Ketika Farideh Mostafavi, Putri Kedua Imam Khomeini Bercerita Tentang Ayahnya (9, habis)
-
Imam Khomeini ra
Mohon jelaskan tentang hari-hari kedatangan Imam Khomeini dan hari-hari Revolusi Islam Iran!
Ketika Imam Khomeini mau datang, hati kami benar-benar deg-degan. Militer saat itu masih berada di tangan pemerintah. Saudara saya [Agha Ahmad] menelpon dari Paris dan berkata, “Kami akan datang pada hari fulan. Kalian siapkan urusannya.” Saya berkata, “Hati kami benar-benar deg-degan.” Dia mengatakan, “Jangan khawatir, semua urusan akan berjalan lancar.”
Ketika Imam Khomeini datang, kami mengkhawatirkan masa depan, dan pada saat yang sama menyiapkan semua urusan berkaitan dengan kedatangan beliau. Pada waktu itu, setiap kali kami menyaksikan seseorang, dia pasti bernadzar agar kedatangan Imam Khomeini berjalan lancar dan tidak ada masalah sama sekali. Karena kami tidak tahu apa yang bakal terjadi. Kekhawatiran dalam hati tidak menyisakan kesenangan apapun dalam hati kami.
Bagaimana pengaruh aktivitas dan perjuangan Imam Khomeini terhadap keluarga?
Kami semua siap untuk melakukan perjuangan. Saya masih ingat pada masa-masa revolusi, kami menyebarkan pesan Imam Khomeini dan sepenuhnya memiliki kesiapan. Ketika Imam Khomeini belum memulai perjuangannya, beliau benar-benar sibuk belajar. Kami bertemu beliau hanya ketika makan siang atau terkadang bahkan hanya selama sepuluh menit saja kami bertemu beliau di permulaan malam. Dengan demikian, kami lebih banyak melihat beliau dibanding dengan ketika beliau belum melakukan perjuangan.
Apa saja kegiatan sehari-hari Imam Khomeini?
Seingat saya, setelah mengerjakan shalat tahajud, begitu subuh tiba, beliau lalu mengerjakan shalat subuh dan di pagi harinya beliau istirahat sebentar, kemudian membaca buku, setelah itu sarapan. Pasca revolusi, tepat pukul delapan pagi beliau menuju ruang kerjanya dan dibantu oleh Agha Sanei sampai pukul setengah sebelasan atau tepat pukul sebelas, kemudian istirahat makan sesuatu. Setelah istirahat sebentar, beliau menyiapkan diri untuk mengerjakan shalat Zuhur. Di saat-saat istirahat ini selama sepuluh menit atau seperempat jam, bila kami atau ibu atau cucunya ke sana, maka bisa menemui beliau. Ketika beliau berwudhu atau membaca doa-doa setelah shalat, maka suasana harus sudah lengang. Setelah mengerjakan shalat Zuhur beliau makan siang, kemudian mendengarkan berita, lalu istirahat sebentar. Setelah bangun, beliau membaca buletin berita dan koran. Beliau rutin juga mendengarkan berita dari radio luar negeri dan televisi. Terkadang saya melihat beliau menonton tv sekaligus mendengarkan radio; yakni mendengarkan apa yang disampaikan oleh radio juga tidak ketinggalan dari televisi sehingga tetap mengikuti kejadian yang ada.
Apakah Imam Khomeini mengikuti semua acara radio dan televisi?
Bisa saya katakan bahwa hanya ketika tidur dan shalat saja baik shalat sunah maupun shalat wajib, juga ketika membaca doa seperti doa Kumail dan doa Iftitah, maka televisi dimatikannya. Namun ketika masalahnya sangat penting, kadang-kadang beliau menyalakan televisi di antara dua shalat.
Pada malam 22 Bahman beliau menyalakan radio. Saya masih ingat. Beliau dalam keadaan duduk dan kepalanya menunduk mendengarkan radio. Saya waktu itu duduk di samping beliau. dikabarkan dari radio bahwa radio dan televisi telah jatuh. Beliau menggabungkan kedua tangannya dan spontan bangkit dari tempat duduknya. Saya hanya sekali saja melihat beliau menggabungkan kedua tangannya saat itu. Beliau sangat gembira dan kegembiraan itu tampak di wajahnya. Saat itu juga beliau berkata:
“Pada akhirnya selesai. Pada akhirnya selesai.”
