Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Pemerintah mulai membahas rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan, untuk golongan penerima bantuan iuran. Rencana kenaikan tersebut mulai dibahas dalam Rapat Terbatas terkait Anggaran dan Pagu Indikatif Tahun 2020 di Kantor Presiden, Senin (22/4).
Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan usulan kenaikan tersebut datang dari Kementerian Keuangan. Selain kenaikan iuran, Kementerian Keuangan juga mengusulkan agar jumlah penerima bantuan iuran ditambah.
Usulan disampaikan sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah defisit keuangan yang selalu membelit BPJS Kesehatan. "Tapi saya lupa (usulan kenaikan), banyak banget. Ini baru dibicarakan, belum fix usulan dari Kementerian Keuangan," katanya di Komplek Istana Negara, Senin (22/4) seperti dilansir CNN Indonesia.
Kondisi keuangan BPJS Kesehatan sejak pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) selalu berdarah-darah. Pada 2014 lalu, mereka mengalami defisit keuangan Rp3,3 triliun.
Kemudian, pada 2015 defisit membengkak menjadi Rp5,7 triliun dan bertambah Rp9,7 triliun pada 2016. Pada 2017, defisit membengkak menjadi Rp9,75 triliun dan diperkirakan menyentuh Rp10,98 triliun pada tahun 2018.
Pemerintah sebenarnya sudah berupaya untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu upaya dilakukan dengan menggelontorkan modal ke BPJS Kesehatan dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN).
Pada 2015, pemerintah menyuntik BPJS Kesehatan sebesar Rp5 triliun. Selang setahun, suntikan modal ditambah jadi Rp6,9 triliun.
Pemerintah kembali menyuntik BPJS Kesehatan sebesar Rp3,7 triliun pada 2017 dan Rp10,25 triliun pada tahun lalu.
Tak hanya menyuntikkan modal, pemerintah juga memanfaatkan skema pajak dosa (sin tax) guna membenahi masalah defisit. Lewat revisi Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Pemerintah Pusat boleh menggunakan pajak rokok yang merupakan hak pemda untuk membantu menutup defisit eks PT Askes (Persero) tersebut.
Tapi upaya tersebut masih belum memperbaiki kinerja keuangan BPJS Kesehatan. Buktinya, per Januari 2019 kemarin mereka masih memiliki utang besar. Data BPJS Watch, per Januari 2019, utang BPJS Kesehatan yang jatuh tempo ke RS mencapai Rp12,97 triliun, dengan liabilitas pelayanan kesehatan dalam proses Rp3,93 triliun.
Angka itu pun belum memperhitungkan pelayanan kesehatan yang belum dilaporkan yang sekitar Rp17,53 triliun.
Utang dan Pelarian Modal Tiba-tiba Ancam Negara Berkembang
Utang dan pelarian modal secara tiba-tiba (sudden capital outflow) menjadi dua risiko yang membayangi negara berkembang. Bayang-bayang risiko tersebut menjadi catatan yang dibawa Kementerian Keuangan usai menghadiri Spring Meeting IMF - Group Bank Dunia beberapa waktu lalu.
"Terjadi risiko utang baik pada korporasi maupun sektor publik, namun tidak untuk Indonesia," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN Kita di Gedung Djuanda 1 Kemenkeu, Senin (22/4).
Suahasil mengungkapkan rasio utang Indonesia terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) masih aman. Pasalnya, rasio utang masih berada di kisaran 30,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain itu, utang Indonesia juga berhasil diwujudkan menjadi pembangunan. Pembangunan dari utang tersebut menjadikan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 5,2 persen.
Capaian itu merupakan pertumbuhan tertinggi ketiga di kelompok G-20. Tapi, untuk pelarian modal Indonesia perlu waspada.
Maklum, pasar keuangan global memiliki dampak interkoneksi yang kuat terhadap negara-negara maju. Sebagai negara berkembang, Indonesia menikmati dampak dari suku bunga Amerika Serikat (AS) yang ditahan, bahkan cenderung turun.
Kebijakan tersebut membuat aliran modal mencari lokasi penempatan baru, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Kecenderungan tersebut terlihat dari aliran modal sepanjang kuartal I 2019.
Pada periode tersebut, total aliran modal yang mengalir ke Indonesia mencapai Rp85 triliun. Aliran modal tersebut Rp75 triliun mengalir di pasar surat utang dan Rp10 triliun sisanya di pasar saham.
Ke depan, Kemenkeu akan terus menjaga perekonomian domestik dan memantau perkembangan ekonomi global dan siap melakukan penyesuaian kebijakan jika diperlukan. Selain itu, pemerintah juga akan menjaga keyakinan dunia usaha agar bisa mengantisipasi dan fleksibel dalam merespon perkembangan global.
Salah satu cara yang akan dilakukan untuk menumbuhkan keyakinan dunia usaha adalah dengan memudahkan pengusaha mendapatkan pengembalian pajak (restitusi) lebih dini.
"Pemilu telah kita lewati dengan aman kemarin. Sekarang, saatnya kita lanjutkan pembangunan," ujarnya. (RM)