Prediksi Pilpres AS dan Pengaruhnya terhadap Asia Barat
Pemilu presiden AS yang akan digelar pada 3 November mendatang menarik perhatian banyak kalangan di dunia, termasuk posisi para aktor utama di kawasan Asia Barat. Masalah ini menimbulkan pertanyaan bagaimana pengaruh kemenangan Donald Trump atau Joe Biden terhadap Asia Barat?
Secara umum, para aktor utama di kawasan Asia Barat terdiri dari empat pihak yaitu: negara-negara Arab, rezim Zionis, Republik Islam Iran, serta Turki.
Tidak ada konsensus di antara negara-negara Arab tentang sikap mereka mengenai pemilu presiden AS. Arab Saudi, UEA, dan Bahrain bisa disebut sebagai tiga negara yang terang-terangan menginginkan Trump memenangkan pemilu, bahkan mengkhawatirkan kemungkinan kemenangan Joe Biden.
Gedung Putih tidak bersikap keras terhadap Arab Saudi terkait pembunuhan Jamal Khashoggi. Trump membela hubungan antara Washington dan Riyadh, bahkan setelah Arab Saudi mengakui pembunuhan tersebut, dan terjadi gelombang kecaman di arena internasional.
Selain ketidakpedulian Trump terhadap masalah hak asasi manusia di Arab Saudi, pendekatan pemerintahannya mendukung Riyadh dan sekutunya dalam perang Yaman. Trump juga telah menandatangani kesepakatan senjata besar dengan Riyadh, meskipun muncul kritik dari banyak senator Demokrat dan Republik atas penjualan senjata tersebut.
Selain itu, Saudi tidak melihat kembalinya AS ke JCPOA sebagai kepentingan terbaik mereka, meskipun mereka juga tidak menyetujui kondisi JCPOA saat ini. Oleh karena itu, beberapa sumber melaporkan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dalam percakapan telepon dengan menantu dan penasihat Trump, Jared Kouchner, menyatakan keprihatinan tentang potensi kemenangan Biden yang melampaui Trump dalam jajak pendapat terbaru di AS.
Bahrain dan UEA melakukan normalisasi hubungan diplomatik resmi dengan rezim Zionis demi membantu Donald Trump dalam pemilu presiden. Oleh karena itu, negara-negara tersebut mengkhawatirkan hasil pemilihan presiden AS dan kemungkinan kekalahan Donald Trump.
Sementara itu, negara-negara Arab lainnya seperti Qatar, Oman, Kuwait, Lebanon, dan Irak, lebih memilih kemenangan Biden, meskipun tidak terlalu khawatir tentang kemungkinan kemenangan Trump. Pada saat yang sama Trump secara terbuka memihak Saudi dan sekutunya dalam konflik antara Qatar dengan Arab Arab Saudi, Mesir, Bahrain dan UEA, dan menjalin hubungan erat dengan putra mahkota Saudi dan UEA.
Oman dan Kuwait, yang selama ini selalu menekankan stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Barat secara implisit melihat kebijakan Trump memperburuk instabilitas dan ketidakpercayaan di kawasan. Meskipun Lebanon tidak memiliki pemerintahan yang kuat sekarang, salah satu alasan meningkatnya masalah ekonomi Lebanon adalah kebijakan pemerintahan Trump yang memboikot Hizbullah di Lebanon.
Irak juga kritis terhadap kebijakan sepihak pemerintah AS, terutama pelanggaran kedaulatan dan pembunuhan Abu Mahdi al-Mohandes, wakil kepala Al Hashd Al-Shaabi, dan Letjen Qassem Soleimani, komandan Pasukan Quds Sepah Pasdaran. Oleh karena itu, negara-negara ini tampaknya menganggap naiknya Biden ke tampuk kekuasaan lebih sejalan dengan kepentingan mereka.
Turki tampaknya melihat kemenangan Trump atas Biden dalam pemilihan presiden AS lebih sejalan dengan kepentingannya. Tahun-tahun terakhir pemerintahan Barack Obama merupakan masa ketegangan yang intens antara Ankara dan Washington, tapi membaik dengan naiknya Donald Trump ke tampuk kekuasaan AS.
Terlepas dari beberapa kontroversi mengenai sistem pertahanan udara S400 dan RUU sanksi terhadap Ankara di Dewan Perwakilan Rakyat AS, tapi pandangan umum di Ankara positif tentang Trump sendiri, yang masih bertindak sebagai penghalang untuk menjatuhkan sanksi terhadap Ankara. Contoh kekhawatiran Ankara dalam hal ini dapat dilihat dalam masalah pemakzulan Trump yang menjadi perhatian media pro dan anti-Turki dan dampaknya terhadap pelemahan ekonomi dan politik regional Turki.
Aktor regional lain yang jelas diuntungkan dari terpilihnya kembali Trump adalah rezim Zionis. Sejak Donald Trump menjabat di Amerika Serikat, situasinya telah berubah mendukung Benjamin Netanyahu dan rezim Israel. Selama empat tahun terakhir, Trump telah menarik diri dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran, memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis, mengejar kesepakatan abad dan memainkan peran dalam menormalisasi hubungan antara negara-negara Arab dengan Tel Aviv, mengakui pemerintahan Israel di Dataran Tinggi Golan dan memangkas pendanaan untuk UNRWA. Amerika Serikat mendanai Otoritas Palestina dan memberikan layanan yang signifikan kepada Netanyahu dan Zionis.