Di situ saya tidak paham apa maksud kata-kata ini? Kemudian saya paham bahwa ketika radio jatuh di tangan warga, dunia memahami bahwa rezim Shah Pahlevi telah lengser. Mungkin bisa saya katakan bahwa kegembiraan hari itu tidak pernah lagi saya saksikan di wajahnya.
Ketika beliau menyaksikan para pejuang, para korban luka-luka dan cacat jasmani dari televisi, beliau sangat sedih. Ciri khas beliau saat sedih adalah menutupkan kedua tangannya ke wajahnya. Saya sering melihat ketika beliau nonton televisi, kondisi seperti ini terjadi pada beliau.
Amalan-amalan mustahab apa sajakah yang rutin dilakukan oleh Imam Khomeini?
Beliau rutin melakukan semua pekerjaan mustahab yang berkaitan dengan shalat. Beliau sangat perhatian dengan shalat dan senantiasa menganjurkan agar shalat di awal waktu. Ketika shalat pasti memakai wangi-wangian. Semua doa-doa juga dibacanya. Beliau rutin membaca doa-doa yang berkaitan dengan malam Jumat dan doa-doa yang harus dibaca di hari Asyura. Beliau menjauhi hal-hal yang makruh sehingga, meski hanya di sela-sela pembicaraan, seandainya harus mengutip meski hanya setengah bait syair saja, karena membaca syair pada malam Jumat hukumnya makruh, beliau mengatakan:
“Sekarang saya tidak akan membacanya.”
Sekarang saya melihat, malah kebanyakan acara akad nikah dan pesta perkawinan diselenggarakan di malam Jumat.
Beliau benar-benar memiliki keteraturan secara khusus dan tepat waktu bila bangun tidur. Semua pekerjaannya dilakukan tepat pada waktunya. Yakni sangat detil misalnya makan tepat pada waktunya. Tidur tepat pada waktunya. Bila ada urusan dengan seseorang atau janji, beliau tidak pernah mengingkarinya. Rahasia kesuksesan beliau adalah teratur dalam semua urusan. Di masa mudanya beliau terkenal sebagai orang yang bersih, rapi dan teratur. Karena saking teraturnya, bila waktunya harus makan siang dan beliau terlambat lima menit saja, maka orang-orang yang ada di rumah sudah mengkhawatirkannya, mengapa Imam terlambat beberapa menit. Yakni dengan sendirinya semua orang yang ada di rumah akan menuju ke ruangan Imam. Ternyata di ruangan beliau ada Haj Ahmad Agha yang sedang menyampaikan persoalan kepada beliau dan ini membuat Imam Khomeini terlambat makan.
Beliau sangat bersih. Karena saking bersihannya, salah satu ciri khas beliau adalah benar-benar memperhatikan kebersihan. Sejak masa mudanya dan masa kanak-kanak kami, kami masih ingat bahwa dalam hal kebersihan beliau menjadi contoh bagi teman-temannya. Ketika kami masih kanak-kanak, gang-gang yang ada ini sangat becek berlumpur, sehingga para santri yang berjalan, lumpurnya bisa sampai ke bagian lutut dan bagian pundak ‘aba’a [baju luaran setelah baju yang ada] mereka, tapi Imam Khomeini begitu pelan saat berjalan dan melangkahkan kakinya sehingga; misalnya hanya ada sekitar sepuluh titik noda lumpur yang menempel di bagian belakang ‘aba’anya. Beliau meletakkan ‘aba’anya di depan pemanas ruangan. Ketika sudah kering kami membersihkan noda lumpur itu dengan ujung sendok dan mengelapnya dengan kain tebal. Kesimpulannya kami tahu apa tugas kami. Beliau punya pelajaran di pagi hari dan satu setengah jam sebelum Zuhur dan satu lagi selama satu setengah jam sebelum maghrib. Ketika kembali ke rumah, kami membersihkan ‘aba’a Imam. Beliau sering mandi dan sering ganti baju. Mungkin dalam beberapa tahun beliau hanya memiliki satu Qaba [pakaian ulama yang berkancing] dan Labadeh [pakaian ulama yang tidak berkancing tapi ada kain kerasnya] dan memakainya, sampai ada yang berkomentar, “Si fulan bajunya ini-ini saja.” Tapi Qaba ini begitu bersih dan jarang ada orang di Qom yang seperti Imam Khomeini dalam menjaga kebersihannya. Ketika di akhir hayatnya juga, saat saya pergi menjenguk beliau di rumah sakit, ada alkohol yang muncrat di pakaiannya. Ada dua titik noda di kemejanya. Saya melihat, dengan isyarat beliau menunjukkan kemejanya kepada perawat, dan sang perawat langsung menggantinya.
