Terorisme Media Ala Barat (2)
Komunitas internasional perlu menyusun aturan baru untuk mengawasi pengoperasian satelit dan kegiatan jahat negara-negara neo-kolonial, yang memaksa menciptakan arus informasi satu arah dengan menerapkan sanksi ilegal terhadap negara lain.
Sanksi-sanksi itu sekarang disebut sebagai terorisme media. Tindakan sepihak ini jelas bertentangan dengan kepentingan nasional dan keamanan negara lain. Oleh karena itu, masyarakat internasional perlu mengambil tindakan serius untuk mencegah pemaksaan kehendak oleh kekuatan-kekuatan arogan.
Di edisi sebelumnya, kita membahas tentang prinsip dan dasar hukum yang mengatur ruang angkasa dan pengoperasian satelit. Kali ini, kita akan mencermati penekanan lembaga-lembaga komunikasi internasional tentang hak-hak komunikasi.
Organisasi Satelit Telekomunikasi Internasional (ITSO) adalah organisasi antar pemerintah yang bertugas mengawasi kewajiban layanan publik Intelsat. ITSO mulai bekerja untuk membangun sebuah sistem global telekomunikasi satelit pada tahun 1946.
Dalam melaksanakan tugasnya, ITSO mengadopsi prinsip yang ditetapkan oleh resolusi 1721 Majelis Umum PBB yang menyatakan "Semua negara harus memiliki akses ke komunikasi satelit." Resolusi ini menekankan komunikasi satelit harus bisa diakses oleh semua negara di dunia secepat mungkin dan non-diskriminatif, dan ruang angkasa digunakan untuk kepentingan semua negara.
Lembaga lain yang bergerak di bidang telekomunikasi internasional adalah Uni Telekomunikasi Internasional (ITU). Ia adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan untuk membakukan dan meregulasi radio internasional dan telekomunikasi. ITU didirikan sebagai International Telegraph Union di Paris pada 17 Mei 1865.
ITU memiliki keanggotaan pemerintah dan non-pemerintah, dan karena itu ia terbilang unik di antara badan-badan khusus PBB. Keanggotaan global ITU mencakup 193 negara anggota serta sekitar 900 perusahaan, universitas, serta organisasi internasional dan regional.
Di antara tujuan utama ITU adalah: memelihara dan memperluas kerja sama internasional antar-anggota untuk pemanfaatan sarana telekomunikasi secara efisien dan rasional, mendorong dan memberikan bantuan teknis kepada negara berkembang di bidang telekomunikasi, memperluas penggunaan teknologi komunikasi modern untuk semua penghuni planet ini, dan mendorong pengesahan dan perluasan lebih lanjut sektor telekomunikasi di tingkat internasional.
Uni Telekomunikasi Internasional (ITU) juga memiliki beberapa tugas lain demi mencapai tujuan tersebut antara lain:
Mendistribusikan frekuensi komunikasi (nirkabel) untuk layanan luar angkasa dan mencatat semua koordinat satelit yang melakukan orbit di bumi. Mengkoordinasikan kegiatan untuk mencegah gangguan gelombang radio-televisi antara stasiun nasional negara-negara serta memperbaiki penggunaan spektrum frekuensi nirkabel untuk layanan komunikasi.
Mengkoordinasikan upaya untuk mengembangkan peralatan telekomunikasi, terutama perangkat yang dipakai di luar angkasa. Dan terakhir mempelajari, merumuskan peraturan, mengadopsi resolusi, menyiapkan rekomendasi dan permintaan, serta mengumpulkan dan menyebarkan informasi tentang telekomunikasi.
Konsep The Right to Communicate baru-baru ini telah diadopsi dalam pembahasan hukum nasional dan internasional. Konsep ini adalah hasil dari penyempurnaan konsep lain seperti hak kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi.
Kebebasan informasi adalah hasil dari perjalanan alamiah perkembangan manusia dari periode feodalisme ke era komunikasi, di mana telah melewati dua revolusi pertanian dan industri. Era komunikasi adalah produk dari revolusi industri, sebuah revolusi yang telah memperluas budaya komunikasi.
Pada 1980, Komisi Internasional UNESCO merekomendasikan bahwa kebutuhan masyarakat demokratis akan komunikasi harus dipenuhi melalui perumusan hak-hak khusus seperti hak memperoleh informasi, hak membagikan informasi, hak menghormati kehidupan pribadi, dan hak untuk berpartisipasi dalam hubungan masyarakat.
Berangkat dari rekomendasi itu, Working Group UNESCO dalam pertemuan di Ottawa pada 11-12 September 1980, memberikan sebuah definisi baru tentang hak komunikasi. Definisi itu menyatakan komunikasi adalah proses sosial fundamental yang memungkinkan individu dan masyarakat untuk bertukar informasi dan pendapat. Ini adalah kebutuhan dasar manusia dan dasar dari semua organisasi sosial. Hak untuk berkomunikasi adalah milik individu dan masyarakat secara setara.
Definisi ini mengacu pada dua aspek mendasar dari hak berkomunikasi yaitu kebebasan dalam menyebarkan informasi dan mengekspresikan keyakinan.
Konstitusi Republik Islam Iran juga mengakui hak-hak dasar dan kebebasan. Berdasarkan Pasal 24, media dan pers dinyatakan bebas dalam menyebarkan informasi kecuali ia bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam atau hak-hak masyarakat.
Sekarang globalisasi komunikasi dan media telah menjadi sebuah kenyataan, dan ini menuntut pendefinisian ulang tentang hak-hak untuk berkomunikasi di tingkat internasional dan regional. Definisi ulang ini bertujuan untuk menghapus hambatan bagi arus informasi yang bebas dan menghilangkan pertentangan dalam komunikasi internasional, serta mencegah kekuatan besar untuk menyalahgunakan komunikasi global.
Tampaknya dengan cara menyusun dan mengembangkan hak-hak berkomunikasi yang komprehensif dan baru, maka masalah komunikasi dan fungsi media global dapat dipantau dengan lebih baik. Jika tidak, kekuatan besar akan terus menyalahgunakan media dan sarana komunikasi global.
Hukum komunikasi internasional dapat mendorong beberapa tujuan, termasuk aspek positif dari globalisasi media yang bermanfaat bagi masyarakat.
Dalam kondisi baru globalisasi, di mana teknologi informasi dan komunikasi baru tidak lagi mengenal batas-batas geografis, maka masyarakat dunia dituntut untuk mencapai kesepakatan baru melalui organisasi-organisasi komunikasi internasional. Mereka perlu mencapai kesepakatan baru di bidang hukum komunikasi internasional dan media.
Saat ini prinsip utama dari hukum komunikasi internasional adalah menolak praktik diskriminatif yang dilakukan oleh beberapa negara Barat khususnya AS dalam hal akses yang setara terhadap komunikasi.
Resolusi 1721 Majelis Umum PBB, piagam pembentukan Organisasi Satelit Telekomunikasi Internasional (ITSO) dan Uni Telekomunikasi Internasional (ITU), serta resolusi-resolusi UNESCO menolak praktik diskriminatif dalam mengakses dan menyebarkan informasi.
Namun, negara-negara seperti AS menggunakan dominasi mereka atas teknologi komunikasi dan siaran satelit sebagai cara untuk menekan negara-negara independen.
Di satu sisi, AS berusaha mencegah akses negara-negara independen ke penyiaran satelit secara mandiri, di sisi lain mereka menyediakan fasilitas penyiaran satelit kepada kelompok-kelompok teroris yang beraktivitas untuk kepentingan Barat. Praktik ini adalah sebuah contoh dari "terorisme media." (RM)