Mengapa AS Menjatuhkan Sanksi Kepada Pengadilan Kriminal Internasional?
(last modified Sun, 09 Feb 2025 04:40:05 GMT )
Feb 09, 2025 11:40 Asia/Jakarta
  • Pengadilan Kriminal Internasional
    Pengadilan Kriminal Internasional

Pars Today - Presiden AS Donald Trump telah mengambil langkah signifikan dalam mendukung Israel di awal masa jabatan keduanya. Dalam langkah terbaru terkait hal ini, Trump menandatangani perintah eksekutif pada hari Kamis, 6 Februari, yang di dalamnya ia memberikan sanksi kepada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas "tindakan tidak sah dan pelecehan terhadap Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Israel".

Menurut perintah eksekutif itu, Amerika Serikat akan memberikan konsekuensi yang nyata dan signifikan kepada mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran terhadap Pengadilan Kriminal Internasional, beberapa di antaranya dapat berupa pembekuan properti dan aset, serta penangguhan masuknya pejabat, karyawan, dan agen Pengadilan Kriminal  Internasional ke Amerika Serikat, serta anggota keluarga dekat mereka. Karena masuknya mereka ke negara kita akan merugikan Amerika Serikat.

Dalam perintah tersebut, Trump mengatakan, Pengadilan Kriminal Internasional tidak memiliki yurisdiksi atas Amerika Serikat atau Israel. Karena keduanya bukan merupakan pihak dalam Statuta Roma atau anggota Pengadilan Kriminal Internasional. Tidak ada satu pun pihak yang pernah mengakui yurisdiksi Pengadilan Kriminal Internasional, dan kedua pihak “memiliki demokrasi yang berkembang dengan militer yang mematuhi hukum perang secara ketat".

Pengadilan Kriminal Internasional

Pernyataan pemerintah AS mengenai masalah ini menyebutkan, "Pelanggaran" Pengadilan Kriminal Internasional memulai penyelidikan terhadap personel Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Israel.

Patut dicatat bahwa Senat AS sebelumnya tidak menyetujui rancangan undang-undang untuk memberikan sanksi kepada Pengadilan Kriminal Internasional, yang merupakan tanggapan yang mengancam dan ditujukan untuk menghukum pengadilan atas perintah badan peradilan internasional itu untuk menangkap Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Rezim Israel, dan Yoav Galant, mantan Menteri Perang Rezim Zionis.

Meskipun rancangan undang-undang itu disahkan di DPR AS dengan perolehan suara 243 berbanding 140, di mana 45 anggota Demokrat memberikan suara bersama dengan anggota Republik.

Donald Trump mengambil langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam mendukung rezim Zionis selama masa jabatan pertamanya sebagai presiden.

Sejatinya, salah satu ciri kebijakan luar negeri Trump adalah pendiriannya mengenai dukungan tanpa syarat terhadap Israel dan penerapan tindakan yang ditolak diambil oleh presiden AS sebelumnya.

Sekarang, dalam masa jabatan keduanya sebagai presiden, Trump menjalankan kebijakan yang sama, meskipun dengan intensitas dan cakupan dua kali lipat.

Trump tidak memperhatikan kebencian global terhadap rezim Zionis, dan dia bukan hanya tidak mengutuk kejahatan rezim tersebut dalam perang Gaza, tapi sekarang, dalam bentuk kontrak baru, dia bermaksud mengirim senjata baru ke Palestina Pendudukan.

Langkah baru Trump dalam mendukung Israel dengan memboikot Pengadilan Kriminal Internasional telah mendapat reaksi global yang negatif.

79 negara, termasuk Kanada, Jerman, Prancis, Afrika Selatan, dan Meksiko, mengeluarkan pernyataan bersama yang menolak tindakan terbaru Presiden AS Donald Trump untuk memberikan sanksi kepada Pengadilan Kriminal Internasional, dengan mengatakan tindakan tersebut merusak aturan hukum internasional.

Pernyataan itu mengatakan, Tindakan seperti itu meningkatkan risiko impunitas atas kejahatan serius.

Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan di wilayah pendudukan (OCHA) juga menyatakan keprihatinannya dalam sebuah pernyataan tentang keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menjatuhkan sanksi kepada pejabat Pengadilan Kriminal Internasional dan menyerukan agar sanksi tersebut segera dibatalkan.

Republik Islam Iran juga mengutuk tindakan Trump.

Mengacu pada perintah eksekutif Trump tentang sanksi terhadap Penadilan Kriminal Internasional, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Esmaeil Baghaei mengatakan, Kecanduan Amerika terhadap penerapan hukum domestiknya untuk di luar teritorialnya kini menyasar lembaga-lembaga internasional.

Pada hari Kamis, 21 November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Perang Israel Yoav Galant atas tuduhan melakukan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan menggunakan kelaparan (membuat rakyat Gaza kelaparan) sebagai senjata.

Keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini menimbulkan reaksi keras dari rezim Zionis, apalagi hingga saat ini rezim itu selalu berusaha, dengan dukungan Amerika Serikat, untuk menggambarkan kelompok perlawanan Palestina, khususnya Hamas, sebagai teroris dan penjahat, dan sebagai balasannya, menganggap dirinya sebagai korban mereka.

Namun, kejahatan Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya, meluas, dan tak ditutup-tutupi terhadap rakyat Gaza yang tertindas serta genosida yang disengaja, disertai penggunaan senjata kelaparan, pencegahan penyediaan bantuan kepada mereka, dan bahkan pelarangan kegiatan UNRWA, telah memicu gelombang kecaman global terhadap rezim ini dan seruan agar pejabat senior rezim Zionis diadili oleh Pengadilan Kriminal Internasional.

Akhirnya, pada bulan Mei 2024, Karim Khan, Jaksa Agung pengadilan ini, meminta para hakim Pengadilan Kriminal Internasional untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Netanyahu dan Galant, yang tentu saja dikabulkan.

Rezim Zionis dan Amerika Serikat, sebagai pendukung utamanya, terkejut dan terguncang oleh tindakan Pengadilan Kriminal Internasional dan bereaksi keras terhadapnya.

Meskipun kejahatan rezim Zionis, terutama genosida rakyat Gaza dan penggunaan senjata kelaparan dan penciptaan bencana kelaparan di wilayah ini, telah pasti dan tidak dapat disangkal, Amerika Serikat telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah kejahatan rezim tersebut diselidiki oleh lembaga peradilan internasional seperti Mahkamah Internasional dan Pengadilan Kriminal Internasional.

Sanksi Trump terhadap Pengadilan Kriminal Internasional ditujukan untuk melaksanakan ancaman Washington terhadap pengadilan itu karena mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Netanyahu dan mantan Menteri Perang Galant.

Namun, tanggapan global yang bersatu terhadap hal ini menunjukkan bahwa meskipun Amerika Serikat melakukan tindakan sepihak dalam mendukung Israel, Amerika Serikat telah kehilangan prestise dan posisi globalnya sebelumnya, dan negara-negara di seluruh dunia, bahkan mitra dan sekutu Washington, tidak mau menerima atau mengikuti tindakan sepihak dan ilegal Amerika tersebut, terutama selama masa kepresidenan Trump.(sl)