Menelisik Jejak Tujuan dan Penentangan Pembangunan Kanal Istanbul
Meski ada berbagai penentangan dari para pemimpin partai dan sejumlah warga Istanbul, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meresmikan mega proyek "Kanal Istanbul".
Di acara peresmian pembuatan kanal sepanjang 45 km Istanbul yang menghubungkan Laut Hitam dan Marmara, Recep Tayyip Erdogan di pidatonya mengatakan, "Dengan memulai proyek ini, kita hari ini akan membuka lembaran baru di sejarah pembangunan Turki."
"Kanal Istanbul bukan saja di Turki, tapi di dunia disebut sebagai proyek ramah lingkungan terbesar. Semua studi teknik di Kanal Istanbul, yang masing-masing membutuhkan pekerjaan terpisah, dilakukan secara legal dalam kerangka pengetahuan dan teknologi. Dengan selesainya proyek Kanal Istanbul, kami akan mencapai pekerjaan global lain tanpa membayar dari kas negara dan bangsa," ungkap Erdogan.
Recep Tayyip Erdogan untuk pertama kalinya di tahun 2011 meluncurkan mega proyek Kanal Istanbul. Namun pembangunan jalur air sepanjang 40 km di utara Istanbul yang menghubungkan Laut Marmara dan Laut Hitam dimulai pertengahan tahun 2012. Kanal Istanbul disebut-sebut sebagai proyek paling mahal di sejarah kontemporer Turki.
Kanal Istanbul, yang disebut Erdogan sebagai proyek abad ini, memiliki enam jembatan di bagian Eropa antara Laut Hitam dan Laut Marmara, dengan panjang sekitar 45 km, lebar 275 m, dan kedalaman 20,75 m, dan dibangun dengan biaya tambahan lebih dari 15 miliar dolar. Terlepas dari perkiraan ini, beberapa ahli pesimis telah memperkirakan bahwa pembangunan Terusan Istanbul akan menelan biaya lebih dari 65 miliar dolar.
Petinggi Turki memprediksikan bahwa pembangunan dan pelaksanaan proyek ini dengan kerja sama pemerintah dan pihak swasta akan berlangsung selama tujuh tahun.
Menurut rencana yang ada, direncanakan untuk membangun 6 jembatan di kanal Istanbul dan kompleks perumahan, komersial, budaya dan kesejahteraan untuk populasi sekitar 750.000 orang di kedua tepi sungai.
Dalam rencana ini, dicanangkan tujuan seperti: mengurangi beban lalu lintas maritim, melestarikan konteks sejarah dan budaya Selat Istanbul dan meningkatkan keamanannya, memastikan keselamatan navigasi di selat, menciptakan rute laut baru untuk lalu lintas internasional, menghasilkan uang dan membuat prediksi gempa daerah pemukiman.
Pejabat Turki percaya bahwa rencana untuk membangun Terusan Istanbul dirancang semata-mata "demi kemerdekaan Turki dan kekuatan ekonomi. Tetapi penentang rencana tersebut memiliki keyakinan yang berbeda. Misalnya Tayfun Ghahreman, salah satu anggota Dewan Kota Istanbul terkait hal ini mengatakan, "Tujuan sebenarnya dari pembangunan Kanal Istanbul adalah meraih keuntungan selangit bagi pemain di sektor swasta yang aktif di proyek ini. Sebuah pengkhianatan terbesar terhadap hak Istanbul."
Sepertinya pemerintah Ankara dan bahkan mereka yang menantang proyek ini, sedikit memperhatikan sejumlah fakta bagi pembangunan kanal tersebut. Tak diragukan, pembangunan dan peluncuran Kanal Istanbul akan membuat posisi Turki di Laut Aegean dan Laut Hitam semakin kokoh. Demikian pula, negara-negara seperti Rusia akan kehilangan posisi militer mereka di Laut Hitam.
Pembangunan rencana pembangunan ini memiliki banyak lawan. Di bawah Perjanjian Montreux, Swiss - yang ditandatangani pada 20 Juli 1936, oleh Bulgaria, Prancis, Inggris, Australia, Uni Soviet, Yugoslavia, Turki dan Yunani, kapal perang dari negara-negara yang tidak memiliki pantai di Laut Hitam tidak diijinkan menyeberangi Selat Bosphorus dan Dardanella menuju Laut Hitam.
Perjanjian ini dirancang untuk lintas kapal di masa damai dan perang dan di saat ancaman perang.
Traktat Montreux merupakan salah satu dokumen terpenting dalam hukum internasional, yang mengatur lintas Selat Bosphorus dan Dardanelles di wilayah Turki, yang menurutnya lintas pedagang dan kapal perang melalui selat ini diatur tanpa henti dalam 29 pasal dan empat catatan.
Negara-negara penandatangan Montreux menentang rencana Turki dan melihat langkah Ankara sebagai pengelakan perjanjian. Dalam hal ini, Presiden Turki mengatakan pada Januari 2020: Hukum dan ketentuan konvesi terkait Kanal Istanbul tidak akan diberlakukan, dan kanal ini sepenuhnya dikaji di luar dari perjanjian Montreux. Kapal barang kecil akan tetap diijinkan melintasi Selat Istanbul, namun kapal tanker minyak, tanker gas alam serta kapal perang harus menggunakan Kanal Istanbul.
