan sebagian cerita dengan mengutip perkataan dan kisah para pemuka agama, bahkan Nabi Muhammad Saw, serta ulama dan sufi terkemuka sebelumnya. Cara ini ditempuh Maulavi supaya lebih mendekatkan kisah dengan realitas sebenarnya. Kebanyakan para tokoh yang disajikan Maulavi adalah orang orang yang dikenal luas oleh audiens. Jika tidak demikian, biasanya Maulavi menekankan terhadap muatan isi dalam kisah tersebut.

 

Salah satu unsur utama dalam kisah Matsnavi-e Maknavi adalah plot cerita. Plot atau alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai urutan bagian-bagian dari keseluruhan cerita dalam bentuk model yang tertata dari awal cerita hingga akhir.

 

Dalam plot sangat ditekankan hubungan sebab akibat dalam kisah. Konsistensi Maulavi dalam Matsnavi-e Maknavi juga dilakukannya ketika menjelaskan tentang muatan irfani dalam syairnya. Sebagai penulis dan narator kisah, Maulavi melakukan reproduksi gagasan dari kisah-kisah sebelumnya dengan format baru yang menjadi khasnya.(PH)