Republik Islam Iran juga termasuk salah satu kekuatan penting di kawasan Asia Barat. Tidak ada pandangan tunggal di dalam Iran tentang pemilu presiden AS. Beberapa percaya bahwa kemenangan Trump, terlepas dari tekanan maksimum yang dia lakukan terhadap Iran selama empat tahun terakhir masih lebih baik daripada kemenangan Biden. Sebab, Trump telah menggunakan semua kekuatannya untuk melawan Iran. Selain itu, pendekatan Trump telah menyebabkan Amerika Serikat semakin terkucil di arena global, sehingga tidak memiliki kekuatan untuk membangun konsensus internasional dalam melawan Iran. Selain itu, Trump menentang perang dan tidak akan menggunakan opsi militer karena biayanya yang sangat besar.
Di sisi lain, ada pihak yang meyakini bahwa kemenangan Biden lebih sejalan dengan kepentingan Iran. Sebab di satu sisi kemenangan Trump akan memberikan efek psikologis terhadap perekonomian Iran, walaupun ia tidak melakukan tindakan terhadap negaranya, namun kemenangan Biden akan berdampak positif secara psikologis. Di sisi lain, Biden akan kembali ke JCPOA, yang akan mengurangi tekanan sanksi. Sementara kemenangan Biden akan menghancurkan segitiga; bin Salman, Netanyahu dan Trump, yang juga masuk kepentingan Republik Islam Iran.
Pertanyaan penting lainnya mengenai apa konsekuensi dari kemenangan Biden atau Trump bagi kawasan Asia Barat?
Tampaknya kemungkinan kemenangan Trump dalam pemilihan presiden AS akan memiliki tiga konsekuensi penting bagi Asia Barat. Konsekuensi pertama, kekacauan dan ketidakstabilan akan meningkat, terutama dalam bentuk meningkatnya ketegangan antara Iran dan Arab Saudi, juga antara kelompok perlawanan dan rezim Zionis. Sebab, rencana Trump untuk membuat Iran bertekuk lutut akan gagal, dan Tehran menolak untuk bernegosiasi dengan pemerintahan Trump di bawah tekanan. Kemudian Trump akan memberikan lebih banyak tekanan ekonomi terhadap Iran dan sekutunya jika dia memenangkan pemilu lagi dan mengikuti pola periode sebelumnya. Tehran akan melakukan perlawanan, yang akan mengakibatkan meningkatnya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat.
Konsekuensi kedua, tantangan HAM di kawasan akan semakin intensif, terutama dalam bentuk perilaku Arab Saudi dan kejahatan rezim Zionis terhadap Palestina. Adapun konsekuensi ketiga mengenai negara-negara Arab, khususnya Arab Saudi dan Qatar dalam masalah normalisasi hubungan dengan rezim Zionis. Mereka akan berada di bawah tekanan lebih besar dengan rezim Zionis, dan jumlah negara Arab yang akan menandatangani perjanjian ini akan meningkat.
Sementara itu, kemenangan Joe Biden akan mempengaruhi stabilitas keamanan di Asia Barat. Pertama, pandangan normatif yang lebih kuat di kalangan Demokrat, termasuk Joe Biden. Tampaknya, masalah hak asasi manusia menjadi lebih penting, seperti yang ditekankan Biden pada peringatan tahun kedua pembunuhan Jamal Khashoggi, yang mengatakan, "Jika kami memenangkan pemilu, maka akan mempertimbangkan kembali hubungan dengan Arab Saudi dan mengakhiri dukungan AS terhadap Arab Saudi dalam perang Yaman,". Menurut Biden, komitmen Amerika Serikat terhadap nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia akan menjadi prioritas bahkan dengan mitra keamanan terdekatnya. Untuk alasan ini, Saudi khawatir dengan kemungkinan kemenangan Biden dalam pemilihan presiden AS.
Kedua, meskipun Biden juga akan mendukung kepentingan rezim Zionis, tapi tampaknya ia tidak akan melanggar aturan dan dokumen internasional seperti yang dilakukan Donald Trump. Rezim Zionis khawatir Biden memenangkan pemilu AS karena keuntungan yang didapatnya di bawah Trump akan terancam atau dihentikan.
Biden mengatakan, "Saya tidak mendukung rencana aneksasi Tepi Barat. Jika Israel memutuskan untuk mengambil kendali atas sebagian Tepi Barat, itu akan melumpuhkan harapan perdamaian." Sementara itu, Biden mengumumkan bahwa jika dia memenangkan pemilu, Amerika Serikat akan kembali ke JCPOA, dan ini bertentangan dengan kepentingan rezim Zionis.
Rezim Zionis juga mengkhawatirkan kemungkinan pecahnya hubungan antara Riyadh dan Washington jika Biden menang, karena kedekatan hubungan Riyadh-Washington untuk menekan Tehran dan membentuk proses normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab.
Pada akhirnya, kemenangan Trump maupun Biden tidak akan mengubah pendekatan intervensionis AS di kawasan Asia Barat secara strategis, namun taktiknya akan berubah.(PH)