Merunut Setahun Perang Ukraina
Satu tahun telah berlalu sejak perang berdarah di Ukraina. Perang yang awalnya dianggap berlangsung singkat, tetapi di akhir bulan kedua belas, tidak ada prospek untuk berakhir.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan dalam pidato yang disiarkan televisi pada Kamis pagi, 24 Februari 2022, bahwa pasukan negara itu akan melakukan operasi militer khusus di wilayah Donbas. Segera setelah mengumumkan operasi militer ini, Putin menyerukan "penghentian militerisasi" Ukraina dan meminta tentara Ukraina untuk meletakkan senjata mereka. Untuk membenarkan legalitas operasi militer Rusia, Putin mengatakan, Menurut Pasal 51, Bab 7 Piagam PBB, dengan persetujuan Dewan Federasi dan dalam penerapan perjanjian persahabatan dan bantuan timbal balik ke Donetsk dan Luhansk, saya telah memutuskan untuk melakukan operasi militer khusus.
Dengan demikian, setelah pengakuan Donetsk dan Luhansk oleh Rusia pada hari Senin, 21 Februari, dan permintaan bantuan dari kepala daerah ini kepada Putin, Rusia akhirnya meluncurkan operasi militer skala besar mulai Kamis, 24 Februari di berbagai bagian Ukraina dengan mulai membom pangkalan militer dan gudang amunisi. Dalam hal ini, kemajuan pasukan Rusia dimulai di berbagai bagian Ukraina, termasuk Donbas, dan menjadi sangat luas serta mencakup wilayah timur, selatan, dan utara Ukraina, bahkan ibu kota negara ini, Kiev.
Dengan cara ini, setelah banyak peringatan dari pejabat senior Rusia ke Ukraina, di mana Kiev mengabaikan peringatan tersebut, kini Moskow telah mengambil tindakan. Setelah pidato Putin, Presiden AS Joe Biden menganggap Rusia bertanggung jawab atas perang di Ukraina dan kerugiannya yang sangat besar. Sementara Washington dengan sengaja mengabaikan peran langsungnya dalam situasi bencana saat ini.
Selama perang 12 bulan di Ukraina, banyak perkembangan politik dan militer terjadi, tetapi mungkin pencapaian terpenting Rusia dari perang ini, meskipun banyak korban jiwa dan kehancuran sejumlah besar peralatan militer, adalah aneksasi resmi 4 provinsi Ukraina ke wilayah Rusia. Aneksasi resmi empat wilayah Ukraina ke Rusia merupakan titik balik penting dalam proses Perang Ukraina. Meskipun Rusia memasuki wilayah Ukraina pada akhir Februari 2022 dalam bentuk operasi militer khusus untuk mendukung republik Donetsk dan Luhansk yang memproklamirkan diri, yang diakuinya sebagai independen, tetapi jalannya perang dan tujuan Moskow berangsur-angsur berubah dengan kelanjutannya dan perubahan situasi dan kondisi.
Rusia memulai operasinya di tenggara, timur dan utara Ukraina, tetapi setelah kegagalan di front utara, mereka memfokuskan operasinya di front timur dan tenggara dan dengan menduduki sebagian besar 4 provinsi Ukraina, yaitu Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhia, mengangkat masalah mengadakan referendum untuk bergabung dengan wilayah ini ke Rusia. Sebelumnya, dengan menandatangani dekrit, Putin mengakui kemerdekaan Kherson dan Zaporizhia sebagai dua negara merdeka, sehingga tidak ada masalah hukum atas aneksasi wilayah tersebut setelah referendum.
Setelah menggelar referendum di 4 provinsi tersebut dan mengumumkan suara positif mayoritas warga untuk bergabung dengan Rusia dan melalui prosedur hukum, akhirnya pada 30 September 2022, dalam sebuah upacara yang dihadiri para kepala 4 wilayah Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan dokumen untuk menggabungkan wilayah-wilayah ini ke wilayah Rusia, dan menandatanganinya dalam upacara ini, sambil menunjukkan bahwa rakyat di wilayah Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhia membuat pilihan yang jelas, Putin menekankan bahwa Kiev harus menghormati pilihan rakyat di wilayah ini. Ia menekankan, Hanya dengan cara ini perdamaian dapat dicapai.
