Kunjungan Presiden Irak ke Iran dan Pengokohan Hubungan Bilateral
Presiden Irak Abdul Latif Rashid berkunjung ke Tehran Sabtu (29/4/2023) dan bertemu serta berunding dengan sejawatnya dari Iran, Sayid Ebrahim Raisi.
Dalam kunjungan sehari ke Tehran, delegasi tingkat tinggi yang menyertai Abdul Latif Rashid terdiri dari menteri luar negeri, menteri listrik dan perdagangan, menteri sumber air, dan sekretaris keamanan nasional Irak. Oleh karena itu, agenda pertemuan presiden Irak dan Iran seputar isu politik, ekonomi dan keamanan.
Dari sisi politik, Iran dan Irak memiliki hubungan yang langgeng dan damai. Dalam hal ini, Irak menjadi kanal mediasi antara Iran dan negara-negara lain termasuk Arab Saudi sebelum kesepakatan terbaru Tehran dan Riyadh serta kanal pengiriman pesan antara Iran dan Amerika Serikat. Meski demikian, friksi antara keduanya juga ada termasuk bahwa Iran menentang kehadiran militer Amerika di kawasan dan Irak, tapi pemerintah Baghdad tidak melakukan langkah serius untuk mengusir militer Amerika dari negara tersebut. Sekaitan dengan ini, Sayid Ebrahim Raisi dalam pertemuannya dengan Abdul Latif Rashid mengatakan, "Sejauh yang kami anggap berguna untuk melakukan negosiasi antara negara-negara di kawasan ini, kehadiran pasukan asing di kawasan kami anggap tidak bermanfaat, kehadiran Amerika kami anggap merusak keamanan kawasan."

Sementara dari sisi ekonomi, Iran dan Irak memiliki hubungan yang kuat, tapi hubungan ini dibayangi oleh sanksi Amerika Serikat. Menurut Presiden Raisi, volume perdagangan Iran dan Irak kini mencapai sekitar 10 miliar dolar. Sementara itu, sebelumnya volume perdagangan kedua negara melampaui 12 miliar dolar, dan kedua pihak telah mencapai kesepakatan untuk meningkatkannya hingga 20 miliar dolar.
Washington mensabotase pengokohan hubungan ekonomi Iran dan Irak. Sabotase dan pemanfaatan alat sanksi sebagai faktor penting yang menyebabkan volume perdagangan Iran dan Irak tidak berkembang, karena dari satu sisi, Irak khawatir bahwa mereka akan disanksi Amerika karena peningkatan volume perdagangan dengan Iran, dan dari sisi lain, Irak tidak memiliki kemampuan untuk membayar hutangnya kepada Iran tepat waktu. Oleh karena itu, isu hutang senantiasa menjadi salah satu agenda perundingan antara pejabat kedua negara.
Dari sisi keamanan, mengingat Iran dan Irak memiliki perbatasan lebih dari 1500 km, ancaman keamanan terhadap satu negara akan berpengaruh ke negara lain. Sejak tahun 2014 hingga 2017 ketika integritas wilayah dan keamanan Irak terancam dengan serangan kelompok teroris Daesh (ISIS), Republik Islam Iran banyak membantu Irak dalam perang melawan kelompok teroris ini. kehadiran kelompok teroris dan separatis anti-Iran di sejumlah wilayah Irak termasuk di utara negara ini, juga menjadi sebuah ancaman bagi Iran dan sampai saat ini pejabat Tehran berulang kali berunding dengan otoritas Irak terkait masalah ini.
Mengingat pemahaman bersama yang dimiliki Baghdad dan Tehran atas peluang dan ancaman keamanan, dalam kunjungan Abdul Latif Rashid ini isu keamanan menjadi agenda penting pembicaraan kedua kepala negara tersebut. Dalam hal ini, Sayid Ebrahim Raisi mengatakan, "Kesepahaman keamanan antara kedua negara telah terjalin, dan instabilitas terkecil di wilayah mana pun di Irak akan dianggap sebagai instabilitas di Iran. Oleh karena itu, keamanan Irak dan perbatasan sangat penting bagi kami, dan kesepahaman keamanan kedua negara bukan hanya membantu keamanan kedua negara, tapi keamanan kawasan." (MF)