Barat dan Permainan Standar Ganda Menghadapi Kejahatan Rezim Zionis
-
Tentara Zionis
Meski Mahkamah Pidana Internasional menjatuhkan putusan terhadap penguasa rezim Zionis, tapi pengadilan di Belanda menolak kasus yang diajukan dengan tujuan mencegah ekspor senjata negara itu ke Israel.
Dalam sebuah pernyataan, pengadilan ini menyatakan, Tidak ada alasan untuk larangan total terhadap ekspor barang-barang militer dan tujuan ganda ke Israel. Akibatnya, semua klaim ditolak.
Koalisi kelompok pro-Palestina berpendapat bahwa pemerintah Belanda telah gagal mencegah “genosida” yang dilakukan rezim Israel selama serangan brutalnya di Gaza.
Wout Albers, seorang pengacara yang membela organisasi non-pemerintah mengatakan di pengadilan, Israel bersalah atas genosida dan apartheid serta menggunakan senjata Belanda dalam perangnya.
Namun, pengacara pemerintah Belanda, Reimer Veldhuis mengatakan kepada pengadilan bahwa Belanda telah menerapkan aturan Eropa dalam ekspor senjata dan meminta pengadilan untuk membatalkan kasus tersebut, dan pengadilan menyetujuinya.
Meskipun putusan Pengadilan Kriminal Internasional menyebabkan banyak negara di dunia melakukan embargo senjata terhadap Israel, tapi sekutu Israel seperti Amerika Serikat dan banyak negara Eropa, yang merupakan eksportir senjata utama rezim Zionis, menolak menerapkan putusan tersebut.
Sebenarnya, sejak dimulainya perang Gaza pada 7 Oktober 2023, negara-negara Barat telah mendukung rezim Zionis dalam kejahatannya terhadap Palestina dengan menjual segala jenis senjata.
Dengan menjual senjata ke Israel, negara-negara tersebut mendapat banyak keuntungan, sehingga mereka tidak bersedia mendukung embargo senjata Israel, apapun dukungan politiknya.
Sementara besarnya kejahatan Israel terhadap Palestina menyebabkan isu embargo senjata Israel menjadi tuntutan global.
Selain itu, banyak negara yang bergabung dengan kelompok negara yang mendukung petisi Afrika Selatan melawan rezim Zionis.
Beberapa bulan sebelumnya, Afrika Selatan telah menggugat Israel karena melanggar Konvensi Jenewa tentang Larangan Genosida tahun 1948, sebuah pengaduan yang akhirnya berujung pada Pengadilan Kriminal Internasional mendakwa Perdana Menteri Israel Netanyahu dan mantan Menteri Perang Yoav Galant karena melakukan kejahatan perang terhadap kemanusiaan dan penggunaan kelaparan sebagai senjata kriminal.
Menurut putusan ini, masalah senjata juga dianggap sebagai contoh keterlibatan Israel dalam kejahatan.
Neve Gordon, profesor hukum internasional di Queen Mary University of London mengatakan dalam konteks ini, Dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Galant terkait kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, Pengadilan Kriminal Internasional sebenarnya telah meminta negara-negara Barat untuk meninjau kembali jenis kontrak perdagangan dengan rezim Zionis, khususnya perdagangan yang berkaitan dengan senjata. Karena senjata yang diberikan negara-negara Barat digunakan untuk melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selain itu, Eran Shamir-Borer, Direktur Pusat Keamanan Nasional dan Demokrasi di Institut Demokrasi Israel juga mengatakan kepada surat kabar Zionis Haaretz, Keputusan Pengadilan Kriminal Internasional dapat menyebabkan lebih banyak negara Barat melakukan embargo ekspor senjata ke Tel Aviv.
Menurutnya, Dalam setiap memorandum terdapat pasal yang dengan jelas menyatakan bahwa suatu negara tidak boleh mengirimkan senjata kepada suatu entitas yang menggunakan senjata tersebut untuk melakukan pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional, seperti empat konvensi Jenewa tahun 1949 dan protokol tambahan tahun 1977.
Terlepas dari semua keputusan ini, ekspor senjata ke Israel terus berlanjut.
Faktanya, negara-negara Barat seperti Belanda, apapun slogan kemanusiaannya, masih berbicara tentang HAM dalam standar ganda, dan di sisi lain, mereka tetap mendukung rezim Zionis yang melakukan kejahatan perang, dengan senjata dan politik.
Isu ini juga menunjukkan standar ganda masyarakat Barat terhadap pembelaan terhadap hak asasi manusia.(sl)