Peran Musuh Iran di Balik Serangan Polsek Zahedan
Musuh-musuh Republik Islam Iran dan agen-agen bonekanya rupanya marah dengan stabilitas keamanan di negara ini pasca didera kerusuhan tahun lalu.
Mereka sekali lagi berusaha memecah persatuan dan kekompakan internal di antara masyarakat Iran, terutama masyarakat di provinsi Sistan Bauchestan.
Upaya itu dilakukan dengan menciptakan instabilitas keamanan dan teror di Republik Islam Iran, dan kasus terbaru adalah penyerangan ke Kepolisian Sektor (Polsek) 16 Koy-e Shohada, di kota Zahedan, provinsi Sistan Balucestan.
Serangan yang dilakukan oleh empat teroris ini merenggut nyawa dua polisi. Semua penyerang juga tewas dalam baku tembak dengan polisi Polsek 16.
Meski rincian tentang kelompok teroris atau agen utama penyerangan ini belum diumumkan secara resmi, namun pengalaman bertahun-tahun setelah kemenangan Revolusi Islam menunjukkan bahwa musuh dan agen-agen internalnya selalu menggunakan berbagai cara untuk mencegah terwujudnya cita-cita dan tujuan Revolusi Islam. Di antara cara itu adalah menebar teror dan kekerasan, untuk memecah belah dan mencegah kemajuan bangsa Iran.
Dalam satu tahun terakhir dan munculnya kerusuhan di beberapa kota di Iran yang merupakan bentuk dan kelanjutan dari perang gabungan terhadap negara ini, terjadi banyak contoh aksi terorisme di Iran.
Di antara contoh aksi terorisme ini adalah insiden penyerangan di Kompleks Makam Shahcheragh di kota Shiraz dan serangan teroris di Zahedan. Insiden ini tidak terlepas dari peran dan sikap provokatif dari beberapa orang, seperti Abdul Ghaffar Naqshabandi dan Maulavi Abdul Hamid, Imam Masjid Makki Zahedan.
Dalam serangan teroris di Kompleks Haram Shahcheragh (Hazrat Ahmad bin Musa) di Shiraz, provinsi Fars pada tanggal 26 Oktober 2022, 15 warga Iran gugur dan 19 lainnya terluka.
Tahun lalu, serangan teroris dan perusuh di kota Zahedan terhadap pasukan polisi juga menyebabkan 19 orang gugur dan puluhan lainnya terluka.
Orang-orang seperti Abdul Ghaffar Naqsyabandi di provinsi Sistan Baluchistan berperan sebagai "prajurit" dan agen dinas intelijen asing di provinsi ini. Dia memiliki peran penting dalam merusak keamanan dan ketentraman masyarakat Sistan Baluchistan dan menciptakan kerusuhan baru-baru ini.
Naqsyabandi juga terlibat dalam pembunuhan Maulavi Jangizahi, salah satu penyeru persatuan di provinsi Sistan Baluchestan. Keterlibatan Naqsyabandi dalam kejahatan ini semakin menunjukan hubungannya dengan jaringan musuh.
Ceramah dan khutbah provokatif dari Maulavi Abdul Hamid, imam Masjid Makki Zahedan sejak musim gugur lalu, juga berperan dalam menciptakan ketidakstabilan dalam masyarakat. Ceramah dan khutbah yang bersifat menghasut ini telah mengobarkan fitnah dan mendorong terjadinya kekerasan.
Dalam salah satu pernyataannya, Abdul Hamid mengaitkan kejahatan-kejahatan yang terjadi dengan aparat penegak hukum dan polisi di provinsi Sistan Baluchistan. Tuduhan ini memainkan peran langsung dalam mengobarkan instabilitas dan menempatkan masyarakat berhadap-hadapan dengan aparat penegak hukum dan kepolisian.
Selain itu, Abdul Hamid menjadikan isu-isu agama dan etnis sebagai subjek dalalm provokasinya, dan mengikatnya pada isu-isu seperti kebebasan, hak dan penindasan. Dia juga melontarkan isu-isu terkait etnis, yang pada akhirnya menciptakan kekacauan dan ketidakamanan.
Jelas bahwa kelanjutan tindakan provokatif yang dilakukan Abdul Hamid akan menyebabkan meluasnya kebencian dan meruntuhkan kekompakan masyarakat serta merugikan keamanan. Tindakan seperti itu akan memunculakan radikalisasi dan dorongan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap aparat keamanan dan orang-orang tertentu.
Api fitnah yang berkobar sejak musim gugur tahun lalu ternyata masih belum padam. Api fitnah ini kembali berkobar dari beberapa tribune dan pernyatan-pernyataan. Untuk itu, peran mereka dalam kelanjutan beberapa kerusuhan di Iran dan bahkan terjadinya serangan teroris, terutama di provinsi Sistan Baluchistan, tidak boleh diabaikan, dan harus ditindaklanjuti dengan seriurs. (RA)