Serangan AS terhadap Yaman, Pengulangan Strategi yang Gagal
(last modified Mon, 17 Mar 2025 03:59:43 GMT )
Mar 17, 2025 10:59 Asia/Jakarta
  • Serangan Yaman ke kapal induk AS
    Serangan Yaman ke kapal induk AS

Pars Today - Donald Trump, yang berkuasa dengan janji perdamaian dan mengakhiri berbagai perang Amerika, mengeluarkan perintah untuk menyerang Yaman dua bulan setelah menjabat.

Trump sebelumnya telah memerintahkan dimulainya kembali pengiriman senjata militer ke Ukraina, sebuah masalah yang, sebelum pemilu, telah digambarkan oleh pemerintahan AS saat itu sebagai upaya untuk memulai Perang Dunia III dengan Rusia.

Saat ini, jet tempur Amerika sedang mengebom sebagian wilayah Yaman dengan dalih membangun keamanan di Teluk Aden, Laut Merah, dan Selat Bab Al-Mandab.

Pada jam-jam pertama pemboman besar-besaran ini, sumber-sumber medis di Yaman melaporkan puluhan warga sipil gugur syahid.

Sebaliknya, pejabat pemerintah Yaman yang bermarkas di Sanaa telah memperingatkan bahwa mereka akan menanggapi agresi terang-terangan terhadap negara Yaman dengan cara sekuat mungkin.

Operasi militer AS di Yaman tidak diragukan lagi akan memperburuk ketidakamanan di kawasan.

Pihak Amerika mengklaim bahwa mereka melancarkan serangan ini dengan tujuan untuk memastikan kebebasan navigasi di kawasan.

Pengalaman dua dekade terakhir telah menunjukkan bahwa setiap kali Amerika menggunakan perang untuk, seperti yang mereka katakan, memulihkan perdamaian, ketidakamanan justru meningkat.

Sebelum menjadi presiden, Trump telah berulang kali mengkritik tindakan presiden Amerika yang meningkat dan merugikan.

Misalnya, dia menyebut perang pasca 11 September 2001 di kawasan Asia Barat tidak membuahkan hasil dan mengatakan bahwa perang ini merugikan pembayar pajak Amerika tujuh triliun dolar.

Trump juga mengkritik keras fakta bahwa pemerintah AS saat itu telah menghabiskan $350 miliar untuk perang di Ukraina.

Namun, sekarang setelah Trump menjadi presiden AS dan menduduki jabatan panglima tertinggi angkatan bersenjata negara itu, dia telah menyeret AS ke dalam perang lain di Yaman, perang yang, berdasarkan pengalaman, tidak akan berujung pada kekalahan Yaman.

Sudah hampir 20 tahun sejak serangan militer AS pertama di Yaman, dan selama ini, warga Yaman juga telah mengalami serangan ekstensif oleh koalisi yang dipimpin Saudi.

Namun, Yaman bukan saja tidak terkalahkan, melainkan malah semakin kuat dari hari ke hari, sampai pada titik di mana dia kini dilengkapi dengan rudal canggih berbasis darat, udara, dan laut, yang menantang Angkatan Laut AS dan sekutunya.

Selain itu, Yaman juga berhasil meluncurkan rudal terhadap posisi Zionis di Palestina yang diduduki, yang berjarak lebih dari dua ribu kilometer dari wilayah Yaman.

Dalam keadaan seperti itu, Amerika dapat mengebom instalasi militer dan sipil Yaman serta membunuh warga sipil, tetapi tidak terpikirkan bahwa mereka dapat memaksa rakyat Yaman untuk menyerah.

Oleh karena itu, dapat diprediksi bahwa strategi militer pemerintahan Trump terhadap Yaman akan mengalami nasib yang sama dengan strategi militer George W. Bush, Barack Obama, Joe Biden, dan bahkan strategi militer pemerintahan pertama Donald Trump terhadap Yaman.

Sementara itu, serangan di Yaman dan dimulainya kembali bantuan militer ke Ukraina menunjukkan bahwa sikap bermusuhan dan hasutan perang ada dalam DNA kebijakan luar negeri Amerika Serikat, dan tidak masalah orang atau partai mana di Amerika yang memegang kendali kursi kepresidenan.

Bagaimanapun, setiap orang yang duduk di meja kepresidenan AS akan memulai perang, meneruskan perang yang sedang berlangsung, atau membantu orang lain berperang, dan sementara itu, warga sipillah yang menjadi korban perang dan hasutan perang para politisi Amerika.(sl)