Ke Depan, BI Sebut Rupiah Miliki Ruang Penguatan
(last modified Fri, 08 Feb 2019 09:27:38 GMT )
Feb 08, 2019 16:27 Asia/Jakarta
  • Rupiah Indonesia
    Rupiah Indonesia

Bank Indonesia (BI) menyebut nilai tukar rupiah yang dalam beberapa hari terakhir terus bergerak di kisaran Rp13.900, masih terlalu murah (undervalue), dan mengindikasikan terdapat ruang penguatan pada waktu ke depan.

Ditemui di Jakarta, Jumat, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan nilai tukar rupiah saat ini belum mencerminkan fundamental perekonomian yang terus membaik, seperti terlihat dari indikator inflasi, prospek pertumbuhan ekonomi 2019, dan juga neraca pembayaran.

Sebagaimana diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) bergerak melemah tipis pada perdagangan  Jumat (8/2/2019). Demikian dilansir Liputan6, Jumat (08/02).

Pada Jumat pagi, rupiah dibuka di level 13.975 per dolar Amerika Serikat (AS) atau melemah tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di 13.972 per dolar AS.

Mengutip data Bloomberg, rupiah masih lanjutkan pelemahan usai pembukaan. Tercatat, saat ini nilai tukar rupiah berada di 13.990 per dolar AS.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (BI) juga menunjukkan rupiah melemah terhadap dolar AS dari posisi 13.978 pada Kamis 7 Februari menjadi 13.992 per dolar AS pada Jumat 8 Februari 2019.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyatakan, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam beberapa hari terakhir masih terlalu murah (undervalue).

Dengan demikian, rupiah ke depan diperkirakan masih bisa menguat dengan berbagai indikator yang ada.

"Kalau kami hitung dengan hitungan fundamental nilai tukar masih undervalue (terlalu murah). Baik hitungan dari inflasi yang rendah dan prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan juga kondisi neraca pembayaran juga baik," kata Perry saat ditemui di Komplek Masjid BI, Jakarta, Jumat pekan ini.

Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia

Kata Kemenkeu

Sebelumnya, Direktur Penyusunan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, penguatan rupiah ini tidak bisa dilihat secara jangka pendek.

Sebab, nominal mata uang Garuda ini diperkirakan terus bergerak seiring dengan gejolak ekonomi dunia.

"Rupiah ini kita kalau lihat APBN asumsi dalam satu tahun. Kita masih akan liat terus sampai akhir tahun itu, kira-kira rata rata berapa jadi kita tidak bisa mengatakan sekarang menguat terus seperti apa. Tapi kita akan pantau terus sampai nanti kira-kira akhir tahun seperti apa," kata dia saat ditemui di Jakarta, Jumat 1 Februari 2019.

Kunta mengatakan, secara dampak penguatan yang terjadi saat ini berpengaruh terhadap penerimaan yang berasal dari sumber daya alam. Namun, di sisi lain subsidi justru akan mengalami penurunan.

"Jadi akan kita akan liat terus seperti apa (Rupiah) karena kita belum tau sampai akhir tahun seperti apa," imbuhnya.

Perlu diketahui, Kementerian Keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mematok asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) sebesar 15.000 per USD. Angka ini meningkat dari Rencana APBN yang sebelumnya dipatok 14.400 per dolar AS.

Sementara menurut analis ekonomi Samuel Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih, pada Jumat ini, nilai tukar rupiah kemungkinan bergerak melemah karena pesimisme yang kembali muncul pada pelaku pasar atas penyelesaian perang dagang Amerika Serikat dan China.

Perang Ekonomi antara Amerika Serikat dan Cina

"Kemungkinan kurs rupiah melemah karena isu perang dagang AS-China," ujar Lana di Jakarta, Jumat.

Kendati belum ada pernyataan resmi, tetapi Presiden Donald Trump menyatakan tidak ada pertemuan tingkat tinggi dengan Presiden China Xi Jinping, seperti mengonfirmasi potensi kebuntuan pembicaraan mengenai kesepakatan dagang tersebut pada saat ini.

Efek perang dagang antara AS dan China terhadap perdagangan global, kata Lana, mulai terlihat.

Neraca transaksi berjalan Jepang misalnya, mencatatkan surplus pada Desember 2019, semakin kecil sejak empat bulan terakhir.

Penurunan surplus tersebut terutama berasal dari neraca barang yaitu ekspor-impor Jepang.

Dia mengatakan kekhawatiran utama efek perang dagang AS-China berdampak pada melambatnya ekonomi global.

Dana Moneter Internasional (IMF) juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,3 persen menjadi 3,1 persen untuk 2019.

"Kurs rupiah kemungkinan melemah ke tingkat Rp13.980 per dolar AS sampai Rp14.000 per dolar AS," kata Lana.