Islamophobia di Barat (18)
Diskriminasi agama khususnya terhadap umat Islam di banyak masyarakat Barat, tidak mengenal batasan apapun dan setiap hari kita menyaksikan model baru Islamophobia dan sentimen anti-Muslim di Barat.
Dewan Hubungan Islam-Amerika (CAIR) – organisasi terbesar perlindungan hak-hak Muslim di AS – dalam sebuah laporan, mengungkap tingginya tingkat intimidasi dan diskriminasi terhadap siswa Muslim di sekolah-sekolah California.
Dalam sebuah laporan pada 31 Oktober 2017, CAIR mengungkapkan kasus gangguan terhadap siswa Muslim naik dua kali lipat dari rata-rata nasional. Laporan dengan judul "The Bullying of Muslim Students and the Unwavering Movement to Eradicate It" didasarkan pada temuan dari survei di seluruh negara bagian California terhadap lebih dari 1.000 pelajar Muslim yang berusia antara 11 dan 18 tahun.
Hasil survei menunjukkan bahwa siswa Muslim merasa kurang aman, kurang disambut, dan kurang dihormati di sekolah-sekolah mereka. 53 persen responden melaporkan bahwa siswa di sekolah diolok-olok, dihina atau dilecehkan secara verbal karena ia seorang Muslim. Selain itu, 26 persen siswa mengatakan mereka telah menjadi korban bully di dunia maya, dan 57 persen siswa juga menyaksikan teman sekelas mereka membuat komentar ofensif tentang Islam dan Muslim di dunia maya.
36 persen responden perempuan melaporkan bahwa jilbab mereka ditarik atau disentuh secara ofensif. Angka ini mencatat peningkatan tujuh persen dari laporan CAIR pada 2015.
Survei CAIR juga mencatat adanya peningkatan komentar ofensif yang dibuat oleh guru, pengurus sekolah, dan pejabat lainnya tentang agama siswa. Hasil survei ini mengungkapkan bahwa para siswa Muslim harus memikul beban berat setiap hari di sekolah dengan menghadapi pengganggu dan mereka menghadapi pendekatan Islamophobia, yang sejalan dengan kebijakan Presiden AS Donald Trump.
Pengacara hak-hak sipil CAIR, Marwa Rifahie mengatakan, “Sulit untuk mengabaikan efek negatif dari kampanye presiden 2016 dan pemilihan Trump terhadap kondisi pelajar Muslim di sekolah-sekolah Amerika. Penting untuk terus mengadvokasi lingkungan belajar yang bebas dari permusuhan dan diskriminasi."
"Seperti yang kami khawatirkan, hasil survei kami menunjukkan bahwa kondisi lingkungan sekolah untuk siswa Muslim terus memburuk di semua bidang," kata pengacara hak-hak sipil CAIR, Brittney Rezaei.
Laporan ini memberikan rekomendasi tentang bagaimana Kongres AS, penerbit buku pelajaran, sekolah, dan orang tua dapat bekerja untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan inklusif.
Dewan Hubungan Islam-Amerika (CAIR) juga menemukan kalimat ancaman vandalisme dan cercaan anti-Muslim di dinding sekolah SMA Kent-Meridian di Washington. Salah satu kalimat itu berbunyi "All Muslims dead on 10/30 #MAGA" dan pelaku menggunakan tagar yang dipakai Trump selama kampanye yaitu #MAGA (Make America Great Again). Grafiti ancaman dan hinaan juga ditemukan di sudut-sudut lain dinding sekolah tersebut.
"Ini bukan kasus pertama yang dilaporkan kepada kami tentang tindakan anti-Muslim di sebuah sekolah, perguruan tinggi atau universitas. Ketakutan akan diganggu di sekolah telah meningkat bagi siswa Muslim karena efek negatif dari kampanye dan pemilu presiden," kata Direktur Hak-Hak Sipil CAIR, Jasmin Samy.
Komunitas Muslim berusaha melawan pelecehan dan intimidasi tersebut dengan cara lain yaitu melakukan kegiatan amal serta memberikan pencerahan tentang agama Islam. Mereka bahkan membiarkan pintu-pintu masjid terbuka untuk menampung warga yang menjadi korban bencana alam di Amerika.
Komunitas Muslim Amerika ikut menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada para korban Badai Irma, Maria, dan Harvey selama 2017 lalu. Pejabat pemerintah negara bagian Puerto Rico menyatakan bahwa jumlah korban tewas akibat badai mematikan di wilayah pulau Amerika Serikat mencapai 2.975 orang. Badai Maria melanda Amerika pada September 2017.