Tujuan utama dari perjanjian ini adalah menyusun hukum dan ketentuan sejumlah kapal dagang dan perang yang tidak memiliki pantai di Laut Hitam, tapi ingin memasuki wilayah ini.
Terlepas dari pernyataan pejabat Ankara, harus dikatakan bahwa dengan pembangunan Kanal Istanbul, kapal-kapal yang berafiliasi dengan Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara - NATO - akan dapat dengan mudah menavigasi Laut Hitam dan berlabuh di pantai-pantai laut ini.
Bahkan, tampaknya negara-negara Barat yang tergabung dalam "Pakta Montreux " tetap diam untuk tujuan yang sama yang telah ditetapkan oleh pejabat Ankara. Bahkan, dengan implementasi rencana pemerintah Erdogan, Amerika Serikat dan pasukan NATO lainnya dapat memindahkan kapal perang mereka dari laut lepas ke Laut Hitam dan berlabuh di sepanjang perbatasan perairan Rusia.
Rusia dan Mesir menentang proyek ini. Moskow khawatir bahwa pembangunan Kanal Istanbul akan membuat Ankara keluar dari Perjanjian Montreux. Alasan penentangan Mesir atas proyek ini adalah penurunan kredibilitas ekonomi dan politik Kanal Suez.
Meski banyak rumor, petinggi Turki memiliki keyakinan yang lain. Menlu Turki meyakini Kanal Istanbul tidak akan berpengaruh pada Perjanjian Montreux dan kesepakatan ini juga tidak mempengaruhi pembangunan Kanal Istanbul.
Jika tidak, realisasi Kanal Istanbul akan membutuhkan persetujuan dari kekuatan besar dunia, atau setidaknya kurangnya protes mereka. Dalam hal ini, persetujuan dari Uni Eropa, Amerika Serikat dan Yunani sebagai tetangga dari Kanal Istanbul telah signifikan dan menentukan.
Amerika Serikat sangat menyadari bahwa proyek Kanal Istanbul menempatkan Turki pada posisi penting di wilayah Laut Hitam dalam hal keseimbangan politik dan kekuatan militer, dan bahwa kapal angkatan laut AS dapat tiba di pelabuhan ini dalam interval yang lebih pendek dan dapat melakukan perjalanan dari sini sebagai Untuk menggunakan markas mereka di Balkan dan Eropa Timur.
Meski dimulainya pembangunan Terusan Istanbul, tampaknya selain oposisi regional dan global, oposisi domestik di Turki juga serius. Dalam situasi saat ini, harus dikatakan bahwa oposisi internal terhadap pembangunan Terusan Istanbul sangat penting.
Misalnya Akram Emamoglu, walikota Istanbul , warga kota ini dan juga ilmuwan mengkritik rencana pemerintah Erdogan membangun Kanal Istanbul.
Sekelompok penentang proyek ini mengisyaratkan biaya tinggi dan masalah lingkungan yang kuat. Empat puluh ilmuwan dan politisi Turki membahas kemungkinan konsekuensi dari pembuatan Kanal Istanbul bagi lingkungan pada pertemuan di Istanbul. Mereka mengatakan, "Jika kanal ini benar-benar dibangun, akan menimbulkan dampak merusak bagi lingkungan hidup dan proyek ini tidak dikaji secara serius dari sudut pandang ramah lingkungan (CED) berdasarkan tolok ukur ilmiah."
Mereka mengatakan, "Sumber air dan hutan di utara kota Istanbul akan musnah jika kanal ini dibangun. Berdasarkan laporan Kementerian Lingkungan Hidup terkait tingkat keramahan lingkungan (CED) kanal ini, air yang hilang akibat progam ini tidak dapat dikompensasi."
Misalnya Doğanay Tolunay, pakar lingkungan hidup di Universitas Istanbul meyakini, "Sejumlah air tawar yang didapat dari Bendungan Malan, tidak akan cukum untuk menutupi kerusakan penyimpanan air tawar daerah ini."
Sementara pejabat pemerintah menyatakan, "Untuk pembangunan kanal baru sebanyak 200 ribu pohon harus ditebang."
Namun Tolunay menolak prediksi ini dan mengatakan, "Potensi pohon yang harus ditebang mencapai 400 ribu batang, dan juga bisa lebih banyak dan sama dengan kehancuran 450 hektar hutan."
Kesimpulan dari mega proyek Kanal Istanbul adalah, proyek ini meski ada penentangan dari dalam negeri, regional dan internasional tapi tengah berlangusng pembangunannya. Padahal melalui pembangunan Kanal Istanbul, Rusia akan kehilangan posisinya di Laut Hitam dan posisi ini akan digantikan Turki. Meski demikian, petinggi Moskow sampai saat ini belum menunjukkan respon dan memilih bungkam.