Mengapa Presiden Bank Sentral Eropa Menekankan Kemandirian Ekonomi dari AS?
-
Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde
Pars Today - Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde menekankan bahwa Eropa harus bergerak menuju "kemandirian" (ekonomi) karena Trump telah menggunakan tekanan melalui perang dagang, mengingat peluncuran perang tarif perdagangan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap ekonomi global.
Setelah kembali menduduki Gedung Putih, Donald Trump melanjutkan kebijakan perdagangan masa jabatan pertamanya, yaitu perang tarif, dan mengenakan tarif perdagangan sebesar 25% terhadap impor banyak negara di dunia, termasuk sekutu terdekatnya seperti Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa.
Tindakan ini telah menimbulkan gelombang reaksi internasional, baik di arena politik maupun ekonomi global.
Posisi dan pernyataan Trump menunjukkan niatnya untuk memaksakan kehendak Amerika pada mitra dagangnya dengan mengenakan tarif baru dan mengancam perang dagang yang meluas, yang berarti mengganggu tatanan ekonomi dan perdagangan global.
Tarif perdagangan yang diberlakukan Donald Trump pada awal masa jabatan keduanya terhadap impor dari berbagai negara, terutama Cinak, telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian AS dan perekonomian global lainnya dalam waktu yang singkat, dan dalam beberapa kasus secara langsung menyebabkan resesi atau penurunan pertumbuhan ekonomi di banyak sektor perekonomian AS.

Lagarde juga mengemukakan sikapnya sementara Trump mengancam pada tanggal 27 Maret dalam sebuah pesan di jejaring sosialnya "Truth Social" bahwa Uni Eropa dan Kanada akan menghadapi "tarif besar, jauh lebih tinggi dari yang direncanakan saat ini" jika mereka bekerja sama untuk menimbulkan "kerugian ekonomi" pada Amerika Serikat.
Perdana Menteri Kanada Mark Carney menanggapi ancaman ini dengan mengatakan bahwa tarif ini merupakan "serangan langsung" yang melanggar Perjanjian AS-Meksiko-Kanada yang dikenal sebagai NAFTA, dan bahwa Ottawa akan mempertimbangkan pilihannya untuk menanggapi, termasuk kemungkinan tarif pembalasan.
Selama masa jabatan pertamanya sebagai presiden dari Januari 2017 hingga Januari 2021, Donald Trump menjalankan kebijakan ekonomi proteksionis sejalan dengan slogan kampanyenya, "America First," dan dengan dalih memulihkan kekuatan negara.
Trump telah menerapkan tindakan sepihak yang kontroversial, menolak perjanjian perdagangan internasional dan mengenakan tarif tinggi pada impor ke Amerika Serikat untuk mengkompensasi defisit perdagangan AS, yang menurutnya merupakan tanda kelemahan Amerika.
Akan tetapi, pendekatan Trump yang memberikan keunggulan hanya kepada Amerika dan kepentingannya menyebabkan diambilnya posisi yang bertentangan dengan konsensus masyarakat internasional dan bahkan mitra-mitranya di Eropa.
Kini Trump sekali lagi melancarkan perang dagang besar-besaran dengan dunia, dan dalam melakukannya, ia telah mengadopsi kebijakan ancaman, tekanan, dan paksaan untuk memaksa mitra dagang AS menerima dan mematuhi tuntutan Washington.
Ini berarti perang dagang habis-habisan dengan banyak negara ekonomi berkembang, terutama Cina, serta mitra dagang Eropa, terutama Jerman, serta mitra blok Barat seperti Kanada, Meksiko, Jepang, dan Korea Selatan.
Mengingat penentangan Trump terhadap pendekatan dan tindakan yang merupakan konsensus masyarakat internasional di bidang perdagangan, penyelarasan global terhadap Trump dan perang tarifnya secara bertahap mulai terbentuk.
Seperti yang terjadi pada masa jabatan pertamanya sebagai presiden.
Dengan demikian, dapat diprediksi bahwa perang dagang dan tarif besar akan terjadi di dunia dalam empat tahun ke depan.
Pada saat yang sama, isu ini telah menyebabkan negara-negara Eropa berpikir untuk membentuk NATO Eropa tidak hanya di bidang keamanan, tetapi juga di bidang ekonomi, dengan berupaya memperoleh kemandirian ekonomi dari Amerika Serikat, sehingga Washington tidak dapat menyalahgunakan alatnya untuk memberikan tekanan dan memaksa Eropa untuk tunduk pada tuntutan Trump yang tidak masuk akal dan berlebihan.
Tentu saja, Uni Eropa, bersama dengan mitra dagang AS lainnya dari Kanada dan Meksiko hingga Cina, telah mengenakan tarif timbal balik pada barang dan produk Amerika.
Hal pentingnya adalah bahwa tarif Trump telah menimbulkan dampak yang berbeda terhadap perekonomian negara tersebut dalam beberapa minggu terakhir, dan para analis yakin bahwa dalam jangka pendek, kebijakan ini mungkin menguntungkan beberapa industri dalam negeri AS, tetapi dalam jangka panjang, beberapa kebijakan ini akan meningkatkan biaya, mengurangi perdagangan global, dan mengganggu rantai pasokan barang-barang primer.
Menurut laporan lembaga pemikir Chatham House, bertentangan dengan ekspektasi, tarif ini gagal mengurangi defisit perdagangan AS secara signifikan dan tampaknya akan menyebabkan resesi ekonomi jangka panjang di negara tersebut.(sl)