Perkembangan Iptek di Iran dan Dunia (11)
Di antara prestasi penting lainnya yang didulang oleh para peneliti Republik Islam Iran adalah mereka berhasil memproduksi aspal yang mampu mengubah polutan menjadi oksigen. Penerapan teknologi produsi aspal untuk mengkonversi polutan hidrokarbon (HC) menjadi zat atau senyawa air yang tidak berbahaya, karbondioksida (CO2) dan oksigen (O) telah dilakukan oleh para peneliti Iran di Universitas Azad Ahvaz.
Ebrahim Panahpour, pelaksana proyek tersebut mengatakan, penelitian yang diterapkan pada polutan di dalam log drilling mud (log lumpur pemboran) diperoleh hasil bahwa sekitar 75 persen polutan hidrokarbon yang ada di dalamnya hilang. Riset lainnya dilakukan pada tanah yang mengandung polutan minyak, dimana hasilnya sekitar 90 persen polutan tersebut hilang.
Menurut pandangan para peneliti, produksi aspal tersebut juga bisa digunakan untuk mengatasi polusi udara. Jika hal ini dilakukan, maka harga akhir setiap satu meter persegi aspal tersebut akan bertambah menjadi 50 seni. Dalam proyekini digunakan sebuah jenis mineral yang tambangnya ada di Iran. Teknologi ini bisa digunakan di aspal, bitumen, furniture dan setiap permukaan yang berhubungan dengan matahari.
Ketua Pusat Riset Bedah Vaskular Universitas Ilmu Kedokteran Mashhad Iran mengabarkan pemanfaatan Sel Punca untuk mengobati Arteri Oklusi Ekstremitas Bawah. Dokter Hassan Ravari mengatakan, penggunaan Sel Punca dengan angioplasty, balon dan pegas dalam pengobatan Oklusi Ekstremitas Bawah adalah salah satu perencanaan penting yang sedang kami lakukan dan hingga akhir tahun ini, 955 hasil tertulis dan data-datanya akan diumumkan.
Menurut Ravari, cara tersebut sangat modern dan merupakan hal baru di dunia. Sebab, cara ini mampu mencegah penyumbatan kembali pada arteri pasien yang dikenakan proses angioplasty padanya. Angioplasty adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk mengatasi penyempitan arteri.
Prosedur angioplasty berguna untuk banyak hal seperti membersihkan plak dari arteri koroner, membantu meringankan serangan jantung dan memperlebar arteri yang menyempit di berbagai anggota tubuh seperti arteri femoralis di kaki serta untuk meningkatkan aliran darah ke jantung. Pada tahap pertama dari cara itu telah diupayakan untuk mencegah penyumbatan kembali pada pembuluh darah dengan menggunakan Sel Punca.
Para ahli Iran juga berhasil merancang dan membuat alat penghasil oksigen rumah. Proyek ini didukung oleh Departemen Sains dan Teknologi Kepresidenan Iran dalam kerangka perencanaan makro nasional dalam memproduksi peralatan medis. Alat ini mencapai produksi massal dengan biaya setengah dari produk asing yang memiliki kualitas serupa, bahkan setara dengan merek-merek terkenal asing. Ini merupakan langkah penting dalam menjawab tantangan pengobatan bagi para pasien yang mengalami gangguan pernafasan.
Mesin penghasil oksigen atau Oxygen Concentrator adalah sebuah alat yang digunakan untuk menghasilkan oksigen yang mengambil udara di sekelilingnya sebesar 30 persen. Mesin penghasil oksigen ini sangat cocok digunakan untuk para penderita asma, lansia dan home care. Medis untuk terapi di rumah (home medical oxygen) ditemukan pertama kali pada tahun 1970-an. Sebelum itu, terapi oksigen membutuhkan oksigen tekanan tinggi atau sistem oksigen cair cyogenic, dimana kedua sistem ini membutuhkan home visit oleh supllier untuk mengisi kembali persediaan oksigen.
Para penderita penyakit pernafasan harus selalu menggunakan alat penghasil oksigen disebabkan kebutuhannya yang terus menerus terhadap unsur penting ini. Kurangnya akses terhadap fasilitas ini bisa menimbulkan persoalan serius bagi mereka. Penderita penyakit seperti penyakit paru-paru kronik (Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD), asma, para veteran kimia dan para pasien yang membutuhkan oksigen sangat memerlukan alat bantu tersebut.