Perang di Ukraina dapat dilihat sebagai akibat dari niat buruk dan perilaku agresif Barat terhadap Rusia. Faktanya adalah bahwa serangan Rusia ke Ukraina sebenarnya adalah reaksi Moskow terhadap tindakan agresif Barat dengan mendorong Ukraina untuk bergabung dengan NATO dan menimbulkan risiko serius terhadap keamanan nasional Rusia. Tindakan Rusia ini terjadi setelah tanggapan negatif Amerika Serikat dan NATO terhadap permintaan wajar Rusia untuk meninggalkan keanggotaan Ukraina di NATO dan penarikan pasukan NATO ke perbatasan tahun 1997, yaitu, sebelum dimulainya proses keanggotaan negara-negara Eropa Timur dan Tengah di NATO.
Bukti menunjukkan bahwa NATO dan AS, yang pada periode pasca-Perang Dingin secara bertahap memasuki posisi bermusuhan dengan Rusia dan berusaha melemahkannya, kini memandang perang Ukraina sebagai peluang yang tak tertandingi untuk menghancurkan Rusia secara militer, ekonomi, dan akhirnya secara politis mereka melihat penurunan tajam dalam legitimasi Vladimir Putin, presiden negara ini. Amerika telah lama menginginkan keruntuhan Rusia dan bahkan kehancurannya. Keprihatinan negarawan Washington terhadap persenjataan nuklir strategis Rusia dan tindakan Putin dalam menghadapi kebijakan dan tindakan Amerika di berbagai belahan dunia, dan yang lebih penting, keselarasan Rusia dan Cina dalam menggantikan tatanan internasional liberal Barat di dunia, telah menyebabkan Amerika Serikat untuk memanfaatkan setiap peluang untuk mengurangi kekuatan Rusia.
Noam Chomsky, seorang pemikir dan peneliti Amerika, mengatakan, Kebijakan Amerika Serikat saat ini adalah berjuang sampai warga negara terakhir Ukraina dan pada saat yang sama tidak melihat cara untuk mencegah peristiwa yang lebih tragis di negara ini dan sebenarnya melemahkan harapan seperti itu dengan menempatkan hanya dua cara di hadapan Putin untuk keluar dari kesulitan ini; mengadili dia sebagai penjahat perang di Pengadilan Den Haag atau melanjutkan situasi yang sama sampai kehancuran total Ukraina.
Amerika Serikat dan mitra Eropa dan non-Eropanya, seperti Kanada, Australia, dan bahkan Jepang, melihat perang Ukraina sebagai peluang unik untuk apa yang disebut penyelesaian dengan Rusia dan presidennya, Vladimir Putin, yang selama lebih dari dua dekade telah menolak ketamakan AS dan NATO di Eropa, Asia Barat dan Amerika Latin dan bahkan Arktik. Dari sudut pandang Presiden AS Joe Biden dan pejabat tinggi militer dan keamanan pemerintahannya, perang ini telah memberikan kesempatan yang unik dan tidak dapat diulangi untuk melawan Rusia sebanyak mungkin. Selain itu, dari sudut pandang para pemimpin Barat, kemenangan Rusia dalam perang Ukraina di sekitar NATO akan berarti mendiskreditkan organisasi militer ini dan perluasan pengaruh serta kekuatan regional dan internasional Rusia, dan akan mengubah keamanan, militer dan perimbangan politik di Eropa akan berubah merugikan Barat. Oleh karena itu, mereka bertekad untuk mencegah kemenangan Rusia dengan cara apa pun.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov percaya bahwa Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Inggris, telah mengubah Ukraina menjadi alat untuk mengontrol dan melelahkan Rusia. Marie Dumoulin, Direktur Hubungan Luar Negeri di Dewan Eropa juga percaya bahwa dukungan kuat dari sekutu Barat untuk Ukraina telah mempersulit masing-masing pihak untuk mundur. Menurutnya, Masing-masing pihak berpikir mereka masih bisa mendapatkan keuntungan militer, jadi perang ini sepertinya tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Pada saat yang sama, Amerika Serikat menginginkan kelanjutan perang di Ukraina dengan tujuan melemahkan tentara Rusia sebanyak mungkin dan membuat sanksi ekstensif dan belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Rusia menjadi lebih efektif.
Tampaknya pada tahun pertama perang di Ukraina, api perang yang merusak ini akan membakar lebih banyak wilayah alih-alih padam karena kebijakan destruktif Barat, yang telah mengirimkan bantuan militer dan senjata terbesar dan belum pernah terjadi sebelumnya ke Ukraina. Terlepas dari slogannya tentang perlunya mengakhiri perang di Ukraina, Amerika sebenarnya telah mengambil pendekatan untuk memperdalam dan memperluas perang ini dengan tujuan melemahkan dan melibatkan Rusia sebanyak mungkin, dan dengan cara ini, kebijakan mendorong dan menekan sekutu Barat, terutama yang Eropa untuk meningkatkan sebanyak mungkin pengiriman bantuan militer dan senjata ke Ukraina, di mana contoh terbaru dan penting di antaranya adalah pengiriman tank tempur besar dari negara-negara Eropa, termasuk Jerman, ke Ukraina.
