Peran dan Risalah Wanita; Hijab dan Pakaian (5)
(last modified Tue, 20 Dec 2016 04:21:13 GMT )
Des 20, 2016 11:21 Asia/Jakarta
  • Ayatullah Sayid Ali Khamenei
    Ayatullah Sayid Ali Khamenei

Teladan Islam; Kerjasama wanita dan pria di tengah-tengah masyarakat dengan menjaga hijab

Ada sebuah penjagaan dan hijab antara wanita dan pria dalam ajaran Islam. Ini bukan berarti para wanita memiliki alam lain yang terpisah dengan alamnya para lelaki. Tidak! Mereka hidup bersama di tengah-tengah masyarakat. Mereka hidup bersama di lingkungan kerja. Di semua tempat saling berurusan. Para wanita dan pria bersama-sama menyelesaikan masalah sosial. Para wanita dan pria melalukan peperangan dan telah melakukannya. Mereka bersama-sama mengolah rumah tangga dan mengasuh anak-anak. Namun penjagaan dan hijab di luar lingkungan rumah tangga tetap dijaga. Ini adalah poin asli dalam pembentukan teladan Islam. Bila poin ini tidak dijaga, maka akan terjadi kehinaan sebagaimana yang dialami Barat saat ini. Bila poin tersebut tidak dijaga, maka wanita akan tertinggal dari kecepatan gerakan menuju nilai-nilai yang terlihat di Iran yang islami. Orang-orang Barat juga ingin merusak poin tersebut dengan sekuat tenaganya, di setiap tempat terkait siapa saja dengan caranya masing-masing. (dalam pertemuan besar dengan para perawat, 22/8/1370)

Hijab; Sebuah Darurat Islam dan Revolusi, Bukan Keharusan Pemerintah dan Undang-Undang

Di tengah-tengah masyarakat kita, hijab merupakan sebuah darurat Islam dan revolusi, bukan sebuah pemaksaan pemerintah dan undang-undang. Barang siapa yang bersikukuh pada revolusi, maka dia harus menjaga kesucian kondisi sosial. Ini adalah darurat revolusi. Kita tahu bahwa, untuk sebuah amal yang benar, membutuhkan sebuah iman dan keyakinan yang benar; bukan tekanan dan paksaan. (dalam khutbah salat Jumat, 13/4/1359)

Yang ditegaskan Islam, tujuan pakaian bukan model pakaian

Islam dalam bab hijab, tidak menentukan pakaian. Tapi menentukan tujuannya. Tujuan itu adalah pertemuan wanita dan pria dan pertemuan alami mereka yang terjadi sehari-hari jangan sampai berubah menjadi sebuah faktor yang merangsang dan ini adalah tujuan Islam.

Di negara-negara Islam, ada wanita-wanita yang komitmen menjaga hijab yang telah disebutkan oleh ayat-ayat al-Quran. Tapi coba kalian perhatikan, apakah mereka dalam satu model dalam menjaganya? Maksud saya mereka yang beragama dan berkomitmen. Di negara-negara Afrika Utara, mereka punya hijab yang tidak kalian kenal. Di negara-negara Timur, yakni India dan Pakistan, mereka punya hijab yang juga tidak kalian kenal. Semua ini juga berdasarkan kondisi budaya dan sosial. (dalam wawancara dengan majalah Shahed-e Banouvan, 28/2/1367)

Partisipasi Positif Wanita di Tengah-Tengah Masyarakat dengan Pakaian yang Tepat

Terkait masalah pakaian para wanita, kita punya sebuah prinsip. Kita meyakini bahwa wanita merupakan separuh dari tubuh sosial, dan separuh dari usaha sosial dan dia bisa menjadi dan harus bisa menjadi separuh dari gerakan revolusi setiap masyarakat revolusioner. Di negara kita sendiri, kenyataannya memang demikian. Sekarang, bila seseorang datang ke negara kita, maka ia akan menyaksikan partisipasi para wanita di semua aktivitas umum, revolusi dan besar negara kita. Oleh karena itu, kita meyakini bahwa wanita bisa aktif. Bisa hadir membangun, dan kita komitmen pada prinsip ini. Tentunya kita menolak kondisi pakaian yang dipaksakan oleh peradaban Barat atas dasar tujuan yang tidak benar terhadap para wanita. Negara-negara non Islam, wajar bila para wanita mereka tidak memiliki pakaian sebagaimana yang kita yakini bahwa wanita harus memilikinya. Namun kita memiliki keyakinan kita sendiri dan kita yakin bahwa para wanita bisa melakukan aktivitasnya yang membangun dan sangat berpengaruh di semua bidang sosial dan pada saat yang sama mereka harus memiliki pakaian yang tepat dan kita tidak menerima bentuk percampuran wanita dan pria sebagaimana yang terjadi saat ini di Eropa. (dalam wawancara media dan radio televisi di Zimbabwe, 1/11/1364)