Produksi alat penghasil oksigen di Iran dilakukan setelah melakukan analisa secara ilmiah dan teliti terhadap sampel buatan luar dan memulai produksi teknologinya. Dengan anggaran pribadi, komponen alat tersebut dibuat dalam skala laboratorium, dan sampel pertama diselesaikan. Setelah itu, dengan bantuan Departemen Sains dan Teknologi Kepresidenan Iran yang dialokasikan untuk memajukan proyek ini, sampel semi-industri dari alat penghasil oksigen itu mencapai tahap produksi.
Pasca tiga tahun sejak dimulainya proyek pembuatan alat penghasil oksigen ini, tahap-tahap manufaktur alat tersebut berjalan dengan baik meskipun menghadapi berbagai masalah dan kekurangan. Dan dengan peluncuran lini produksi, sampel-sampel semi-industri terlampaui dan dimulai produksi massal teknologi ini di Iran.
Peneliti Iran baru-baru ini berhasil merancang dan memproduksi perangkat untuk mengukur kecepatan, akselerasi, jarak dan detak (denyut) jantung atlet secara online. Alat ini juga mampu mengukur berbagai parameter dengan teliti dan akurat dan disediakan untuk para pelatih dan atlet.
Alat pengukur kecepatan, akselerasi, jarak dan detak jantung para atlet secara online didesain sedemikian rupa sehingga memiliki keakuratan tinggi dalam mengukur jarak, akselerasi dan kecepatan para atlet, bahkan mampu mengukur langkah-langkah cacat para atlet. Alat ini juga mampu menunjukkan jumlah kalori atlet yang terbakar ketika melakukan aktivitas olahraga.
Mohammad Heydari, pelaksana proyek pembuata alat tersebut mengatakan, saat ini terdapat satu sampel luar, namun secara online tidak mampu menunjukkan berbagai parameter kepada pelatih. Selain itu, disebabkan alat ini menggunakan GPS, maka di tempat yang tidak terjangkau jaringan internet, alat itu tidak akan menghitung parameter kecepatan, akselerasi, jarak dan lain sebagainya.
Pengembangan riset kedokteran menggunakan sel punca atau stem cell terus dilakukan. Para peneliti dalam sebuah riset mampu mengembalikan penglihatan tikus yang menderita penyakit mata pada tahap akhir (tahap yang dianggap penglihatan tidak bisa pulih kembali). Penyembuhan tersebut dilakukan dengan menggunakan Sel Punca.
Ilmuwan Jepang mengumumkan berhasil mengembalikan penglihatan yang rusak pada tikus-tikus yang menderita gangguan retina stadium lanjut. Tim ilmuwan menggunakan Sel Punca untuk menumbuhkan jaringan retina baru di laboratorium, lalu mencangkokannya pada jaringan di mata tikus yang memiliki kerusakan retina stadium akhir. Lebih dari 40 persen tikus berhasil melihat cahaya setelah menjalani prosedur yang dipimpin oleh Dr. Michiko Mandai tersebut.
Ini adalah penelitian pertama yang berhasil melakukan pencangkokan sel untuk mengindera cahaya, yaitu reseptor cahaya pada retina, sehingga sel akan menghubungkannya pada sistem saraf inang untuk kemudian dikirim sinyal ke otak inang. Mandai mengatakan, “Kami berharap lama kelamaan jumlah koneksi antara sel di inang retina dan transplantasi sel punca. Ini akan membuat tikus bukan hanya bisa melihat cahaya, tapi juga gerakan atau figur yang lebih besar.”
Retina adalah lapisan tipis jaringan di belakang mata yang menangkap cahaya dan mengubahnya menjadi sinyal saraf ke otak lalu citra atau gambar dipersepsikan. Pada penderita kerusakan retina, sel-sel yang menangkap cahaya perlahan-lahan hilang, sehingga lama kelamaan terjadi kebutaan total. Salah satu jenis penyakit pada gangguan retina adalah degenerasi makula karena usia. Diperkirakan 170 juta orang di dunia menderiat penyakit ini.
Memang belum diketahui apakah prosedur yang dilakukan pada tikus itu juga bisa diaplikasikan pada manusia. Salah satu kendalanya adalah setelah proses pencangkokan, retina mata manusia butuh waktu lebih lama untuk matang. Menurut Mandai, diperlukan waktu 5-6 bulan sampai retina yang dicangkokkan pada manusia bisa merespon cahaya. Mata manusia memang memiliki lingkungan yang berbeda dengan tikus, sehingga belum pasti juga apakah retina yang dicangkokkan akan bisa membuat sambungan sel atau tidak.