Iran Aktualita, 2 November 2019
(last modified Sat, 02 Nov 2019 08:58:16 GMT )
Nov 02, 2019 15:58 Asia/Jakarta
  • Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam
    Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam

Perkembangan Iran selama sepekan terakhir diwarnai sejumlah isu penting di antaranya pidato Rahbar di pelantikan mahasiswa Sekolah Tinggi Perwira Angkatan Darat Iran.

Isu lainnya adalah kunjungan Presiden Iran Hassan Rouhani ke Baku, ibukot Azerbaijan untuk berpartisipasi dalam KTT Gerakan Non-Blok ke-18, pertemuan tiga menteri luar negeri Iran, Rusia dan Turki menindaklanjuti "Negosiasi Astana", Iran menyeru dilanjutkannya perundingan antara Yaman-Yaman dan Eurasia dan peluang baru kerja sama ekonomi dengan Iran.

Pidato Rahbar di Wisuda Taruna Akademi Pertahanan Udara Khatamul Anbiya'

Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyampaikan pidato pada hari Rabu, 30 Oktober, pada wisuda ke-17 dan pelantikan mahasiswa Sekolah Tinggi Perwira Angkatan Darat Iran di Universitas Pertahanan Udara Khatam Al-Anbia, menyebut perlindungan keamanan menjadi tanggung jawab suci dan sensitif angkatan bersenjata Republik Islam dan menekankan perlunya pertahanan dan pencegahan yang lebih besar terhadap musuh.

Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam

Ayatullah Khamenei melanjutkan pidatonya dengan menyinggung plot musuh yang berusaha merusak keamanan di sejumlah negara kawasan, dengan mengatakan bahwa prioritas utama Irak dan Lebanon saat ini adalah mengembalikan keamanan dan tuntutan legal mereka hanya disampaikan melalui jalur hukum.

Rahbar mengingatkan bahwa jika tidak ada keamanan dalam suatu komunitas, tidak akan ada kegiatan ekonomi, ilmiah, penelitian serta kegiatan intelektual dan budaya, sehingga menjaga keamanan adalah tugas yang sangat berharga yang harus dihargai.

"Faktor pelaku kebusukan dan kebencian yang berbahaya ini sudah diketahui dan pelaku di balik kerusuhan ini tidak lain dari dinas intelijen AS dan negara-negara Barat yang didukung secara finansial oleh beberapa negara reaksioner di kawasan," ungkap Rahbar.

AS telah memperluas rasa tidak aman melalui tindakan destruktif dan intervensi militer di kawasan dalam beberapa tahun terakhir dengan penciptaan al-Qaeda dan Daesh (ISIS), penghancuran Afghanistan, Irak dan Suriah serta penjarahan minyak dan kekayaan negara-negara di kawasan itu. Dengan mendukung Arab Saudi dalam perang melawan rakyat Yaman yang tertindas dan dengan mengumumkan resolusi yang mengutuk kejahatan dan penyerangan serta pendudukan rezim Israel di wilayah Palestina, AS telah melancarkan dan menghancurkan serta membunuh ribuan orang tak bersalah.

Di bagian lain dari pidatonya, Pemimpin Besar Revolusi menjelaskan perbedaan alami antara Angkatan Bersenjata Republik Islam dengan tentara kekuatan arogan seraya mengatakan, "Tanggung jawab utama militer kekuatan arogan adalah mengagresi, merebut dan menyerang negara-negara lain, tetapi dalam filosofi dan logika Angkatan Bersenjata Republik Islam, sekalipun pertahanannya solid dan kuat, tetapi agresi tidak memiliki tempat sama sekali."

Rahbar menyinggung beberapa kejahatan tentara Inggris, Perancis dan Amerika selama seratus tahun terakhir di anak benua India, Asia Timur dan Barat serta Afrika utara dan tengah seraya menambahkan bahwa masalah utama pasukan ini adalah ketergantungan mereka pada sistem arogan.

