Keamanan Energi di Mata Iran, Minyak Bukan Alat Politik
(last modified Wed, 03 Jul 2019 08:55:40 GMT )
Jul 03, 2019 15:55 Asia/Jakarta
  • organisasi eksportir minyak dunia, OPEC
    organisasi eksportir minyak dunia, OPEC

Menteri Perminyakan Iran dalam wawancara dengan stasiun televisi CNBC Amerika Serikat, di sela pertemuan menteri perminyakan negara-negara pengekspor minyak dunia, OPEC ke-170 di Wina, Austria (2/7/2019) mengatakan, masalah minyak tidak boleh dipolitisasi.

Bijan Namdar Zanganeh menjelaskan, kenyataan bahwa Iran sejak 100 tahun lalu merupakan pasar minyak yang aman, dan berubahnya OPEC menjadi lembaga politik dapat dimaknai sebagai perubahan minyak menjadi senjata di pasar global, padahal pasar minyak harus aman dan non-politis.

Sidang menteri perminyakan OPEC ke-170 sempat terganggu oleh perilaku sebagian perwakilan negara anggota yang menyebabkan keraguan tentang masa depan dan nasib OPEC.

Sejak Amerika memperluas domain sanksi ke arah minyak, instabilitas dan kelabilan harga minyak dunia terus terjadi dan cenderung sangat fluktuatif.

Amerika sebelumnya mengancam akan menghentikan total ekspor minyak Iran. Sebagian analisa menyebut keputusan Amerika itu menyasar dua tujuan, pertama, tekanan maksimal terhadap ekspor minyak, gas dan petrokimia Iran sebagai fondasi utama perekonomian negara ini, sehingga memaksa Tehran menerima usulan perundingan nuklir baru berdasarkan syarat yang ditetapkan Washington.

Tujuan kedua, yang merupakan tujuan yang sangat penting bagi Amerika, yaitu menguasai pasar penjualan minyak Iran.

Sejumlah pengamat meyakini bahwa Amerika ingin mendorong sektor minyak Shale Oil atau minyak serpihnya. Sebagaimana dikutip dari Wikipedia, minyak serpih adalah batuan sedimen berbutir halus yang mengandung kerogen. Minyak ini adalah pengganti minyak mentah konvensional, meskipun begitu, mengekstraksi minyak serpih lebih mahal dibandingkan dengan produksi minyak bumi konvensional baik dalam hal lingkungan maupun finansial.

Diperkirakan cadangan endapan global minyak serpih berkisar dari 4,8 hingga 5 triliun barel, dan seperti diberitakan RAND, Amerika saat ini diprediksi mampu memproduksi shale oil sebesar 1,5 sampai 1,8 triliun barel.

Baru-baru ini dikabarkan, produksi minyak serpih Amerika kemungkinan akan ditingkatkan dari 70.000 barel perhari menjadi 8,52 juta barel perhari pada bulan Juli 2019. (Kontan, 17/6/2019).

Para ahli mengatakan, mengapa harga minyak serpih bisa lebih murah dibandingkan harga minyak mentah konvensional, karena ditemukan terobosan baru di bidang horizontal drilling dan hydraulic fracturing sehingga negara seperti Amerika bisa memproduksi shale oil dalam jumlah besar dan menekan biaya produksi perbarelnya. (detikFinance, 2/2/2015).

Realitasnya Presiden Amerika, Donald Trump berusaha merebut pasar penjualan minyak Iran di Asia dan menyerahkannya kepada perusahaan-perusahaan minyak Amerika.

Situs berita Al Arabi Al Jadeed menulis, kebijakan anti-Iran yang diterapkan Trump adalah implementasi strategi dominasi Amerika atas energi dunia dan kontrol atas pasokan, harga dan jalur perdagangan minyak global.

Menurut situs tersebut, Amerika menganggap tercapainya tujuan ini menguntungkannya dalam negosiasi dagang dengan Cina, karena Cina adalah sebuah negara yang sangat membutuhkan minyak Iran dan negara-negara Arab sekitar Teluk Persia, selain itu dengan cara ini Amerika bisa menekan sekutu-sekutunya seperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan.

Lewat keputusan ini, Trump berusaha menghadapkan negara-negara importir minyak Iran kepada pilihan-pilihan yang sulit. Saat diwawancara Bloomberg, pakar minyak Amerika, Scott Modell menuturkan, negara-negara Asia pengimpor minyak marah dengan keputusan Amerika ini.

Konsumen minyak dunia harus diakui kesulitan membeli minyak Iran akibat keputusan sepihak Amerika yang melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia, WTO. Di sisi lain, sikap sebagian negara anggota OPEC yang merugikan Iran dinilai dapat membahayakan keutuhan organisasi ini.

Tidak diragukan keputusan Amerika melanggar perjanjian kebebasan perdagangan dunia yang ditandatangani Washington sendiri, menjadi awal sebuah permainan politik berbahaya di pasar energi global yang dapat dipastikan akan merugikan kepentingan ekonomi semua negara.

Al Arabi Al Jadeed mengatakan, langkah Amerika adalah paku yang ditancapkan ke peti mati OPEC yang sudah menjadi pion Trump, orang yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan kapanpun ia mau bisa menggerakan OPEC, dan Arab Saudi serta Uni Emirat Arab yang merupakan sekutu Amerika, turut memanfaatkan peluang ini.

Sebelumnya Zanganeh mengatakan, Iran menjadi anggota OPEC hanya karena kepentingannya semata, oleh karena itu jika sebagian negara OPEC bermaksud mengancam Iran, Tehran tidak akan diam. (HS)

Tags