Tik Tok dan Larangan di Sejumlah Negara
Tik Tok, aplikasi Cina yang banyak pengikutnya kini berubah menjadi kekhawatiran di Amerika Serikat dan Eropa, serta banyak pemerintah menghadapi kesulitan.
Mereka juga tengah membatasi cara pengelolaan data pengguna dan meningkatkan pemantauan aplikasi ini dibandingkan, misalnya Facebook atau Instagram.
Menurut statistik terbaru, satu dari setiap tiga orang Amerika menggunakan jejaring sosial "Tik Tok" dan lebih dari seratus juta orang Amerika telah mengunduhnya di ponsel mereka. Dalam empat tahun terakhir, Tik Tok terus beroperasi meski diblokir di tanah Amerika, dan kini ancaman terhadap otoritas Amerika tampak lebih serius dari sebelumnya.
Forbes baru-baru ini melaporkan bahwa dua agensi Amerika secara aktif menyelidiki ByteDance, perusahaan induk Tik Tok. Beberapa bulan yang lalu, sebuah laporan mengatakan bahwa karyawan Tik Tok menggunakannya untuk memata-matai jurnalis yang berbasis di Amerika Serikat, dan sekarang Departemen Kehakiman dan FBI telah memulai penyelidikan karena alasan ini.
The New York Times dan outlet media lainnya mengkonfirmasi laporan Forbes dan menjelaskan bahwa Unit Penipuan Divisi Kriminal Departemen Kehakiman bekerja sama dengan FBI dan Kejaksaan AS untuk Distrik Timur Virginia untuk menyelidiki pelanggaran privasi pengguna aplikasi.
ByteDance juga menemukan dalam penyelidikan internalnya bahwa beberapa karyawan memiliki akses ke data terkait akun jurnalis Amerika di Tik Tok. Di antara karyawan yang terlibat dalam masalah ini dan kemudian dipecat, dua di antaranya merupakan bagian dari operasi perusahaan di Cina.
Seorang peneliti keamanan mengatakan; Peramban dalam aplikasi Tik Tok versi iOS di situs web eksternal menggunakan JavaScript, yang dengannya ia dapat melacak semua data pengguna yang diketik, termasuk kata sandi dan nomor kartu kredit.
Selain itu, pada tahun 2020 terungkap bahwa Tik Tok memiliki akses ke clipboard penggunanya, dan kini diumumkan sekali lagi bahwa jejaring sosial ini telah memantau penggunanya.
Menurut peneliti keamanan Felix Krause, setiap kali pengguna membuka tautan di TikTok, program tersebut diizinkan untuk melacak semua aktivitas pengguna di situs web tersebut. Misalnya, ia dapat mendeteksi semua yang diketik pengguna, serta klik tombol dan tautan mereka.
Tik Tok adalah media sosial yang pertama kali diluncurkan di Tiongkok dengan nama Douyin (抖音) pada September 2016 dan diluncurkan di luar Tiongkok dengan nama Tik Tok pada 2017. TikTok memungkinkan pengguna membuat video musik yang sangat pendek berdurasi 3 hingga 60 detik.
Sejak tahun 2020, sejumlah negara mulai menyatakan kekhawatirannya atas aplikasi ini, dan mereka mengancam akan menutup atau membatasi aplikasi ini di negara mereka. Sejak saat itu, aplikasi Tik Tok dan pemiliknya, yakni perusahaan ByteDance menjadi pusat perhatian.
Tik Tok baru-baru ini menyatakan, pemerintah Joe Biden meminta pemilik Tik Tok menjual sahamnya di aplikasi ini, dan jika tidak maka ia akan berpotensi dicekal di Amerika. Donald Trump, mantan presiden AS berusaha melarang Tik Tok di tahun 2020, tapi kalah di pengadilan Amerika.
Langkah itu dilakukan setelah AS mengeluarkan undang-undang baru yang memungkinkan Gedung Putih melarang Tik Tok atau teknologi asing lainnya jika mereka mengancam keamanan nasional. Tentu saja, beberapa negara dan lembaga pemerintah lainnya juga telah membuat keputusan seperti itu. India, misalnya, melarang Tik Tok dan lusinan aplikasi Cina lainnya dari semua perangkat pada Juni 2020, dengan alasan berpotensi membahayakan keamanan dan integritas negara.
Sementara itu, pemerintah Pakistan sedikitnya empat kali melarang Tik Tok dengan alasannya mengandung konten tak bermoral dan tak pantas, di mana pelarangan terakhir berakhir pada November.
Negara-negara seperti Belgia, Kanada, Taiwan, sejumlah negara bagian Amerika dan lembaga pendidikan negara ini parlemen serta komisi Uni Eropa, Inggris, Scotlandia, Selandia Baru juga melarang pegawai pemerintah menggunakan aplikasi Tik Tok. Di hampir semua negara ini, alasan utama yang menjadi perhatian adalah pelanggaran privasi dan keamanan dunia maya terkait aplikasi berbagi video perangkat lunak ini.