Hassan Rouhani Menghadiri KTT ke-18 GMB di Baku

Presiden Republik Islam Iran Hassan Rouhani pekan lalu melakukan perjalanan ke Azerbaijan untuk berpartisipasi dalam KTT Gerakan Non-Blok ke-18 di Baku, ibukota Azerbaijan.

Hassan Rouhani, Presiden Iran di KTT GNB, Azerbaijan

Rouhani menguraikan sikap Iran mengenai masalah-masalah regional selain bertemu para pejabat yang menghadiri KTT GNB serta menyebut satu-satunya jalan keluar dari krisis dan perang adalah dengan menghormati komitmen untuk tidak ikut campur dalam urusan internal masing-masing dan untuk menciptakan platform untuk interaksi dan dialog.

Mengacu pada perang AS di kawasan yang menelan biaya miliaran dolar terhadap negara lain, Rouhani mengatakan, "Perang ini hanya membuat fitnah dan terorisme lebih mengakar."

Sejak didirikan pada tahun 1961, Gerakan Non-Blok telah berjuang untuk mempertahankan perannya dalam perdamaian dan keamanan dengan mengambil posisi berprinsip, meskipun ada kelemahan dari beberapa anggota dalam urusan global. Peran ini menjadi semakin penting dalam situasi sensitif saat ini. 120 negara dunia menjadi anggota Gerakan Non-Blok membentuk lebih dari dua pertiga dari anggota PBB dan 55 persen dari populasi dunia. Kerja sama di antara para anggotanya, di samping aspek politik, juga penting secara ekonomi.

Pertemuan Menteri Luar Negeri Iran, Rusia dan Turki

Republik Islam Iran meyakini bahwa stabilitas dan keamanan tetangganya adalah stabilitas dan keamanan dunia, dan bahwa keamanan dan pembangunan regional hanya dapat dicapai melalui kerja sama dan kemitraan.

Dalam hal ini, minggu lalu Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Federasi Rusia dan Republik Turki mengadakan pertemuan tiga pihak di Jenewa pada 29 Oktober 2019 dengan berkonsultasi dengan Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Suriah, Geir Pedersen.

Dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di Jenewa, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyatakan bahwa pembentukan Komite Konstitusi Suriah adalah awal dari proses yang menantang seraya menegaskan, "Tidak boleh ada intervensi dan tekanan asing terhadap Komite Konstitusi ini dan komite ini hanya milik rakyat Suriah dan dipimpin oleh mereka."

Mohammad Javad Zarif, Sergei Lavrov dan Mevlut Cavusoglu (Arsip)

Dalam konteks ini, Zarif, Lavrov dan Cavusoglu menyambut baik pembentukan Komite Konstitusi Suriah dalam sebuah pernyataan bersama di Jenewa, dimana mereka menyambut upaya-upaya Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Suriah Geir Pedersen.

Pertemuan Komite Konstitusi Suriah dimulai Rabu lalu, 30 Oktober 2019.

Pembentukan komite ini telah berada di bawah pengawasan serius sejak tiga negara, Iran, Rusia dan Turki, menyampaikan masalah ini pada perundingan Astana dan utusan PBB untuk Suriah Stephen DeMistura dan kemudian penggantinya, Geir Pedersen, menyambutnya dan menyusun agendanya sesuai dengan pembentukan komite ini.

Iran Menyeru Kelanjutan Perundingan Yaman-Yaman

Mohammad Abdul Salam, Juru Bicara Gerakan Ansarullah Yaman pekan lalu di Tehran dan dalam pertemuan Menteri Luar Negeri Iran memuji dukungan Republik Islam Iran terhadap Yaman dan menyampaikan laporan tentang situasi terakhir Yaman dan prospek masa depan penyelesaian krisis melalui jalur politik, serta kondisi kemanusiaan di negaranya.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dalam pertemuan ini menyampaikan penyesalannya terkait kondisi sulit akibat perang yang dipaksakan dan blokade Yaman hampir lima tahun seraya menuntut diakhirinya pembantaian rakyat sipil dan pembatalan blokade negara ini.

