Okt 18, 2020 21:51 Asia/Jakarta

Presiden Republik Islam Iran Hassan Rouhani memperingatkan bahwa pertempuran dua negara tetangganya, Azerbaijan dan Armenia, bisa meningkat menjadi perang regional yang lebih luas.

Rouhani pada hari Rabu (7/10/2020) mengungkapkan bahwa dia berharap untuk dapat "memulihkan stabilitas" di kawasan setelah beberapa hari perang hebat antara Azerbaijan dan Armenia di Nagorno-Karabakh.

Nagorno-Karabakh yang disengketakan secara resmi adalah bagian Azerbaijan, namun penduduknya didominasi oleh etnis Armenia. Konflik yang terjadi sekarang adalah yang terburuk dalam beberapa dekade, dan kedua kubu menyalahkan satu sama lain.

"Kita harus penuh perhatian (agar) perang antara Armenia dan Azerbaijan tidak menjadi perang regional.Perdamaian adalah dasar dari kerja kami dan kami berharap dapat memulihkan stabilitas kawasan dengan cara damai," kata Presiden Rouhani, Rabu (7/10/2020).  

Presiden Rouhani juga menyinggung adanya mortir dan roket yang mendarat di desa-desa di Iran, tepat di seberang perbatasan utara dengan Armenia dan Azerbaijan. Dia menegaskan, peluru dan rudal yang secara tidak sengaja mendarat di tanah Iran "sama sekali tidak dapat diterima".

"Prioritas kami adalah keamanan kota dan desa kami," tegasnya.

Sebelum ini, presiden Iran menyampaikan kekhawatiran atas kemungkinan intervensi negara-negara lain dalam pertempuran di Karabakh sehingga berubah menjadi sebuah perang regional.

"Keamanan, stabilitas dan ketenangan regional dan secara khusus perbatasan utara Iran sangat penting bagi kami. Konflik ini dan berlanjutnya instabilitas di perbatasan tidak boleh membuka ruang bagi penyusupan para teroris," tegas Rouhani.

Dia menekankan pentingnya memelihara keamanan perbatasan dan melindungi keselamatan penduduk di desa-desa Iran yang berbatasan dengan Armenia dan Republik Azerbaijan.

Presiden Iran juga mengaku khawatir atas meluasnya perang antara kedua negara yang telah memasuki perang kota. Menurut Rouhani, konflik ini tidak boleh berujung pada perang kota yang akan menyebabkan arus pengungsian dan kematian warga sipil, di mana sangat memilukan dan berbahaya.  

Rouhani juga menyinggung kemungkinan adanya para teroris di perbatasan Iran, dan, kami tidak akan mengizinkan teroris beroperasi di wilayah perbatasan Iran.

"Ini tidak dapat diterima (kehadiran teroris di perbatasan Iran) dan secara tegas telah kami sampaikan kepada pejabat negara-negara tetangga," ujarnya dalam rapat kabinet hari Rabu (7/10/2020) di Tehran.

Mengacu pada pembicaraannya dengan presiden Azerbaijan dan Armenia, Rouhani menuturkan dalam pembicaraan itu ditekankan masalah menjaga integritas teritorial Azerbaijan, tetapi Iran percaya bahwa persoalan apapun tidak akan terpecahkan lewat perang dan harus dicari cara-cara lain, dan Tehran memiliki kesiapan dalam hal ini.

"Iran tidak akan membiarkan pihak tertentu dengan berbagai alasan, memindahkan teroris yang sudah diperanginya selama bertahun-tahun di Suriah ke wilayah perbatasan Iran," tegasnya.

Dia juga memperingatkan tentang bergesernya perang antara Azerbaijan dan Armenia menjadi sebuah perang regional.

"Pihak-pihak yang ingin memperuncing konflik ini perlu tahu bahwa berlanjutnya perang ini tidak menguntungkan negara mana pun dan perang ini harus diakhiri lewat jalur diplomatik," tuturnya.

Rouhani menandaskan bahwa Iran tidak mentolerir pendudukan dan perang, dan kami berharap upaya-upaya yang sedang dilakukan akan memulihkan stabilitas di kawasan.

Konflik Nagorno-Karabakh dimulai dari awal abad ke-20, meskipun konflik yang sekarang dimulai pada tahun 1988 dan meningkat menjadi perang berskala penuh pada awal 1990-an. Ketegangan sporadis dan pertempuran di perbatasan terus berlanjut di wilayah itu meskipun suatu perjanjian gencatan senjata telah ditandatangani pada tahun 1994.

Konflik bersenjata antara pasukan Azerbaijan dan Armenia di Nagorno-Karabakh meletus kembali pada Minggu, 27 September 2020 dan berlanjut hingga sekarang. (RA)