Begitu juga dengan tindakan baru AS untuk mengirim senjata ofensif jarak jauh ke Ukraina, yang justru ditujukan untuk memperdalam cakupan konflik militer, bertentangan dengan klaim Kanselir Jerman. Selain itu, saat ini pembahasan pengiriman pesawat tempur ke Ukraina sedang berlangsung serius di ibu kota Barat dan Amerika. Pada saat yang sama, Rusia, yang memantau dengan cermat pergerakan politik dan militer Barat, mengkhawatirkan kemungkinan tindakan Ukraina untuk menyerang Krimea, yang tentunya akan disertai dengan dukungan militer, senjata, dan intelijen NATO, dan karenanya telah memberikan peringatan serius.
Peringatan dari Moskow ini dan penekanan bahwa serangan terhadap Krimea akan dijawab dengan senjata apa pun dapat dianggap sebagai peringatan serius dari Rusia terkait penggunaan senjata nuklir. Karena dalam doktrin nuklir Rusia, ditekankan bahwa ancaman terhadap integritas teritorial negara itu akan ditanggapi dengan respons nuklir, dan otoritas Rusia telah berulang kali menyatakan Krimea sebagai bagian integral dari wilayah Rusia. Pada saat yang sama, dukungan ekstensif Washington untuk Kiev memainkan peran yang tak terbantahkan dalam ancaman Ukraina baru-baru ini dalam konteks serangan ke dalam wilayah Rusia dan serangan terhadap Krimea.
Poin penting yang ditekankan Rusia adalah tujuan akhir Barat, terutama Amerika Serikat dan negara-negara anggota NATO, untuk memberikan bantuan militer dan senjata yang besar ke Ukraina. Dari sudut pandang Moskow, tujuan Barat melanjutkan perang ini adalah melemahkan Rusia sebanyak mungkin dengan tujuan akhir disintegrasi. Ini adalah masalah yang dicari Amerika sejak era Uni Soviet. Mengacu pada kunjungan Presiden Ukraina ke Washington, Putin mengatakan, Amerika telah lama terlibat dalam operasi di kawasan itu, dan mereka sedang mempersiapkan landasan selama era Soviet. Amerika telah lama terlibat dalam konflik melawan Rusia, tidak hanya hari ini dan setelah kunjungan Zelensky ke Washington.
Dengan cara ini, diperkirakan bahwa perang di Ukraina, yang telah menimbulkan korban jiwa yang sangat besar dan kerusakan militer yang meluas, serta kehancuran infrastruktur Ukraina, bukan hanya tidak akan berakhir, tetapi karena posisi Zelensky yang menyambut dukungan luas Amerika Serikat dalam beberapa bulan mendatang, juga berlanjut dengan intensitas. Simbolnya adalah pengumuman berbagai paket bantuan senjata AS dan total bantuan lebih dari 40 miliar dolar pada tahun 2023, dan pengiriman berbagai jenis senjata semi berat dan berat seperti tank berat dan kendaraan lapis baja, sistem pertahanan udara. dan berbagai jenis amunisi ofensif, bahkan jarak jauh. Sekutu Eropa Washington juga mengikuti jalan yang sama dan diperkirakan akan mengirim puluhan miliar euro peralatan militer dan senjata ke Ukraina sebagai kelanjutan dari pendekatan permusuhan mereka.
Skenario yang dipertimbangkan oleh Barat adalah kelanjutan dan perluasan perang di Ukraina, yang meskipun mengklaim untuk mencegahnya, sebenarnya bergerak menuju realisasi skenario ini dengan peningkatan bantuan senjata yang signifikan dan dorongan dari pemerintah Kiev untuk melanjutkan perang. Tentu saja kali ini kemungkinan memperluas cakupan perang ini ke wilayah Rusia akan jauh lebih banyak daripada di masa lalu. Tidak diragukan lagi, kelanjutan perang ini akan meningkatkan kemungkinan penyebarannya ke negara-negara tetangga Ukraina, terutama Polandia atau tiga republik Baltik, yang berarti konfrontasi militer langsung antara Rusia dan NATO.(sl)