Arab Saudi dan Amerika Serikat, dengan dukungan Amerika Serikat dan beberapa negara lain, telah melancarkan serangan militer terhadap Yaman pada Maret 2015 dan memblokade darat, laut, dan udara negara ini.

Mohammad Abdul Salam, Juru Bicara Gerakan Ansarullah Yaman

Kelanjutan perang ini hanya mengakibatkan kehancuran ekonomi dan pembunuhan wanita dan anak-anak, telah semakin memicu situasi ini. Menurut laporan, lebih dari 16.000 warga Yaman telah tewas dalam agresi brutal Saudi dan ribuan lainnya terluka.

Saudi berpikir mereka dapat mencapai tujuan mereka dengan perang dan dengan khayalan ini belum menanggapi secara positif proposal yang diajukan untuk perdamaian di Yaman, sementara pada kenyataannya mereka jauh dari itu dan strategi ofensif Arab Saudi ke Yaman telah menemui jalan buntu.

Satu-satunya pilihan yang masuk akal bagi Arab Saudi adalah untuk melihat rencana yang dapat membantu menciptakan gencatan senjata dan memulai negosiasi Yaman-Yaman serta memulihkan perdamaian dan keamanan ke Yaman dan kawasan. Republik Islam Iran telah berulang kali menyatakan siap untuk berkontribusi pada keamanan regional dan perdamaian serta stabilitas di kawasan tersebut. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif juga sebelum berangkat ke Jenewa, menekankan strategi ini untuk membangun keamanan di kawasan.

Eurasia dan Peluang Baru Kerja Sama Ekonomi dengan Iran

Perjanjian Perdagangan Preferensi Iran dan Uni Ekonomi Eurasia mulai berlaku sejak pekan lalu. Perjanjian tersebut mencakup 862 komoditas, 360 di antaranya adalah konsesi Iran untuk Eurasia, dan 502 adalah konsesi Eurasia untuk Iran.

Pada tahun 2006, Republik Islam Iran mengajukan proposal untuk menciptakan zona perdagangan bebas antara Iran dan organisasi ini ke Komisi Ekonomi Eurasia. Proposal tersebut disambut oleh anggota Eurasia dan perjanjian ditandatangani pada Mei 2018. Lima negara Rusia, Belarus, Kazakhstan, Armenia dan Kirgistan sekarang menjadi anggota Uni Ekonomi Eurasia.

Saat ini, Rusia, Belarus, Kazakhstan, Armenia dan Kirgistan adalah lima anggota Uni Ekonomi Eurasia. Dengan lebih dari 20 juta kilometer persegi tanah dan lebih dari 183 juta populasi, mereka adalah pasar besar di bidang bisnis dan ekonomi.

Kepala Delegasi Uni Ekonomi Eurasia Tigran Sargsyan menganggap penggunaan kemampuan transit Iran dan penggunaan kapasitas Iran untuk perdagangan oleh negara-negara Uni Ekonomi Eurasia dengan India, Pakistan dan Asia Tenggara sangat penting.

Bergabungnya Iran dengan Uni Ekonomi Eurasia, tarif akan berkurang lebih dari 80% sebagai langkah pertama untuk mengekspor barang ke negara-negara anggota. Sekarang, dengan dimulainya fase perdagangan pertama antara Iran dan Eurasia, kita harus menunggu langkah selanjutnya yaitu penandatanganan perjanjian perdagangan bebas penuh dengan Eurasia, yang akan mengurangi tarif pada hampir semua barang untuk tiga tahun ke depan.

Langkah selanjutnya akan diambil dengan menandatangani perjanjian perdagangan bebas penuh dengan Eurasia, dan selama hampir tiga tahun hampir semua barang Iran dan Uni akan dikenakan pengurangan tarif. Bergabung dengan Uni Ekonomi Eurasia dan bekerja dengan organisasi ini dapat menjadi pintu gerbang baru untuk memajukan tujuan ekonomi multilateral regional.