Para Musafir Arbain Imam Husein as (4)
Najaf adalah nama sebuah kota yang terletak di selatan Irak. Kedudukan kota ini sangat penting bagi kaum Muslim Syiah karena keberadaan makam Imam Ali bin Abi Thalib as, khalifah umat Islam sepeninggal Rasulullah Saw dan imam pertama Syiah.
Imam Ali as adalah samudera dari ilmu, keberanian, iman, dan akhlak yang telah berjuang untuk menegakkan dan menyebarluaskan Islam. Ia menampilkan konsep yang sempurna dari perdamaian dan keadilan kemanusiaan selama lima tahun pemerintahannya. Banyak orang terpana dengan kesempurnaan kemanusiaan Imam Ali dan makamnya di Najaf selalu dipadati oleh peziarah dari berbagai negara dunia.
Selain itu, Hauzah Ilmiah Najaf sudah hampir seribu tahun memainkan perannya sebagai pusat penyebaran ilmu-ilmu agama dan berkontribusi besar dalam mengajarkan dan memberikan pencerahan kepada masyarakat.
Seorang peziarah Iran menceritakan pengalamannya menziarahi makam Imam Ali as di Najaf. Dia berkata, "Aku hampir tiba di Najaf. Hatiku dipenuhi kegembiraan dan sukacita yang luar biasa. Aku teringat perkataan Imam Jakfar Shadiq as yang berkata, 'Ketika peziarah Imam Ali as berdoa, maka pintu-pintu langit akan terbuka.' Kegembiraan dan keharuan para peziarah, lalu-lalang orang-orang, dan tekad mereka untuk menziarahi haram Imam Ali as (tempat beliau dimakamkan) tidak bisa dilukiskan. Seakan semua hati mengenali dia dan merasa dekat dengannya."
Rasa dan kecintaan ini semata-mata karena Imam Ali memiliki hubungan yang dekat dengan Allah Swt. Ia adalah figur yang saleh dan bertakwa, dan karakteristik ini telah membuatnya abadi dalam sejarah.
Imam Ali as dalam sebuah nasihatnya berkata, "Para pengumpul harta meski saat ini hidup, mereka sudah mati, namun para cendekiawan (ulama rabbani) akan selalu hidup selama dunia ini masih eksis. Jasad-jasad mereka telah tiada, tetapi peranan mereka tetap kekal dalam lembaran hati."
Kedudukan dan kepribadian Imam Ali sangat tinggi, dan hanya sebagian orang yang memahami sosok beliau. Berkenaan dengan kepribadiannya, Imam Ali berkata, "Esok, kepribadianku yang tersembunyi akan tampak bagi kalian dan setelah aku mati dan datang sosok lain menggantikanku, kalian akan mengenaliku."
Haram Imam Ali as terletak di pusat kota Najaf dengan sebuah kubah emas yang besar dan dua menara yang menjulang tinggi. Bangunan pertama haram dibangun di era Harun al-Rashid Abbasi dan selalu mengalami perbaikan dan pemugaran pasca periode itu.
Tempat peristirahatan Imam Ali disembunyikan selama masa pemerintahan Dinasti Umayyah, dan demikian juga di bawah Dinasti Abbasiyah sampai masa kekuasaan Harun al-Rashid. Pada tahun 175 H, Harun al-Rashid kebetulan pergi berburu di daerah itu, dan rusa yang ia kejar berlindung di atas sebidang tanah kecil. Betapa pun dia memerintahkan anjing-anjing pemburunya untuk menangkap buruan, mereka menolak mendekati tempat tersebut.
Dia memaksa kudanya ke tempat itu dan kuda itu pun menolak perintah khalifah. Harun al-Rashid mulai terheran-heran dan ia pun bertanya kepada orang-orang di lingkungan itu, mereka kemudian memberitahu bahwa ini adalah makam Imam Ali bin Abi Thalib as. Harun memerintahkan pembangunan sebuah bangunan di atas kubur dan warga pun mulai menetap di sekitar haram Imam Ali.