Warga Muslim Amerika melakukan penggalangan dana untuk membantu korban Badai Maria di Puerto Rico dan menyediakan kebutuhan air bersih untuk mereka. Sejumlah dokter Muslim juga memberikan pelayanan medis kepada para korban cidera badai tersebut.
Masyarakat Islam Amerika Utara (ISNA) menyatakan bahwa pihaknya merasa bertanggung jawab di hadapan orang-orang yang terkena dampak dan berada dalam situasi kritis.
Selama Badai Harvey menerjang wilayah Texas, masjid-masjid di kota Houston – kota terbesar di negara bagian Texas – membuka pintunya bagi orang Amerika dari semua agama. Masjid-masjid itu menawarkan tempat tidur yang nyaman, tempat istirahat bayi, kopi dan teh hangat tanpa akhir, dan nampan hidangan makanan.
Masjid-masjid dan organisasi amal milik warga Muslim adalah yang pertama membuka pintu mereka untuk menawarkan bantuan dan perlindungan bagi para korban Badai Harvey.
Ketua Islamic Society of Greater Houston (ISGH), MJ Khan mengatakan, "Kami memiliki masjid di seluruh wilayah Houston. Jika Anda tidak punya tempat untuk berlindung, datanglah ke masjid lingkungan Anda. 21 masjid siap untuk memberikan pelayanan kemanusiaan kepada korban banjir."
"Para relawan Muslim akan mengevakuasi warga dari rumah-rumah mereka dan membawanya ke masjid," tambahnya.
Tentu saja bantuan komunitas Muslim Amerika kepada korban bencana alam tidak terbatas pada tindakan tersebut. Sekelompok relawan Muslim kota Denver, Colorado dalam sebuah aksi kemanusiaan, membagi-bagikan 2.000 paket sembako kepada para tunawisama di kota itu.
Lebih dari 100 relawan Muslim di Colorado dari pukul 8 pagi hingga 4 dini hari waktu setempat, membagikan paket makanan yang mencakup sandwich, minuman ringan, air mineral, pisang, dan pakaian bersama kopi hangat.
Para relawan lain membagikan makan siang di Taman Sonny Lawson, Governor’s Park, Denver Rescue Mission, dan di sepanjang 16th Street Mall di kota itu.
Ketua kelompok relawan Muslim, Nadeen Ibrahim mengatakan, "(Kelaparan) adalah masalah yang sangat penting bagi komunitas kami Muslim-Amerika. Islam menekankan memberi makan orang yang lapar. Nabi Muhammad Saw bersabda, 'Bukanlah seorang Muslim yang tidur dengan kenyang sementara tetangganya kelaparan.'"
Jadi, tidak mungkin agama Islam dengan keteladanan sempurna yang diberikan oleh Rasulullah Saw, menjadi penyebar kekerasan dan radikalisme.
Masyarakat Muslim Eropa juga melakukan banyak kegiatan amal untuk memperkenalkan ajaran Islam sebagai agama penyeru perdamaian, kasih sayang, dan anti-kezaliman.
Salah satu aksi Muslim Inggris di musim dingin adalah membiarkan pintu masjid terbuka untuk tunawisma dan memberikan makanan yang hangat kepada mereka. Para pengurus Masjid Margate di distrik Thanet, tenggara Inggris, untuk tahun kedua membantu menyediakan akomodasi penginapan, makanan, dukungan emosional, dan praktis untuk tunawisma di daerah tersebut.
Ashfaq Ahmed, salah seorang pengurus masjid, mengatakan mereka ingin membuka pintu masjid untuk para tunawisma di tengah cuaca dingin. "Kami saat ini sedang mempersiapkan logistik untuk para tamu dan mengkaji langkah-langkah kesehatan dan keselamatan.
"Kami sedang berdiskusi dengan perwakilan tempat penampungan musim dingin Thanet tentang cara terbaik untuk mengakomodasi tamu kami. Kami hanya ingin memberi mereka tempat penginapan yang nyaman," tambahnya.
Nabi Muhammad Saw diutus untuk menyelamatkan umat manusia dari kesesatan dan kegelapan. Dia datang dengan menyeru manusia pada tauhid, keadilan, kasih sayang, dan perlawanan terhadap penindasan.
Jadi, ajaran yang dibawakan oleh Rasulullah Saw telah mendorong kaum Muslim untuk membantu orang lain di setiap tempat. Islam tidak menetapkan garis batas dalam membantu manusia dan setiap orang – dari semua agama – harus dibantu jika ia membutuhkan bantuan. Inilah wajah Islam hakiki.
Namun, kelompok anti-Islam di Barat – atas dasar kekerasan dan kejahatan yang dilakukan kelompok takfiri seperti Daesh – memperkenalkan Islam sebagai agama penyebar kekerasan dan radikalisme. (RM)