Menlu Iran: Kami Tidak Menginginkan Perang, Tapi Kami Siap Perang!
(last modified Mon, 24 Mar 2025 14:14:01 GMT )
Mar 24, 2025 21:14 Asia/Jakarta
  • Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Sayid Abbas Araghchi.
    Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Sayid Abbas Araghchi.

Parstoday – Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Islam Iran Sayid Abbas Araghchi menekankan bahwa Republik Islam selalu menghindari perang, dan tidak menginginkannya, tetapi siap untuk perang dan tidak takut akan perang.

Menurut Parstoday, Araghchi dalam sebuah wawancara dengan Khabaronline pada salah satu hari terakhir bulan Isfand 1403 HS, menanggapi surat yang dikirim Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

"Pengiriman surat dan korespondensi adalah bagian dari diplomasi, tetapi pada saat yang sama dapat menjadi bagian dari tekanan dan ancaman," ujarnya.

 

Kami Siap Berperang, Tetapi Kami Tidak Mencari Perang

Araghchi mengatakan, Republik Islam Iran selalu menghindari perang dan tidak menginginkannya, tetapi negara ini siap untuk perang dan tidak takut akan perang, oleh karena itu kebijakan luar negeri Iran pastilah difokuskan pada diplomasi dan menghindari perang, kecuali jika perang tidak dapat dihindari, yang mempunyai ketentuan-ketentuannya sendiri.

 

Strategi Iran Saat Ini, Negosiasi Tidak Langsung dengan AS

Araghchi menilai taktik dan strategi Iran saat ini adalah negosiasi tidak langsung dengan AS. Dia mengatakan, "Dalam situasi di mana terdapat tekanan maksimum, tidak ada orang yang bijak dan cerdas yang akan melakukan negosiasi langsung."

 

Tidak Adanya Negosiasi dengan AS Disebabkan Pengalaman, Bukan Sikap Keras Kepala

Menlu Iran menjelaskan, "Apa yang kami katakan bahwa tidak untuk negosiasi dengan AS bukanlah karena sikap keras kepala, melainkan karena pengalaman dan sejarah, dan berdasarkan pendapat para ahli, dalam kondisi seperti sekarang, tidak mungkin lagi mengadakan perundingan dengan AS kecuali serangkaian hal berubah."

 

Kami Tidak Ada Hubungannya dengan Harapan Trump, Kami Bertindak Berdasarkan Maslahat dan Kepentingan Kami Sendiri

Saat ditanya, ketika Trump menulis surat, dia mungkin mengharapkan untuk menerima tanggapan tertulis, apakah Iran akan melakukan hal yang sama? Menlu Iran menjawab, "Kami tidak ada sangkut pautnya dengan harapan-harapan Trump, kami berhubungan dengan kepentingan-kepentingan kami sendiri. Apa yang baik (maslahat), akan dilakukan."

 

Menghidupkan Kembali JCPOA dalam Bentuknya Saat Ini Bukanlah Maslahat Buat Kami, Tetapi Dapat Menjadi Dasar Negosiasi

Mengenai perjanjian nuklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama), Araghchi mengatakan, "Menurut pendapat saya, JCPOA dalam bentuk dan teksnya saat ini tidak dapat dihidupkan kembali, juga tidak maslahat bagi Iran, karena kondisi nuklir kita telah mengalami kemajuan yang signifikan dan kita tidak dapat lagi kembali ke ketentuan JCPOA. Sanksi-sanksi pihak lain juga sama, tetapi JCPOA masih dapat menjadi dasar dan model untuk negosiasi."

 

Jika Kami Kembali ke Kondisi JCPOA Saat Itu, Kami Pasti akan Menempuh Jalan yang Sama, Tetapi...

Menlu Iran menuturkan, "Jika kita kembali pada ketentuan JCPOA saat itu, kita pasti akan menempuh jalan yang sama, tetapi wajar bahwa dengan pengalaman-pengalaman yang kita miliki saat ini, kita mungkin akan melakukan beberapa penyesuaian dan perubahan-perubahan lainnya."

 

Kami Berharap Pemerintah AS Benar-Benar Memahami Realitas Republik Islam

Araghchi mengatakan, "Realitas Republik Islam dan kemampuan Republik Islam berbeda dari apa yang telah mereka perkenalkan kepada pihak-pihak lain atau apa yang diperkenalkan oleh kaum Zionis kepada dunia, dan saya yakin mereka melakukan hal yang sama di Amerika, serta upaya mereka untuk mungkin menggambarkan kepada Amerika dan pemerintah Amerika sebagai negara yang lemah adalah realitas salah, yang akan diperbaiki dalam pikiran Trump dan pihak-pihak lain seiring berjalannya waktu.

"Saya berharap mereka mengadopsi kebijakan yang lebih masuk akal. Dua atau tiga bulan lalu, saya men-tweet bahwa tekanan maksimum di putaran pertama disambut dengan perlawanan maksimal dari Iran. Jika mereka melakukan hal yang sama sekarang, hasilnya akan sama. Lebih baik menggunakan rasionalitas yang maksimal daripada tekanan yang maksimal. Yang dibutuhkan adalah menciptakan pemahaman yang benar tentang fakta-fakta," pungkasnya. (RA)