Menentang Pakaian yang Tidak Tepat

Kita bangga sebagai sebuah negara muslim, wajar kita tidak ikut serta dalam sebuah pertemuan yang ada percampuran yang tidak tepat dengan wanita, ada minuman keras dan musik yang sia-sia. Kemudian ada media-media dan sumber-sumber berita yang terikat menyaksikan kita tidak takut dengan hal-hal seperti ini, mereka membuat berita-berita beda. Mereka mengatakan, iya mereka menentang wanita, karena wanita ada dalam pertemuan itu, mereka tidak datang. Kita telah menjelaskan, kementrian luar negeri kita secepatnya mengeluarkan statemen yang sangat kuat dan berdalil. Kita sendiri juga mengatakan kepada para wartawan, kami secara maksimal menghormati wanita. Di negara kami, para wanita sebagai penentu. Di setiap masalah penting kenegaraan, pasti ada partisipasi wanita. Bila tidak ada para wanita, maka tidak akan ada perang. Bila para wanita tidak ada dalam revolusi, maka revolusi tidak akan menang. Bila tidak ada para wanita, maka acara besar tidak akan terwujud semeriah ini. Paling tidak lima persen dari revolusi ini berhutang jasa pada para wanita. Lantas kita disebut tidak menghormati wanita?! Kita akan pergi bila di sebuah pertemuan ada wanita. Di Majlis Syura Islami kita sendiri ada wanita. Di tempat pertemuan islami kita juga ada wanita. Di salat Jumat kita juga ada wanita. Di masjid-masjid kita juga ada wanita. Kita tidak menentang kehadiran wanita sama sekali di manapun. Kita menentang pakaian wanita yang tidak tepat. Kita menentang kondisi pergaulan yang tidak tepat wanita. Di tempat dimana wanita dan pria berkumpul dan minum minuman keras, di situ kami tidak akan ikut serta. [terjadi masalah kecil di Zimbabwe, kita diundang sebagai tamu resmi presiden dan semua pejabat dan menteri, perdana menteri dan yang lainnya juga hadir. Kita tahu bahwa di pertemuan itu ada minuman keras. Kita katakan, kita tidak akan ikut serta di pertemuan yang ada minuman kerasnya. Mereka mengatakan, kalian datang saja tapi jangan minum minuman keras, kita katakan, kita tidak akan ikut serta di tempat dimana orang lain minum minuman keras dan bermabuk-mabukan. Ini adalah bagian dari masalah keagamaan kita dan kita komitmen].

Menghidupkan Iffah [Kehormatan Diri] dan Hijab Sosial dalam Bingkai Revolusi Islam

Ketika revolusi Islam Iran menang, masyarakat kembali pada nilai-nilai Islam dan menuju pada hijab. Atas berkah revolusi Islam, darah baru mengalir dari kepala sampai kaki di dalam hati masyarakat dan bergerak menuju nilai-nilai Islam. Yakni para pemuda, anak-anak gadis dan perjaka, rumah-rumah tangga, terkait hubungan wanita dan pria mayoritas bergerak menuju pada nilai-nilai Islam, dan pondasi sosial kita kembali dalam bentuk yang sehat. (dalam khutbah salat Jumat, 10/5/1365)

Menjaga Hijab Islam dan Setia Pada Revolusi

Wahai saudari-saudari yang tidak menjaga hijab Islam, kalian juga termasuk orang-orang yang ikut dalam pawai-pawai yang ada dengan memakai hijab, ketika perjuangan bangsa Iran melawan musuh. Kalian telah menunjukkan keyakinan kalian pada Islam dan revolusi dan kalian setia kepadanya. Sekarang revolusi juga memerlukan kesetiaan kalian!

Wahai saudari-saudari pegawai negeri! Wahai orang-orang yang tidak ada permusuhan sama sekali dengan Revolusi Islam! Tidak adanya perhatian kalian menyebabkan kalian tidak menjaga kewajiban revolusi sebagaimana seharusnya. Imam [Khomeini] mengatakan kepada kalian, ciptakan kondisi kantor-kantor pemerintahan, kondisi sosial revolusi, kondisi iffah sosial. Lakukan sedemikian rupa dengan pakaian kalian, dengan ketidakpedulian kalian pada perhiasan, dandanan, mode, pakaian warna warni, sehingga musuh sekali lagi merasa bahwa kalian wanita muslim Iran tidak bisa dikuasai. (dalam khutbah salat Jumat, 13/4/1359) (Emi Nur Hayati)

Sumber: Naghs wa Resalat-e Zan I, Ifaf wa Hejab Dar Sabke Zendegi-e Irani-Eslami

Bargerefteh az bayanat-e Ayatullah al-Udhma Khamenei, Rahbare Moazzam-e Enghelab-e Eslaئ