Manajer Tik Tok mengatakan bahwa mereka sudah lama tidak berbagi data dengan pemerintah Cina, namun, banyak negara di dunia tidak menerima kata-kata ini. Meskipun Tik Tok berkantor pusat di Beijing, mereka memiliki lebih dari 100 juta pengguna bulanan di Amerika Serikat dan lebih dari 10.000 karyawan di perusahaan induknya, ByteDance. Bagian dari masalah keamanan ini disebabkan oleh sejarah perusahaan ini. Misalnya, pada tahun 2018, CEO dan pendiri perusahaan saat itu, Zheng Yiming, terpaksa menerbitkan permintaan maaf kritis setelah Partai Komunis Cina memaksa mereka untuk menonaktifkan salah satu aplikasi perusahaan, menjanjikan "kerja sama yang mendalam" dengan pemerintahan negara yang berkuasa.
Investigasi terbaru menunjukkan bahwa karyawan Tik Tok dan ByteDance dapat secara manual mengontrol konten yang diputar dan dipromosikan melalui algoritma You only look once (YOLO). Awal tahun ini, terungkap bahwa Tik Tok sering mempromosikan video untuk menarik orang dan merek populer dan membuat mereka berpartisipasi berdasarkan tayangan video. Perhatian utama di sini adalah segala sesuatu termasuk propaganda pemerintah dan berita palsu disertakan.
Perwakilan Kongres AS baru-baru ini menuduh CEO ByteDance dengan tuduhan seperti pengaruh pemerintah Cina terhadap perusahaan dan mengklaim bahwa platform ini membahayakan kesehatan mental anak-anak dan remaja. Dalam pertemuan lima jam, CEO Bytedance berulang kali mengumumkan bahwa perusahaan tidak membagikan informasi pengguna dengan pemerintah Cina dan tidak berada di bawah kendali negara ini. Faktanya, dia menjelaskan bahwa informasi pengguna Amerika sekarang disimpan dan dipelihara di tanah Amerika Serikat di dalam server perusahaan Amerika dengan bantuan personel Amerika.
Namun beberapa perwakilan tidak menerima kata-kata tersebut dan menuduh jejaring sosial ini mempromosikan konten berbahaya, termasuk di bidang kebiasaan makan, penggunaan narkoba, dan pelecehan seksual terhadap anak. Namun, Shou Zi mengklaim bahwa masalah tersebut sangat kompleks dan tidak hanya terkait dengan Tik Tok.
Tetapi terlepas dari kebisingan ini, perlu diketahui bahwa tindakan Amerika saat ini lebih merupakan trik politik dan mereka membenarkan pelarangan jejaring sosial ini karena dua alasan: Pertama, Tik Tok mengumpulkan informasi pribadi pengguna dan memata-matai mereka, dan ini mengancam keamanan nasional. Kedua, pemerintah Cina menggunakannya untuk menyebarkan informasi palsu dan mengintervensi proses pemilu negara-negara Barat melalui jejaring sosial ini.
Beberapa ahli percaya bahwa kedua alasan telah diajukan tanpa memberikan dokumentasi dan tujuannya adalah pemerasan politik dan memaksa Beijing untuk kalah dalam persaingan global antara Cina dan Amerika Serikat.
Mengenai alasan pertama, semua orang tahu bahwa jejaring sosial lain seperti "Facebook", "Twitter", dan "Instagram" mengumpulkan informasi penggunanya dan melalui informasi ini dan menggunakan kecerdasan buatan, mengenali perilaku dan preferensi pengguna, serta berdasarkannya mereka menerapkan kebijakan.
Mengenai alasan kedua, harus dikatakan bahwa deklarasi perang melawan "Tik Tok" dapat dianalisis dalam konteks persaingan global antara Amerika dan Barat dengan Cina. Dalam suasana masyarakat Amerika yang sepenuhnya politis dan partisan, pembelaan apa pun terhadap Tik Tok dianggap sebagai kelemahan dan pengkhianatan, dan politisi akan membayar harga untuk pembelaan semacam itu dalam pemilihan mendatang.
Namun apa fakta sebenarnya ?
Faktanya adalah jejaring sosial memiliki banyak informasi tentang kita. Berapa banyak dan berapa lama kita menonton film tertentu, di bidang apa kita berkomentar atau menunjukkan minat padanya, dan jika kita memiliki akun pengguna, mereka mengetahui usia, jenis kelamin, tempat tinggal kita, dan bahkan mengetahui lagu dan irama pengetikan kita. Cookie dalam aplikasi ini memantau dan mengawasi aktivitas kami di tempat lain di internet.
Beberapa hari lalu, Elon Musk, COE Twitter mengatakan bahwa pemerintah Amerika memiliki akses penuh terhadap pengguna jejaring ini.
Dalam wawancaranya tersebut, Musk mengatakan, pemerintah Amerika memiliki akses penuh terhadap informasi dan pesan pribadi pengguna jejaring ini, dan otak saya bersiul tentang akses penuh dan praktis lembaga pemerintah (AS) ke semua peristiwa yang terjadi di Twitter!
Saat menjawab pertanyaan apakah akses ini termasuk pesan pribadi (langsung)?", Dia menekankan: Ya.
Seraya mengungkapkan kekhawatirannya terkait gelombang terbaru kecerdasan buatan, Musk mengatakan bahwa teknologi ini dapat menghancurkan peradaban manusia.