Imam Khomeini sangat tegas dalam menghadapi kesulitan. Saya tidak pernah melihat Imam Khomeini menganggap sulit sebuah masalah. Semua masalah baginya mudah. Saya tidak pernah mendengar beliau mengatakan bahwa masalah ini sulit. Beliau senantiasa bertawakkal kepada Allah dalam menghadapi kesulitan dan berkata:
“Bukan apa-apa. Insyaallah akan terselesaikan.”
Beliau benar-benar bersandar pada Allah sehingga merasakan seakan-akan melihat Allah. Pesan lain yang selalu beliau sampaikan kepada kami adalah:
“Selesaikan urusanmu dengan Allah secara baik dan jangan sampai usil dengan urusan orang lain. Sebagian orang [yang hatinya ada niat jahat] jelek omongannya. Tapi kalian harus memperbaiki pekerjaan kalian dengan Allah. Takutlah kepada Allah, dan jangan usil dengan urusan hamba-hamba-Nya.”
Saya ingat, sejak bulan Khordad tahun 1342 HS sampai akhir, beliau mengatakan satu kata dan tetap bertahan pada kata-kata tersebut yaitu “Islam”. Di jalan Islam ini beliau juga merelakan anak-anaknya, mengalami dipenjara selama lima belas tahun, menebus hijrah dan pengasingan dengan jiwanya, tidak pernah merasa lelah dalam menegakkan undang-undang Islam dan melanjutkan jalan ini. Beliau tetap bertahan atas ucapannya. Kehidupan beliau terangkum dalam “mengikuti Islam dan undang-undang Islam”. Beliau senantiasa merasa menang dan mengatakan:
“Bagaimanapun juga kami pasti menang, karena menaati perintah ilahi. Meskipun secara lahiriyah mengalami kekalahan, baik ada korban kematian maupun tidak. Bagaimanapun juga kita menang.”
Beliau memang pengikut garis kakek-kakeknya yaitu para Imam Maksum as. Karena mereka juga memiliki jalan ini. yakni mengikuti perintah ilahi. Meskipun akibatnya adalah terbunuh dan mengalami kekalahan di hadapan musuh.
Salah satu dari sifat Imam Khomeini adalah hemat dalam perkara kehidupan. Beliau senantiasa menganjurkan kami untuk memasak seperlunya saja, sehingga tidak sampai lebih-lebih dan dalam kehidupan jangan sampai banyak mengkonsumsi. Beliau senantiasa mengingatkan:
“Sekarang kita dalam kondisi dimana boleh jadi sebagian keluarga yang lain kondisinya lebih buruk.”
Sekali waktu saya menunggui Imam Khomeini, beliau meminta saya untuk memberikan bungkusan obatnya. Di dalam bungkusan itu ada obat yang harus dioleskan ke kakinya. Mungkin seseorang tidak percaya, bahwa setelah memakai obat, Imam membagi tissu menjadi empat bagian dan memakai seperempat bagian dari tissu itu untuk membersihkan lemak obat itu di kakinya. Kemudian meletakkan tiga bagian lainnya ke dalam bungkusan. Sehingga bisa dipakai untuk kali berikutnya. Kepada Imam Khomeini saya mengatakan, “Bila program hidup memang demikian, maka kami semua ini adalah ahli neraka, karena kami tidak menjaga hal-hal seperti ini khususnya terkait masalah tissu.” Imam Khomeini mengatakan:
“Kamu jangan seperti ini, tapi kamu harus menjaga.”
