Islamophobia di Barat (29)
Surat kabar The Independent dalam sebuah laporan setelah satu tahun kepemimpinan Presiden Donald Trump di AS, menulis bahwa sejak Trump meluncurkan kampanyenya untuk melangkah ke Gedung Putih, jumlah kelompok anti-Muslim di Amerika meningkat tiga kali lipat.
Dalam laporannya pada 23 Januari 2018, The Independent menyatakan, "Sejak kampanye pemilu Trump yang sering mengecam umat Islam dan bersumpah akan melarang mereka memasuki AS, jumlah kelompok anti-Muslim dan juga jumlah kejahatan rasial yang dilakukan terhadap Muslim telah meningkat."
Madihha Ahussain, seorang pengacara yang fokus pada masalah fanatisme anti-Muslim menuturkan, "Insiden-insiden ini mencakup semuanya mulai dari intimidasi terhadap anak-anak Muslim di sekolah, pelecehan terhadap wanita Muslim yang mengenakan jilbab, dan perusakan masjid."
Aktivis Muslim Palestina-Amerika, Linda Sarsour dalam sebuah artikel di majalah Time menulis, "Sejak serangan tragis 11 September, Muslim Amerika menyaksikan peningkatan upaya untuk mentersangkakan mereka atas dasar ras dan agama di semua tingkat penegakan hukum. Kami menyaksikan program pengawasan, deportasi, dan pencatatan yang tidak beralasan dan ilegal. Kami juga secara keliru dimasukkan pada daftar larangan terbang dan mengalami peningkatan eksponensial dalam kejahatan rasial terhadap komunitas kami."
Sejak Trump berkuasa, warga Muslim Amerika menyaksikan peningkatan perilaku diskriminatif rasial. Dalam hal ini, Linda Sarsour yang pernah menggugat perintah eksekutif Trump tentang larangan Muslim di pengadilan AS, menuturkan, "Tidak peduli berapa banyak larangan Muslim atau kebijakan buruk lainnya yang diperkenalkan oleh Trump dan pemerintahannya, satu hal yang jelas - ketika kita bertarung bersama, kita menang setiap saat."
"Tahun ini adalah pertama kalinya kami melihat partisipasi rekan-rekan kaum Muslim untuk melawan rasisme dan kefanatikan yang diarahkan pada kami. Partisipasi saya yang terlihat dalam Women's March di 2017 dan peringatan yang sangat sukses awal bulan ini telah menjadi pengalaman yang mengharukan bagi Muslim di seluruh dunia. Itu menginspirasi," tambahnya.
Women's March adalah sebuah demonstrasi yang diadakan pada 21 Januari 2017 di Washington dan kota-kota lain di Amerika untuk melindungi hak-hak perempuan, mendorong reformasi undang-undang imigrasi, dan memerangi diskriminasi rasial.
Di Eropa, serangan rasial dan sentimen anti-Muslim juga meningkat setelah partai-partai sayap kanan ekstrem memenangi pemilu di benua itu. Salah satu partai ekstrem kanan di Eropa yang meraih sukses besar dalam pemilu parlemen 24 September 2017 adalah Partai Alternatif untuk Jerman (AfD).
Untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, sebuah partai dengan semangat anti-imigran dan anti-Islam berhasil memperoleh sekitar 13 persen suara. Dengan perolehan ini, AfD berhasil menguasai 96 kursi di Bundestag. Salah satu slogan kampanye partai ini adalah "Islam tidak memiliki tempat di Jerman."
Kehadiran partai ini di parlemen Jerman merugikan kaum konservatif Merkel dan partai-partai arus utama lainnya, serta semakin memecah-belah lanskap politik partai dan membuatnya lebih sulit untuk mendapatkan mayoritas parlemen.
AfD adalah partai pertama dan penentang keras kebijakan imigrasi pemerintah Jerman dan kedatangan imigran di negara itu.
AfD telah menikmati dukungan besar setelah Kanselir Angela Merkel memutuskan untuk membuka perbatasan Jerman bagi para pengungsi yang terdampar di Hongaria. Mereka meminta pemerintah untuk menutup perbatasan Uni Eropa dan sepenuhnya mengontrol perbatasan Jerman. Menurut partai ini, Islam bukan bagian dari masyarakat dan budaya Jerman.