Bangunan haram yang sekarang adalah peninggalan era Safavi. Nadir Syah Afsyar kemudian melapisi emas pada kubah, pelataran, dan dua menara haram. Pemasangan mosaik cermin di haram Imam Ali as dilakukan oleh para seniman dari Isfahan. Warna dominan eksteriornya keemasan, emas bersinar terang dan seluruh bagian luar dari haram dihiasi dengan ubin warna-warni bermotif bunga.
Tak terhitung jumlah orang dari seluruh dunia berduyun-duyun mendatangi makam Imam Ali as setiap harinya. Mereka datang untuk berziarah, menyampaikan salam penghormatan, dan mengenang kebesaran sosok Ali.
Para musafir Arbain biasanya memulai aksi jalan kaki ke Karbala dari haram Imam Ali as. Dibutuhkan setidaknya tiga hari untuk berjalan kaki dari Najaf ke Karbala dan setiap tahun, jutaan orang berpartisipasi dari seluruh dunia. Tradisi berjalan kaki sejauh 80 km dari Najaf ke Karbala ini dihidupkan kembali setelah tumbangnya rezim Saddam.
Di sepanjang rute, peziarah akan menemui meja makan terpanjang di dunia, posko tempat istirahat, pelayanan kesehatan, toilet umum, dan fasilitas lainnya yang disediakan oleh para dermawan secara gratis.
Bagi Muslim dan non-Muslim di seluruh dunia, Husein as (cucu Nabi Muhammad Saw, dan putra Ali dan Fatimah as) adalah sosok suci yang selalu mengingatkan mereka untuk memperbaiki diri dan berusaha menanamkan nilai-nilai positif di masyarakat.
Jutaan orang memperingati hari ke-40 setelah peringatan kesyahidannya setiap tahun dengan memadati makamnya di Karbala. Kegiatan ziarah ini diakui sebagai pertemuan damai tahunan terbesar di dunia, dan para peziarah bisa menyaksikan persatuan dan solidaritas yang kuat di antara mereka. Imam Husein as terus mengilhami banyak generasi setelah kematiannya.
Setelah meninggalkan kota suci Najaf, para peziarah kemudian memulai perjalanan tiga hari dengan berjalan kaki menuju Karbala. Bagi orang-orang baru, mereka akan merasa bingung dengan aksi jalan kaki selama berhari-hari, melalui gurun di Irak yang dilanda perang, tetapi perasaan cemas ini akan segera sirna saat menyaksikan jutaan orang lain yang berjalan bersamanya.
Di sepanjang rute, para peziarah akan menemukan tenda/posko (mawkib) yang didirikan oleh penduduk setempat untuk melayani tamu Imam Husein as dengan fasilitas yang berlimpah. Menu hidangan shalawat ini biasanya nasi, sup, daging, ikan bakar, salad, dan buah-buahan. Stok air minum tak ada habisnya dan setiap menit peziarah akan menemukan posko yang menyajikan teh hangat.
Ada pria, wanita, anak-anak di semua usia, bayi dalam gendongan, manula, dan orang cacat, semua berjalan kaki seirama demi menemui sang kekasih di Karbala. Jadi, siapa pun dapat melakukan perjalanan ini dengan nyaman dan tanpa rasa takut. Hal ini mencerminkan sebagian dari epic Kerbala di mana Imam Husein as membawa serta pria, wanita, dan anak-anak dari semua kelompok usia dan dari berbagai lapisan masyarakat dalam kafilahnya.
Lalu, berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk membayar semua fasilitas ini? Tidak ada. Mata uang dalam perjalanan ini adalah shalawat dan kebaikan hati. Para dermawan justru sangat bersyukur jika ada peziarah yang mampir di posko mereka, karena ini adalah kehormatan terbesar untuk membantu dan melayani para tamu Imam Husein as.
Setelah menyaksikan pemandangan ini, kalbu setiap orang akan luluh dan mereka menghargai nilai-nilai damai dan kemanusiaan yang diwariskan oleh Husein as.
Rasulullah Saw dalam sebuah hadis bersabda, “Kecintaan Husein tersembunyi di kalbu setiap orang Muslim. Ia adalah salah satu pintu dari pintu-pintu surga. Aku bersumpah bahwa Husein lebih dihormati dan diagungkan di langit ketimbang di bumi. Ia adalah hiasan langit dan bumi.” (RM)