Bila kami mengabdi kepada revolusi, beliau sangat senang. Pada masa perang, warga Jamaran berkumpul di rumah Imam Khomeini dan rumah saudara kami untuk membantu di belakang layar medan perang. Beliau datang dan senantiasa menyampaikan rasa kegembiraan dan keridhaannya. Ada yang menjahit sprei, ada yang memasukkan kacang-kacangan ke plastik dan yang satunya mengerjakan yang lainnya. Terkadang Imam Khomeini juga datang dan duduk ikut memasukkan kacang-kacangan ke dalam plastik untuk di kirim ke medan perang. Suatu saat saya berkata, “Izinkan, di plastik ini kami tulis bahwa plastik yang berisi kacang-kacangan ini Imam Khomeini yang mengisinya dan dikirim ke medan perang, sehingga para pejuang yang menerima plastik ini merasa senang.” Namun Imam Khomeini tidak mengizinkan.
Ceritakan tentang kenangan Anda saat meninggalnya Imam Khomeini!
Sebagaimana di media-media disebutkan bahwa setelah operasi, kondisi Imam Khomeini membaik selama tujuh sampai delapan hari. Bahkan pada pagi hari Kamis ketika saya menemui beliau, kondisi beliau menyenangkan. Beliau bertanya:
“Bagaimana kondisi ibu?”
Saya menjawab, “Saya datang dari luar dan belum ke rumah menjenguk ibu.” Setelah Zuhur saya datang ke rumah sakit, saya melihat tempat tidur beliau dibawa keluar. Tiba-tiba saya melihat seorang dokter lari dan memberikan obat kepada Imam dan dengan tergopoh-gopoh memasukkan kembali tempat tidur Imam ke dalam ruangan. Imam Khomeini kondisinya juga tidak baik dan kami tidak diperbolehkan ikut masuk ke dalam. Hari Jumat kami kembali menjenguk Imam Khomeini dan kondisi beliau juga masih belum membaik. Dokter mengatakan, “Makanan Imam Khomeini harus diperhatikan.” Saya mengatakan, “Saya yang akan memerhatikan makanan Imam.” Sebelumnya Fahimeh [saudara saya] yang memerhatikan makanan Imam. Dikatakan, “Imam Khomeini dalam sehari harus makan tujuh sampai delapan kali. Tapi setiap kali makan harus sedikit sekali.” Saya katakan, “Apa saja yang bisa dimakan?” Dikatakan, “Sekali waktu harus makan Ab Gusht, sekali waktu harus makan bubur kacang almond. Sekali waktu harus makan nasi yang lembut dan....” Saya segera balik ke rumah dan membuat makanan. Hari Jumat kami menjenguk Imam Khomeini dengan membawa sup. Beliaupun makan sedikit sup itu. Dokter bertanya, “Imam Khomeini makan seberapa?” saya jawab, “Beliau makan empat sedok teh yogurt dan tiga sampai empat sendok teh sup.” Dokter mengatakan, “Bagus sekali beliau makan.” Sejak sabtu pagi Imam Khomeini sudah tidak sadar. Dokter mengatakan, “Pijatlah tangan Imam!” Setelah tangan Imam Khomeini kami pijat beberapa detik, Imam membuka matanya dan mengisyaratkan kepada dokter, agar pergi dari sini. Saya pergi keluar di balik pintu.
Satu jam kemudian Imam Khomeini berkata:
“Saya ingin melihat keluarga.”
Kami semua berkumpul dan berada di sisi Imam Khomeini. Beliau berkata:
“Kalian akan menghadapi jalan yang sulit. Usahakan jangan berbuat maksiat.”
Kemudian berkata:
“Saya mau tidur.”
Jam menunjukkan pukul dua atau tiga setelah Zuhur, beliau menarik kain selimut dan berkata, “Matikan lampu-lampu yang ada, saya mau tidur.”
Kemudian tidur, dan dari saat itu beliau koma. Dengan susah beliau mengerjakan shalat Zuhur dan Asar. Beliau sangat memerhatikan shalat. Beliau sangat menekankan masalah shalat dan selalu mengatakan:
“Terkait masalah shalat, kalian jangan sampai meremehnya.”
Kepada kami beliau berkata:
“Begitu kalian mengatakan, pertama saya kerjakan dulu pekerjaan ini, kemudian shalat, ini adalah salah. Jangan sampai mengatakan seperti ini. perhatikan shalat kalian. Pertama, shalat.”
Kesimpulannya, beliau selalu menekankan masalah shalat.
