Perang Minyak Saudi-Rusia
Arab Saudi sebagai pengekspor minyak mentah utama dunia dilaporkan berencana untuk meningkatkan produksi minyak pada bulan depan menjadi lebih dari 10 juta barel per hari setelah aliansi OPEC dengan Rusia gagal. Langkah Arab Saudi itu diperkirakan akan membuat pasar minyak dunia kacau.
Menurut Bloomberg, Arab Saudi memulai perang harga pada hari Sabtu, 7 Maret 2020 dengan memangkas harga yang dijualnya ke pasar luar negeri, menawarkan diskon yang belum pernah terjadi sebelumnya di Eropa, Timur Jauh dan Amerika Serikat untuk menarik pembeli dengan mengorbankan pemasok-pemasok lain.
Sebuah sumber yang berbicara secara anonim kepada Bloomberg mengatakan, produksi minyak Arab Saudi kemungkinan akan naik di atas 10 juta barel per hari pada bulan April, dari sekitar 9,7 juta sehari pada bulan ini.
"Itu adalah pasar minyak yang setara dengan deklarasi perang," kata seorang manajer dana lindung nilai komoditas yang berbicara secara anonim kepada Bloomberg.
Pada saat yang sama, Arab Saudi telah secara pribadi mengatakan kepada beberapa pelaku pasar bahwa mereka dapat meningkatkan produksi jauh lebih tinggi jika diperlukan, bahkan mencapai rekor 12 juta barel per hari.
Harga minyak mentah mencatat hari terburuknya sejak krisis keuangan setelah Arab Saudi dan Rusia, dua produsen minyak terbesar dunia, gagal menyepakati apakah akan mengurangi pasokan global dalam menghadapi dampak buruk virus corona (COVID-19) pada permintaan atau tidak.
Pada pertemuan OPEC di Wina pada hari Jumat, 6 Maret 2020, Rusia menolak ultimatum untuk bergabung dalam pengurangan produksi kolektif.
Strategi Arab Saudi yang mengejutkan mungkin merupakan upaya untuk memaksa Rusia dan produsen lainnya kembali ke meja perundingan, dan kemudian dengan cepat membalikkan lonjakan produksi dan mulai memotong output jika kesepakatan tercapai.
"Arab Saudi sekarang benar-benar memasuki perang harga penuh," kata Direktur Pelaksana untuk Timur Tengah di Konsultan Minyak FGE Iman Nasseri kepada Bloomberg. (RA)