Gedung Putih: AS Tidak akan Berikan Cek Kosong untuk Kyiv!
Setelah pertengkaran verbal antara Trump dan Zelensky, Juru Bicara Gedung Putih menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak akan membiarkan siapa pun menyalahgunakan negara, dan menegaskan bahwa pemerintahan Donald Trump tidak lagi bermaksud untuk terus membiayai konflik militer Ukraina dengan Rusia.
Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt mengatakan,"Presiden Donald Trump dan Wakil Presiden J.D. Vance akan selalu membela kepentingan rakyat Amerika dan mereka yang menghormati kedudukan Amerika Serikat di dunia, dan tidak akan pernah membiarkan kepentingan rakyat Amerika dimanfaatkan".
Gedung Putih juga mencatat bahwa Zelensky sendiri telah mengakui bahwa situasi di Ukraina dapat menyebabkan Perang Dunia III, di mana perang di mana Ukraina akan kalah jika tidak ada dukungan Amerika.
Selama pertemuan antara Presiden AS dan Presiden Ukraina di Ruang Oval Gedung Putih, terjadi pertengkaran verbal di antara mereka. Trump menuduh Zelensky tidak menghormati Amerika Serikat. Menurutnya,"Zelensky mempermainkan Perang Dunia III dan kehidupan jutaan orang".
Beberapa pejabat senior Gedung Putih mengungkapkan bahwa insiden ini telah menimbulkan pertanyaan apakah bantuan lebih lanjut ke Ukraina harus dihentikan atau tidak.
Setelah pertikaian tersebut, pejabat Kyiv berusaha mati-matian untuk meyakinkan Gedung Putih agar kembali berunding mengenai perjanjian tersebut, tetapi tidak berhasil, karena Trump menolak untuk melanjutkan pembicaraan dengan Zelensky.
Amerika tidak akan lagi menulis cek kosong untuk Kyiv
Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt dalam wawancaranya dengan Fox News Sabtu pagi mengumumkan bahwa pemerintahan Donald Trump tidak lagi bermaksud untuk melanjutkan pendanaan konflik Ukraina dengan Rusia, karena konflik ini terjadi jauh dari wilayah Amerika Serikat.
Ia berkata,"Joe Biden tidak lagi berada di Ruang Oval untuk menanggapi secara positif tuntutan Kyiv yang tak ada habisnya. Kita tidak akan lagi sekadar menulis cek untuk perang yang terjadi jauh dari kita, tanpa mencapai perdamaian yang sejati dan abadi".
Juru bicara Gedung Putih menambahkan bahwa agar perundingan damai berhasil dalam menyelesaikan konflik Ukraina, konsesi dari kedua belah pihak diperlukan, tetapi Volodymyr Zelensky tidak memahami kenyataan ini.
Ia melanjutkan,"Presiden Trump menginginkan perdamaian, tetapi untuk negosiasi, kedua belah pihak harus duduk di meja perundingan dan berbicara. Dalam kesepakatan yang baik, kedua belah pihak biasanya agak tidak puas. Zelensky tidak mengerti hal ini."
Karoline Leavitt menyinggung perilaku bermusuhan Volodymyr Zelensky terhadap Wakil Presiden AS tersebut selama ia menjabat di Gedung Putih, dengan mengatakan, "Zelensky-lah yang memusuhi J.D. Vance di depan kamera dan lebih suka berdebat dengannya daripada mendengarkannya".
Leavitt menyebut Ukraina sebagai "negosiator yang sangat keras kepala" dan menambahkan, "Berkat kehadiran wartawan, rakyat Amerika dan seluruh dunia kini telah melihat kondisi apa yang dihadapi presiden dan timnya selama negosiasi tertutup dengan Ukraina".
Sebagian besar media Barat menyebut perdebatan sengit antara Trump dan Zelensky sebagai bencana diplomatik. Beberapa di antaranya menulis,"Bagi Ukraina dan mitra-mitra Eropanya, apa yang terjadi benar-benar mimpi buruk, dan satu-satunya pemenang di sini adalah Rusia".(PH)