Ketika waktunya shalat Maghrib dan Isya, kami berada di sisi Imam Khomeini. Berkali-kali dikatakan kepada beliau, “Agha! Shalat. Agha! Sahalat.” Seperti ada gunung yang menindih pelupuk matanya. Dengan susah beliau membuka pelupuk matanya. Ibu juga berdiri dan berkata, “Agha! Ini saya. Agha! Ini saya.” Imam membuka sedikit matanya dan melihat. Kemudian saya melihat Imam shalat dengan isyarat tangannya. Bibirnya komat kamit. Ujung jari-jarinya bergerak menyentuh kasur. Saya paham bahwa beliau sedang shalat. Saya tidak tahu, mungkin kami beranggapan bahwa beliau sedang shalat. Para dokter benar-benar berusaha. Yakni mereka benar-benar mengorbankan jiwanya, dirinya dan berusaha agar Imam Khomeini tetap hidup. Namun tidak bisa lagi. Ibu mengatakan, “Ketika saya pegi, saya melihat para dokter membawa buku doa, mereka sedang menangis. Saya paham bahwa sudah tidak ada gunanya lagi...”
Para dokter masih bisa mempertahankan hidup Imam Khomeini sampai hari Sabtu pukul 22.22 malam. Para Pasdaran penjaga rumah satu persatu datang menjenguk Imam dan pergi. Menyaksikan orang-orang ini, hati sekeras batupun akan meleleh. Semua orang, para pejabat negara maupun militer datang dan duduk di halaman rumah sakit seakan-akan duduk di masjid. Para penjaga rumah Imam datang. Ahmad Agha telah mengabarkan kepada semuanya. Dia mengatakan, “Saya esok hari harus bisa menjawab mereka bahwa kami telah menjaga Imam selama sepuluh tahun, kami harus melihat Imam Khomeini pada detik-detik terakhir.” Itulah mengapa semuanya diberitahu agar datang dan melihat Imam. Namun...namun bagaimana kondisi mereka ketika kembali. Mungkin ada dua ribu orang berada di halaman rumah sakit. Tapi katakan bahwa napas keluar dari dinding, tidak. Seakan-akan dedaunan pun tidak bergerak. Para penjaga rumah Imam datang berurutan. Begitu mereka melihat Imam, sebagian kembali dengan lutut. Sebagian dengan kondisi rukuk. Sebagian mulutnya terbuka karena saking sedihnya dan menutupi mulutnya dengan tangan agar suara jeritannya tidak terdengar keras. Sekali waktu kami melihat suara jeritan para dokter sendiri menggelegak. Semua keheningan berat itu berubah menjadi teriakan. Sekali waktu kami melihat Jamaran menyuarakan kalimat “La Ilaha Illallah” “La Ilaha Illallah.”
Apakah Anda tahu bahwa penyakit Imam berakhir demikian?
Tidak. Para dokter juga baru tahu. Yakni ketika lambung Imam Khomeini mengalami pendarahan, keesokan harinya diendoskopi dan berhasil mendeteksi penyakitnya. Dikatakan kepada Imam, “Bila tidak kita operasi, maka kemungkinan sampai tiga bulan atau enam bulan berikutnya akan mengalami pendarahan kembali dengan disertai rasa sakit dan sudah pasti akan mematikan Anda. Bila kita operasi paling tidak usia Anda akan berlangsung sampai lima belas tahun lagi.
Semakin hari ketiadaan beliau semakin terasa. Dengan kematian beliau seakan-akan seluruh duniapun mati. Imam Khomeini benar-benar pribadi teladan. Dari segala sisi bila kita perhitungkan. Saya pikir, kita belum mengenal Imam Khomeini sebagaimana seharusnya dan kami belum memahami apa yang dikatakannya dan apa yang ingin dikatakannya dan apa tujuannya. Saya pikir seratus tahun berikutnya masyarakat akan mengenal Imam Khomeini dengan lebih baik dari saat ini. Karena pertumbuhan pemikirannya lebih baik. Dua ratus tahun berikutnya masyarakat akan lebih baik lagi dalam mengenal Imam Khomeini dibanding seratus tahun sebelumnya dan lebih memahami siapakah sebenarnya pribadi ini dan apa yang dikatakannya dan yang diinginkannya. (Emi Nur Hayati)
Dikutip dari penuturan Farideh Mostafavi, anak Imam Khomeini ra.
Sumber: Pa be Pa-ye Aftab; Gofteh-ha va Nagofteh-ha az Zendegi Imam Khomeini ra, 1387, cetakan 6, Moasseseh Nashr-e Panjereh.