Komentar salah satu anggota senior AfD tentang Islam telah membuat partai ini kembali menjadi sorotan media-media dunia. Bjoern Hoecke bersumpah bahwa begitu partainya berkuasa, mereka akan melarang Islam mulai dari Selat Bosporus di kota Istanbul - titik tepat di mana benua Eropa dimulai.
Berbicara kepada para pendukung AfD di kota Eisleben, Bjoern Hoecke mengatakan, "Begitu kita berkuasa, kita akan menegakkan apa yang perlu bagi kita untuk menjalani hidup kita secara bebas. Kami akan mengakhiri tiga huruf M besar yaitu Muhammad, Muazzin, dan Menara!"
Dia berjanji akan melarang pembangunan masjid dan menara di Jerman dan negara-negara Eropa. Menurut Hoecke, kaum Muslim tidak boleh lagi membangun masjid di Eropa dengan berpijak pada "kebebasan beragama."
Ini adalah sikap anti-Islam yang paling keras yang disampaikan oleh seorang anggota partai ekstrem kanan. Oleh karena itu, komentar Hoecke mendapat sorotan luas di dalam dan luar Jerman dan bahkan di lingkup internal AfD. Mantan Ketua AfD, Frauke Petry bahkan meminta partai untuk memecat Hoecke.
Agama Islam tentu saja akan membuka jalannya untuk menyampaikan kebenaran kepada orang-orang yang mencari kebenaran meskipun terus dimusuhi. Salah satu politisi senior AfD di wilayah Brandenburg bahkan memilih masuk Islam. Arthur Wagner menjadi pemberitaan utama di seluruh dunia setelah diketahui bahwa ia telah menjadi seorang muallaf.
Pria berusia 48 tahun ini kemudian mengubah namanya menjadi Ahmed. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Bild, Wagner menjelaskan alasannya memilih masuk Islam.
"Salah satu alasannya adalah perubahan cara gereja yang membuat saya tidak mengerti lagi," kata Wagner, yang sebelumnya adalah seorang Kristen yang taat dan anggota gereja Protestan.
“Saya pindah agama karena gereja tempat saya beribadah dulu tidak lagi sejalan dengan kepercayaan yang saya anut,” tegas Wagner. Ia tidak bisa menerima sikap toleran terhadap pernikahan sesama jenis, serta terlibatnya para pendeta di Pawai Gay Pride di Berlin. Ia menganggap ini sebagai kemunduran moral.
Warga Jerman keturunan Rusia ini menuturkan bahwa ia memutuskan untuk masuk Islam pada 2015 selama kunjungan ke kota Ufa, Rusia, rumah bagi komunitas Muslim Tatar.
Wagner mengundurkan diri sebagai wakil pemimpin cabang AfD di Brandenburg, tetapi mengatakan dia ingin tetap berada di partai itu untuk membangun jembatan antara Muslim Jerman dan masyarakat arus utama.
Arthur Wagner tentu saja menghadapi banyak penentang di AfD dan ia tidak akan dibiarkan untuk mempertahankan keanggotaannya di partai tersebut atau membiarkannya hidup tenang di Jerman.
Dia mengatakan telah menerima surat ancaman sejak statusnya sebagai Muslim dipublikasikan. "Saya mendapat surat yang memberitahu saya untuk keluar dari Jerman sebelum saya mulai membuat bom," katanya.
"Banyak anggota menginginkan dia keluar dari partai. Sayangnya, AD/ART partai kami tidak mengizinkan kami langsung memecatnya sepihak,” kata Kai Berger, Ketua Dewan Pimpinan Daerah AfD.
Masyarakat Barat meskipun telah lama berjuang untuk memberikan sebuah model dari interaksi, toleransi, dan kebebasan berekspresi, namun sekarang mereka semakin mengambil jarak dari nilai-nilai yang dihormati secara universal.
Pemerintah Eropa bahkan membiarkan dirinya untuk mengomentari isu kebebasan sipil di negara-negara lain. Tetapi di wilayah mereka sendiri, minoritas agama, terutama Muslim adalah minoritas etnis yang menghadapi banyak pembatasan.
Tiada hari tanpa penerapan pembatasan baru terhadap Muslim di Eropa atau serangan terhadap salah satu lembaga Islam. Ini mengindikasikan bahwa negara-negara Eropa telah mengambil jarak dari nilai-nilai liberal yang telah mereka perjuangkan selama beberapa dekade di dunia. (RM)